One Night Accident

HEAD OVER HEELS 6



HEAD OVER HEELS 6

0Enjoy Reading.     

***     

Javier bangun dan masih merasa aneh dengan makhluk di kamar adiknya Olive.     

Javier sempat terkejut semalam karena mengira si dedemit adalah Pian. Tak tahunya itu makhluk sejenis Pian yang sama-sama nggak bisa ngomong karena tak punya mulut.     

Selama ini Javier sudah su'udzon sama Pian. Mengira Pian itu sok misterius dan sok cool mentang-mentang dia setan. Tak tahunya, jenis satu ini memang Tak ada wajahnya alias rata. Mana semalam bikin kaget lagi pas nengok kearahnya. Kan sialan.     

Javier bisa mendeteksi aroma permusuhan dari demit satu itu begitu Javier selesai sholat subuh. Sepertinya si setan nggak suka ada orang sholat, makanya begitu melihat Javier wudhu aura dingin langsung berasa membekukan. Bikin orang males buka selimut dan turun dari ranjang.     

Godaan setan memang menyesatkan.     

"Apa kamu kenal Pian?" tanya Javier pada makhluk yang belum dia beri nama. Karena sepertinya dia tidak suka  Javier ada di sana.     

Kayaknya setan yang sejenis Pian itu memang demen sendirian dan enggak suka ada tamu memasuk wilayahnya.     

Tidak ada jawaban. Sepertinya emang tidak mau di ajak ngobrol. Ya sudah biarkan saja. Toh, itu setan tidak mengganggu Javier dari semalam. Cuma geser-geser meja kursi seperti orang ambeiennya kumat.     

Javier baru akan keluar dari pintu kamar saat ada yang masuk ke kamar adiknya Olive itu. Seorang pemuda yang masih memakai baju Pramuka.     

"Kamu siapa? Kenapa bisa di kamarku?"     

Javier berdiri dan melihat pemuda itu  bingung.     

"Kak ... ini yang di kamar Pian siapa?" teriak pemuda itu sambil keluar lagi dari kamar.     

Eh ...? Pian?     

Kenapa pemuda itu memanggil Pian?     

Asih datang menghampiri anak kelakinya yang subuh-subuh sudah berteriak. "Ada apa kamu, datang-datang sudah berisik?"     

"Itu siapa Bu? kenapa bisa ada di kamar Pian?"     

"Hust, yang sopan sama tamu. Lagian kamu itu kenapa baru pulang?"     

"Semalam Pian udah sampai di sekolahan. Mau pulang nanggung udah malem ya sudah nginep di sekolah trus baru pulang subuh nunggu ada angkot lewat."     

"Owalah, ya sudah sini ibu kenalin." Asih menarik anaknya masuk ke kamarnya.     

"Nak, ini namanya Javier Daniel Cohza. Dia saudaranya Olive dari Jakarta."     

"Nak Javier  kenalin juga ini Ilham Brian Saputra adiknya Olive, kamu bisa Panggil saja Pian," ucap Asih Ibu angkat Olive.     

"Pian?" tanya Javier memastikan.     

Sebentar, ini terdengar sangat membingungkan. Di rumah sakit Cavendish di ruang kerja ada setan namanya Pian, lalu pas sampai Padang ada setan yang penampakannya seperti Pian. Dan sekarang kenapa adiknya Olive malah nama panggilannya Pian?     

Sebenarnya ada apa dengan nama Pian?     

"Saudara kak Olive? Saudara dari mana? Emang kita punya saudara blasteran ya?" tanya Pian bingung.     

"Nanti ibu jelaskan. Kamu mandi, ganti baju trus sholat subuh dulu sana." Asih mendorong anaknya menuju kamar mandi.     

"Kamu sudah sholat?" tanya asih pada Javier.     

Javier mengangguk.     

"Mau teh atau kopi?"     

"Terima kasih, tapi tidak usah. Nanti kalau ingin aku bisa buat sendiri. Kalau ibu tidak keberatan aku memasuki dapur. Untuk sekarang Aku mau melihat keadaan Jean maksudnya Olive dulu. Siapa tahu dia butuh bantuan kalau mau wudhu."     

"Tentu saja boleh, anggap saja rumah sendiri." Asih mengangguk dan kembali ke dapur membuat sarapan.     

