One Night Accident

HEAD OVER HEELS 7



HEAD OVER HEELS 7

0Enjoy Reading.     
0

***     

Olive berjalan keluar rumah saat mendengar suara adiknya yang terdengar heboh.     

"Kak Olive, lihat nih." Pian menunjukkan sebuah motor baru dengan bungkus masih melekat yang sedang diturunkan dari mobil pickup sebuah dealer ternama.     

"Motor siapa?" tanya Olive takjub. Karena Olive tahu bukan sembarang orang bisa beli motor seperti itu.     

"Motornya Pian dongkkk," ucap Pian senang.     

"Lihat, Pian juga udah dibuatkan SIM." Pian menunjukkan SIM barunya.     

"Kamu dapet uang dari mana beli motor? ya ampun Pian! Kamu kredit motor? Sebulannya berapa ini?" Olive menatap motor itu dengan melas. Ludes sudah tabungannya.     

"Ehemmm, tenang saja. Pian nggak kredit kok."     

Olive melihat Javier yang berdiri disebelah Pian. "Kalau enggak kredit trus dapet duit dari mana beli motor sekeren itu?"     

"Aku yang belikan."     

"Apa maksudnya kamu belikan?"     

"Ya, Pian kan udah gede. Udah punya KTP, bisa naik motor juga. Jadi, aku buatkan SIM sekalian aku beliin motor baru. Biar kalau sekolah nggak perlu naik angkot lagi. Masak kakaknya kemana-mana naik mobil adeknya dibiarin ngangkot sih."     

"Kakaknya?"     

"Kamu kan kakaknya Pian. Dan karena kamu saudaraku berarti Pian adikku juga," ucap Javier tersenyum.     

Jean terpesona. Dia kan wanita normal yang bisa merona juga jika mendapat senyuman dari cowok ganteng. Walau itu saudaranya sendiri.     

"Trima kasih ya. Tapi, seharusnya yang biasa saja. Motor matic mungkin, nggak perlu yang semahal itu." Jean merasa tidak enak bagaimanapun walau kata Javier mereka saudara. Tetap saja Jean masih canggung dan tidak nyaman dengan pemberian yang begitu mahal.     

"Kak Olive, kak Javier. Pian pamit ya, mau coba motor baru." Pian cengengesan.     

"Jangan jauh-jauh. Platnya belum keluar." Javier mengingatkan.     

"Oke kak." Pian langsung memakai helm dan menstater motor gedenya. Bagitu motor menyala, Pian bersorak girang. Melambaikan tangan ke olive dan Javier lalu menjalankan motornya hati-hati. Bermaksud memamerkan motor barunya pada teman-temannya.     

"Tahu nggak, tadi Pian juga minta Scoopy saja kok. Aku yang nggak mau. Sekarang kan lagi model  remaja ditilang polisi malah pada hancurin motor Scoopy, mending aku beliin yang ini, tahan banting. Lagian  aku juga beliin jaket, helm sekalian aku buatkan SIM. Jadi, nggak bakalan ditilang kecuali dia nekad melanggar rambu lalu lintas."     

"Bisa aja kamu." Olive memukul lengan Javier sambil tersenyum lebar. Sudah lupa dengan pertengkaran mereka tadi pagi.     

Javier terpana dengan senyuman Olive.  Dia tidak akan pernah lupa dengan lesung pipi itu. Javier akan melakukan apapun demi bisa melihat lesung pipi dan senyumnya itu setiap hari.     

"Ini." Javier menyerahkan 1 kunci lagi ke tangan Olive.     

Olive bingung saat menerima kunci motor lagi. Di depan mereka ternyata memang ada satu motor lagi. Dan itu Scoopy. Apakah dia juga dibelikan motor? batin Olive penuh harap.     

"Walau aku bilang nggak bakal beli Scoopy buat Pian. Tapi bukan berarti aku nggak bakalan beli Scoopy buat ibu Asih kan? kasihanlah ibu kamu, musti naik angkot pulang pergi setiap buka toko."     

Olive sedikit kecewa, ternyata motor itu bukan untuknya. Tapi disisi lain dia bersyukur Javier mau memperhatikan ibunya juga. Karena dilihat dari segi manapun memang ibunya lebih membutuhkan kendaraan dari pada dirinya.     

