One Night Accident

HEAD OVER HEELS 20



HEAD OVER HEELS 20

0Enjoy Reading.     
0

***     

Hari sudah sore saat Javier akhirnya sampai di Jakarta dan langsung mendapat sambutan dari Mahesa.     

"Pamannnnn," Mahesa melompat ke arahnya dan Javier langsung memeluk sambil mengacak rambutnya.     

"Mahesa apa kabar? habis potong rambut ya?" tanya Javier saat melihat bentuk rambut keponakannya lebih pendek dari biasanya.     

"Mahesa baik paman. Sekarang rambut Mahesa harus pendek karena mau sekolah. Kata Tante Mirna cowok enggak boleh punya rambut panjang, Nanti di marahin guru," jelas Mahesa.     

"Terus Tante Mirna kemana? kok Mahesa sendirian?"     

"Tante Mirna lagi mandi. Mahesa di suruh duduk di sini dan enggak boleh ngintip katanya. Padahal Mahesa enggak mau ngintip tapi mau bantuin tante Mirna. Soalnya Mahesa kasihan lihat Tante Mirna yang suka kesusahan kalau mau kasih sabun ke punggung," jawabnya polos.     

Javier meringis. "Tentu saja enggak boleh. Kan Tante Mirna cewek, Mahesa cowok."     

"Kenapa tidak boleh? Tante Mirna setiap hari mandiin Mahesa kenapa Mahesa enggak boleh gantian mandiin Tante Mirna? Dava saja sering mandiin Della, Deva juga sering mandi bareng Arthemis, apalagi Justin dan Juliete. Mereka mandi bersama setiap hari, Mahesa kan juga mau bantu mandiin orang lain," ucap Mahesa sambil cemberut.     

Javier mengangkat Mahesa ke dalam gendongannya lalu mendudukkannya di sofa. "Karena Tante Mirna sudah dewasa jadi bisa mandi sendiri. Orang dewasa enggak boleh dimandiin. Nanti bisa malu."     

"Oh ... begitu. Tapi ... kenapa paman Junior dan Tante Queen suka mandi bareng? Mereka tidak malu?" tanya Mahesa polos.     

As Tatang! Ditinggal dua bulan. Keponakannya keracunan apa saja sih? "Mahesa tahu dari mana Paman Junior sama Tante Queen suka mandi bareng?" Javier harus mengusut sumbernya.     

"Sering kok. Waktu aku main ke rumah Justine dan mereka katanya lagi mandi. Kamar mandi di dalam kamar Paman Junior kan cuma satu. Berarti mereka mandinya sama-sama. Kalau mandinya sendiri-sendiri harusnya salah satunya ada di kamar mandi yang lain bukan?"     

Oke. Javier mulai kualahan. Keponakannya terlalu pintar. "Mahesa enggak kangen sama paman? udah dua bulan lho kita tidak bertemu. Bagaimana kalau besok kita pergi ke Timezone sekalian beli Lego yang baru." Javier berusaha mengalihkan pembicaraan. Heran karena pertanyaan di mana Tante Mirna berubah jadi penjelasan panjang lebar soal mandi bersama.     

"Benarkah? Asikkkkk." Mahesa memeluk Javier.     

"Tentu saja Mahesa kangen," ucap Mahesa dengan wajah seimut mungkin.     

Idih ... mirip Jovan kalau modus. Manis dan pinter ngerayu. Batin Javier.     

"Paman sih pergi lama sekali? Sampai ayah ikutan menjemput paman? Eh ... ayah mana?" Mahesa menoleh ke arah pintu.     

"Ayah segera menyusul besok." Iyalah, ngapain Jovan di sana lama-lama sedang Javier sudah kembali ke Jakarta. Olive saja sudah tidak mau ketemu sama dia.     

"Paman enggak lagi berantem sama ayah kan?" tanya Mahesa saat melihat wajah Javier mendung.     

"Enggak kok. Kebetulan paman pulang duluan karena ada perlu. Sedang ayah Mahesa masih ada kegiatan juga di sana."     

"Oh ... begitu. Lalu kenapa paman terlihat sedih? Apa mau ke Timezone sekarang biar paman senang?" tanya Mahesa penuh harap sambil mengedipkan matanya agar terkesan unyu-unyu.     

Dasar ponakan penuh tipu muslihat. Kecilnya aja pinter ngerayu gimana gedenya nanti.     