Javier bukannya ke kamar Olive tapi malah duduk sambil mengamati setan yang mirip dengan setan di ruang kerjanya.     

"Astagaaaaa," Javier baru mengerti sekarang.     

Si Pian yang ada di ruang kerjanya kan suka membuat teka teki.     

Pian tidak pernah mengatakan iya saat Javier mengira namanya adalah Pian. Javier ingat sekarang, waktu itu Javier membawa foto Jean dan tidak lama kemudian setan diruang kerjanya menulis kata Pian.     

Pian itu bukan nama setan di rumah sakit Cavendish. Tapi itu setan mau ngasih tahu kalau orang yang Javier cari alias Jean sekarang tinggal satu rumah dengan orang bernama Pian. Alias Ilham Brian Saputra.     

Fuck, itu baru masuk akal. Kenapa nama Pian jadi terasa familiar.     

Jadi selama lima tahun ini si setan Pian itu sudah tahu keberadaan Olive dan malah bikin teka-teki yang susah dicerna. Awas saja kalau Javier balik ke Jakarta, Javier bakalan bawa Jean kw biar mereka berantem lagi.     

Dasar setan-setan ngeselin.     

***     

"Jadi, kamu juga bukan kakak kandungnya kak Olive? tapi kakak tiri," tanya Pian adik Olive penasaran.     

Saat ini mereka sedang menikmati sarapan sederhana bersama. Minus ibu Asih yang sudah berangkat ke tempat fotocopy miliknya.     

"Iya, Olive di adopsi keluarga kami saat usia 9 tahun. Lalu dia hilang saat usia 10 tahun."     

"10 tahun?" Olive memekik terkejut.     

"Kenapa kak?" tanya Pian heran saat mendengar Olive menjerit shok.     

"Kalau aku hilang pas umur 10 tahun? Sekarang umurku berapa?" tanya Olive khawatir.     

"30, 31 bulan Agustus nanti," jawab Javier santai.     

"Apaaa?" Pian terkejut.     

"Ti-ga pu-luh sa-tu?" Olive semakin shok. Ia sama sekali tidak menyangka umurnya sudah setua itu. Setahu dirinya saat ini usianya baru 27 tahun. Kenapa sudah mau 31.     

Mengetahui ini Olive berasa mau nangis sambil ngesot di lantai. Bahkan pacarnya Bayu saja baru 28 tahun.     

Astagahh, bagaimana kalau Bayu tahu Olive lebih tua darinya? Jangan-jangan nanti dikira Olive nipu dia. Padahal Olive sendiri juga nggak tahu kalau umurnya sudah segitu. Mana Olive ingat kalau Bayu pernah bilang suka wanita yang lebih muda lagi.     

"Piannnn, gimana ini? Masa aku lebih tua dari Bayu? Kalau Bayu enggak suka bagaimana? kalau kakak diputusin gimana?"     

"Ya gimana, kakak kan juga tidak tahu." Pian ikut khawatir. Dia tahu seberapa besar pejuangnya seorang Olive untuk mendapatkan restu dari orang tuanya bayu.     

"Umur 27 saja sudah banyak  yang ngatain kak Olive perawan tua. Gimana 31. Kalau Bayu nggak jadi nikahin kakak, nasibku gimana? Pasti Nggak akan ada cowok lain yang mau menikah sama aku." Olive langsung tidak berselera makan.     

"Kalau memang Bayu mencintaimu, dia akan menerimamu apa adanya." Javier mengelus punggung Olive, berusaha menghibur.     

Walau hatinya sakit saat tahu Olive sepertinya sangat mencintai Bayu. Tapi, Javier tetap berusaha tabah.     

Beginilah rasanya cinta bertepuk sebelah tangan. Hanya bisa menunggu sampai Olive akhirnya melihat keberadaan dirinya.     

"Tapi, gimana sama orang tuanya? Mamah Bayu itu susah. Sampai sekarang kami belum menikah karena syarat dari namanya Bayu soal mahar." Entah kenapa Olive tiba-tiba membicarakan bebannya selama ini.     

Olive hanya merasa nyaman didekat Javier. Seolah-olah mereka memang sering berbagi cerita dan masalah.     