"Sekali lagi, trima kasih. Aku nggak tahu bagaimana membalasnya."     

"Tidak perlu berterima kasih. Dan tidak usah kecewa. Aku emang sengaja nggak beliin kamu motor. Karena aku akan mengantarmu pergi kemanapun kamu mau. Masak aku biarkan saudariku paling cantik panas-panasan naik motor sih." Javier mengelus rambut Olive sayang.     

Olive menunduk malu. Karena ketahuan dia juga berharap dibelikan motor.     

"Tapi ... Mungkin kamu bisa kali ya menemaniku jalan-jalan besok. Aku kan ingin tahu kota Padang juga." Javier merangkul pundak Olive.     

Olive yang merasa berterima kasih dengan apa yang dilakukan Javier tentu saja langsung mengangguk setuju.     

"Oke, aku temani besok, mau kemana? Museum, air terjun, pantai?" jawab Olive ikut semangat. Sudah lama dia tidak jalan-jalan juga. Apalagi jalan-jalannya tidak perlu memusingkan masalah biaya.     

Olive tidak menyadari bahwa Javier hatinya juga sedang berbunga-bunga karena berhasil mengajaknya kencan.     

Mana sekarang bisa ngrangkul tanpa disingkirkan. Senangnya.     

***     

"Ini pantai kata Pariaman atau biasa disebut pantai Karan Aur-taluak. Sengaja aku ajak kesini karena tempatnya tidak seramai yang lain. Ada hutan Pinus juga jadi lebih sejuk." Olive berjalan masih menggunakan kruk.     

Sebenarnya kakinya sudah mulai bisa berjalan normal. Tapi Javier memaksanya tetap memakai tongkat untuk berjaga-jaga itupun masih dengan Javier yang merangkulnya sepanjang jalan. Katanya khawatir dia terpeleset atau tersandung. Padahal Javier mah pengen bisa peluk Olive sepanjang hari. Kapan lagi coba bisa jalan-jalan sambil rangkulan.     

Sepertinya ilmu modus Jovan mulai bisa dia praktekkan.     

Olive benar-benar tersanjung. Cewek mana yang tidak bahagia diperhatikan dan dimanja-manja seperti itu. Biasanya dia yang memanjakan dan menuruti Pian. Sekarang dia yang di istimewakan. Kan tersanjung rasanya.     

"Wait." Javier membersihkan beberapa daun dan debu yang ada dibangku sebelum Olive mendudukinya.     

Setelah dirasa bersih. Barulah Javier membantu Olive duduk dengan nyaman.     

"Mau makan? Minum es kelapa muda?" tawar Javier melihat beberapa kedai makanan di sekitar pantai.     

"Mungkin kamu yang harusnya menikmati kuliner khas Padang."     

"Aku sering kok makan masakan Padang." Javier memang sama seperti Jovan. Tidak pemilih soal makanan.     

"Tapi, belum Pernah kan makan masakan Padang di kota Padang langsung?"     

Javier tersenyum. "Baiklah, aku akan makan apapun yang kamu pesan. Kalau bisa sih pesan saja makanan kesukaanmu."     

"Yakin? Makanku banyak lho."     

"Kamu minta beli sama kedainya juga boleh," goda Javier.     

"Dasar orang kaya." Olive mencubit Javier main-main. Javier menangkap tangan Olive dan malah menggenggamnya erat. Bersyukur karena Olive tidak berusaha menarik kembali tangannya.     

Olive tidak tahu apa yang dia rasakan. Tapi, dia senang dan entah kenapa merasa nyaman sejak ada Javier. Seolah beban hidupnya berkurang drastis. Dan entah kenapa Olive merasa tidak akan ada hal buruk yang menimpanya asal ada Javier didekatnya. Olive terasa dilindungi.     

Akhirnya mereka berada di pantai hanya bebera jam. Karena kaki Olive yang tidak memungkinkan bermain pasir atau berenang di pantai. Maka, Javier memilih hanya berkeliling dan menikmati wisata kuliner sambil ngobrol. Bertanya-tanya soal kehidupan Olive selama 20 tahun ini. Berusaha mencari kesempatan menggantikan apa saja yang sudah terlewatkan olehnya.     

Hingga pukul empat sore Javier memutuskan mengajak Olive pulang. Tidak mau Olive kelelahan karena berkeliling seharian.     