"Mahar? mahar apa?" tanya Javier belum mengerti.     

"Gini kak, kalau dalam pernikahan umumnya wanita yang mendapat mahar. Kalau dalam adat Padang Pariaman justru pihak wanitalah yang harus memberi mahar. Sebenarnaya bukan mahar sih namanya tapi uang penjemput pengantin lelaki. Dan mamanya kak Bayu meminta uang penjemput minimal seratus juta. Makanya kak Olive selama ini bekerja untuk mengumpulkan uang penjemput agar bisa segera menikah dengan kak Bayu." Pian menjelaskan dengan     

"What? Maksudnya selama ini Olive bekerja dan uangnya malah akan diberikan buat Bayu?" Javier tidak bisa menerima ini.     

"Uang itu nanti juga bakalan balik sama aku. Pasti uang yang aku kasih ke mamanya Bayu akan diberiakan ke Bayu untuk kebutuhan rumah tangga kami." Olive membela kekasihnya.     

"Oke aku mengerti. Tapi, aku tetap enggak suka kamu bekerja keras sendiri sedang cowok kamu anteng-anteng saja tanpa bantuin kamu. Seharusnya kalau emang Bayu cinta sama kamu, kamu cuma kasih uang jemputan seratus ribu juga dia harus menerima kamu apa adanya. Atau paling tidak bantu kamu ngumpulin seratus juta itu." Javier bicara menggebu-gebu.     

"Siapa bilang Bayu nggak bantu. Dia bantu kok."     

"Bantu berapa?" tanya Javier langsung.     

"300 ribu setiap bulan." Ucap Olive percaya diri.     

"Whattt? dia cuma bantu kamu 300ribu sebulan sedang kamu harus ngumpulin seratus juta? Amazing." Javier kesal sangat kesal. Berani sekali keluarga Bayu mempermainkan hidup wanita tercintanya.     

Jadi selama ini Jean hidup pas-pasan cuma demi cowok pelit bin medit yang punya keluarga matre itu.     

Javier tidak akan biarkan itu terjadi.     

"Mulai besok, kamu nggak usah lagi berhubungan dengan Bayu dan keluarganya. Mereka nggak pantes dapetin cewek sesempurna dirimu." Putus Javier telak.     

"Maksud kamu apaan?" tanya Olive tersinggung.     

"Putusin Bayu. Banyak cowok yang lebih baik dari pada bayu."     

"Apa? putusin Bayu, kamu gila ya? Lagian siapa kamj nyuruh aku putusin Bayu?" Olive baru merasa bisa curhat sama Javier tapi kenapa malah suruh putusin Bayu.     

"Aku saudaramu dan aku nggak suka kamu hidup susah cuma gara-gara cowok. Aku juga bakal bawa kamu dan seluruh keluargamu ke Jakarta. Aku pastikan Kamu bakalan hidup layak disana. Nggak kayak gembel di sini."     

Uhukkkk.     

Pian tersedak.     

"Saudara? Maaf ya aku sama Bayu itu sudah pacaran lama, dan kamu baru jadi saudaraku seminggu malah nyuruh aku pisah sama Bayu? Nggak akan pernah." Olive jadi emosi.     

"Eh, sory ya Jav. Kita emang orang nggak punya tapi jangan ngatain gembel juga." Pian ikut tidak terima dengan kata-kata Javier.     

Javier mengusap wajahnya. "Sory, aku enggak bermaksud ngatur kamu Olive. Tapi aku enggak suka lihat kamu hidup susah di sini sedang aku sama saudaramu yang lain bisa foya-foya di Jakarta. Dan Pian, aku juga enggak bermaksud menghina kalian, tapi apa kamu enggak mau hidup lebih baik? Rumah yang nyaman, kendaraan pribadi, pendidikan tinggi? Aku bisa berikan itu semua untuk kalian."     

Brakkkk.     

"Maaf ya, mau sekaya apapun kamu. Aku tetap akan disini dan menikah dengan Bayu. Karena aku cinta Bayu apa adanya, dan aku yakin Bayu juga bakalan mencintaiku sama besarnya." Olive berdiri, mengambil tongkatnya dan berjalan tertatih masuk kedalam kamar.     