"Javier, boleh aku minta tolong."     

"Apa pun," jawab Javier langsung.     

Olive berdehem, sebenarnya tidak yakin mengatakan ini. "Bisa mampir ke suatu tempat."     

"Tentu, kamu mau kemana? Mall, bioskop?" tanya Javier sambil menyetir.     

"Bukan, em ... Aku, em ...b bisa antar ke tempat Bayu."     

What?     

Javier menggenggam erat kemudi mobil. Sudah seharian ini dia melambung bahagia karena bisa berduaan dengan Olive. Hanya beberapa kata dan Javier langsung merasa disiram air es. Menyadari yang dia ajak berduaan sudah punya pacar.     

Olive bisa melihat raut wajah Javier yang terlihat menegang. Tuh kan bener, Javier masih tidak suka sama Bayu. Padahal Olive berharap Javier mau menerima Bayu. Bagaimanapun juga kan Bayu pacarnya.     

"Kalau tidak mau tidak apa-apa. Tolong turunkan saja aku di halte depan, nanti aku pulang paling dianter sama Bayu."     

"Aku antarkan," ucap Javier langsung. Mana tega dia melihat Olive yang kakinya masih sakit naik kendaraan umum.     

Apalagi membayangkan Olive berduaan sama Bayu, otak Javier langsung berpikiran kotor. Tidak akan yakin bisa tenang karena takut Olive dan Bayu melakukan yang iya-iya.     

"Dimana alamatnya?" tanya Javier berusaha menahan suara ketus keluar dari mulutnya.     

"Aku tunjukkan saja jalannya ya."     

Javier mengangguk.     

Olive senang karena ternyata Javier tidak semua yang dia bayangkan. Apalagi dia juga akan bertemu Bayu.     

"Yang itu kontrakannya." Olive menunjuk satu rumah sederhana dekat jalan raya.     

"Ini kontrakan Bayu selama dia kerja. Soalnya kalau musti pulang kerumahnya sendiri jauh jaraknya. Bentar deh, aku telpon Bayu dulu." Olive mengambil ponselnya dan menelpon Bayu.     

Javier melengos melihat Olive yang terlihat sangat senang karena bertemu pacarnya. Secinta itukah Olive pada Bayu? Kok Javier nyesek ya.     

"Itu Bayu!" Olive segera keluar dari mobil begitu melihat Bayu membuka pagar rumah kontrakannya.     

"Sayang, bukannya kamu masih sakit?" Bayu memeluk Olive. Lalu memperhatikan kaki Olive yang masih di bebat.     

Javier berasa ingin melempar sepatunya ke wajah Bayu yang sok manis itu.     

"Udah mendingan kok. Lagian tadi habis nemenin Javier ke pantai kata. Jadi sekalian mampir kesini, kan udah Deket." Olive menggandeng tangan Bayu mesra.     

Mendengar namanya dipanggil Javier mau tidak mau ikut keluar dari mobil sebagai sopan santun. Walau sebelumnya dia menarik nafas berkali-kali berusaha menahan diri agar tidak melempar Bayu ke kolam waria.     

"Hay, Javier. Ketemu lagi," sapa Bayu.     

Javier hanya mengangguk dan memasang senyum terpaksa.     

"Masuk yuk," Bayu merangkul Olive masuk kedalam rumahnya. Javier hanya bisa mengikuti dibelakangnya dengan hati terbakar.     

Mungkin Jovan kalau tahu bakal mengatai dirinya bego, Alxi mengejeknya tolol dan Junior menganggap dirinya orang paling bodoh sedunia.     

Tapi, Javier bisa apa? Saat Olive yang sangat dia cintai malah mencintai orang lain.     

Bicara, makan, minum bahkan bermesraan di depan kedua matanya.     

Javier berusaha bertahan menghadapi semuanya. Setidaknya dia bukan Jovan yang hanya bisa melihat foto Zahra tanpa bisa menyentuh dan meraihnya.     

Olive masih hidup dan nyata. Jadi, asal bisa melihat Olive bahagia. Itu juga merupakan kebahagiaan baginya.     

Karena bahagiamu.     

Adalah bahagiaku.     

Walau bahagiamu tercipta diatas lukaku.     

Bahagiamu akan tetap menjadi bahagiaku.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.