Javier lagi-lagi merasakan sakit saat mendengar kata cinta dari Olive tapi bukan untuk dirinya.     

Kenapa?     

Kenapa sesakit ini mencintai seorang wanita.     

"Kak, Olive memang sedikit keras kepala." Pian menepuk bahu Javier.     

"Kamu tidak marah padaku?"     

"Tidak, aku mengerti perasaanmu. Karena Sejujurnya kadang aku kasihan sama kak Olive. Tiap hari dia kerja keras cuma buat satu pria. Belum pernah aku lihat kak Olive habis gajian bisa belanja dan makan enak. Mau tanggal tua, mau tanggal muda sama saja. Kak Olive hidup hemat."     

Pian menunduk sedih. "Sementara Bayu setiap habis gajian bisa karaokean sama teman-teman sekantornya, belum baju dan makanan yang dia habiskan di butik dan restoran."     

Pian menatap Javier. "Aku tahu, karena aku bukan hanya sekali dua kali melihat Bayu disana. Hampir setiap bulan. Karena tanpa ibu dan kak Olive tahu sebenarnya aku magang kerja di tempat karaoke buat tambahan uang sekolah. Makanya kadang aku pulang tengah malam atau bahkan pagi."     

Javier semakin merasa miris sekaligus marah. Miris dengan kehidupan keluarga Olive dan  marah karena Jelas sekali sepertinya Olive hanya mainan bagi Bayu.     

"Mau membantuku?" tanya Javier pada Pian.     

"Membantu apa?"     

"Mengawasi Bayu saat karaoke. Siapa tahu dia bawa cewek dan main gila dibelakang Olive."     

"Mana bisa, kan mereka ada di ruangan. Kalaupun ada cewek-cewek masuk aku juga enggak tahu hubungan mereka apa? dan mereka ngapain saja." Pian selama ini malah ngumpet kalau Bayu datang. Takut Bayu bilang sama Olive kalau dia juga kerja.     

"Tenang saja. Aku cuma butuh kamu kasih tahu kalau Bayu datang lagi kesana. Selebihnya aku yang mengatasinya." Javier berdiri.     

"Oh ya, kamu sekolah tidak hari ini?" tanya Javier.     

Pian menggeleng. "Abis kemah dapat libur tiga hari sebelum masuk lagi."     

"Umurmu berapa?"     

1

"17 tahun."     

"Punya KTP?"     

"Udah. kenapa sih?" tanya Pian bingung.     

"Bisa naik mobil?"     

"Nggak bisa, cuma bisa naik motor, itu pun diajarin dan di pinjemin sama temen. Kalau kamu mau ditemenin ke suatu tempat, kita naik angkot saja. Nanti aku tunjukkan tempat-tempat yang mau kamu datangi." Pian menatap Javier tidak enak karena memang mereka tidak memiliki kendaraan. Dulu pernah punya motor tapi dijual saat sudah turun mesin dan bukan menghemat malah bikin boros biaya.     

"Kalau begitu kita ke dealer motor. Sudah waktunya kamu punya motor sendiri." Javier merangkul Pian dan mengajaknya keluar.     

"Maksudnya apa?" tanya Pian masih cengo.     

"Aku akan membelikanmu motor. Jadi sekarang kita akan ke dealer dan kamu boleh memilih motor yang kamu suka." Javier membuka pintu mobilnya dan masuk. Sedang Pian masih bingung mencerna semuanya.     

"Pian, masuk." Javier memerintah.     

"Kamu akan membelikan aku motor?"     

Javier mengangguk.     

"Serius?"     

Javier mengangguk lagi.     

"Aku nggak disuruh kredit kan?" Pian masih memastikan.     

"Enggak Pian. Aku beliin geratis buat kamu. Udah ayo masuk."     

"Beneran ya?"     

"Iya."     

Pian tersenyum lebar dan masuk kedalam mobil Javier.     

"Ngomong-ngomong ini mobil siapa?"  tanya Pian setelah Javier  mulai menjalankan mobilnya.     

"Punyaku."     

"Eh ... Kamu punya mobil????"     

Javier tersenyum melihat reaksi Pian. Sepertinya dia melakukan hal yang tepat.     

Dekati Pian, dekati bu Asih dan semakin lama Olive pasti akan membuka hati untuknya.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.