"Paman cuma capek. Makanya paman mau istirahat saja sekarang biar besok bisa bangun pagi dan membawa Mahesa ke Timezone." Memang Mahesa doangk yang bisa kasih alasan.     

"Oh ... benar paman. Sebaiknya paman segera istirahat biar besok semangat pas di Timezone." Mahesa mendukung. Dasar anak playboy. Bisa aja jawabnya.     

"Ya sudah paman ke kamar dulu ya." Javier kembali mengacak-acak rambut Mahesa, gemas dengan keponakannya itu.     

Memang benar kata orang keberadaan anak kecil bisa menghilangkan kesedihan. Beruntunglah Jovan karena walau ditinggalkan Zahra dia masih memiliki Mahesa yang bisa menghibur dan membuatnya kuat.     

Sedangkan Javier hanya memiliki kenangan dari Jean tanpa ada apapun yang tertinggal untuk membuatnya merasa lebih baik.     

Hanya fantasi yang sekarang duduk menggoda di atas ranjang kamarnya.     

Baru kali ini Javier tidak berminat sama sekali saat melihat Jean. Baru kali ini juga Javier sadar kalau wajah Jean dan Olive 100% sama. Jadi ... Jean Kw selama ini pasti tahu keberadaan Jean yang asli sehingga bisa menirunya wajahnya hingga 99,99999% akurat.     

Javier baru mengerti. Ternyata dia sudah dibodohi oleh setan selama puluhan tahun. Sialan.     

Jean mendekati Javier begitu pintu dibelakangnya tertutup. Tersenyum menggoda dan langsung memeluknya. "Aku melihatmu datang," ucapnya sambil mengelus dada Javier.     

Javier melepaskan pelukannya. "Aku lelah."     

Tetapi sebelum Javier menyuruh Jean pergi tiba-tiba Jean mundur dengan wajah pucat dan mata penuh amarah. "Kamu ... bau perempuan lain!" teriaknya menunjuk wajah Javier.     

Javier mengabaikan Jean. Memilih merebahkan diri ke atas ranjang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Tidak mempedulikan segala amarah Jean yang mengacak-acak kamarnya hingga suara benda berjatuhan terdengar membahana di seluruh kamar.     

***     

"Javier mana? dari tadi enggak kelihatan?" Jovan baru keluar dari kamarnya saat melihat Junior dan Queen sudah duduk di sofa.     

Lah ... kagak ngamar mereka? Atau main cepat?     

"Kok udah pada rapi?" tanya Jovan heran.     

"Aku mau ketemu Jean. Udah enggak sabar. Penasaran akut." Queen tersenyum lebar, sedang Junior terlihat diam di sebelahnya.     

Kasihan ... kalah sama bini. Jatah di tunda sampe nanti malem.     

"Ya sudah. Ke sebelah yuk, paling Javier udah ada di sana." Jovan langsung menuju rumah Olive. Di belakangnya Junior mengikuti dengan Queen yang seperti biasa menggelendot manja.     

"Bu Asih." Jovan menyapa ibu Olive begitu masuk rumah.     

"Jovan?" Ibu Asih heran melihat Jovan masih di sana. Tadi Pian mengatakan kalau Javier pamitan dan bilang enggak bisa datang ke acara pertunangan dan pernikahan Olive karena ada urusan mendadak.     

Betapa sedihnya ibu Asih karena orang yang selama dua bulan ini membantu mereka malah tidak bisa hadir di saat istimewa. Mana sudah membayar semua biaya pernikahan Olive dan meninggalkan tabungan yang ibu Asih yakin tidak akan habis seumur hidup kalau hanya untuk makan keluarganya.     

"Ibu Asih kok sedih? jangan sedihlah. Ini hari bahagia untuk Jean harus semangat dan tersenyum. Selain itu aku bawa adik sepupu yang juga datang dari Jakarta." Jovan bergeser agar Junior dan Queen bisa mendekat.     

Ibu Asih dalam hati sampai mengucap Subkhanaullah  berpuluh-puluh kali saking terpesona dengan pasangan di hadapannya. yang cowok gantengnya ngalahin pemain film, yang cewek sexy kayak cewek yang suka jadi iklan di televisi.     

Junior menjabat tangan Ibu Asih. "Saya Junior adik sepupu Jean."     

"Saya Queen, istrinya Steve. Maksudnya Junior. Terima kasih ya ibu sudah merawat Jean selama ini. Kami sekeluarga tidak tahu harus bagaimana seandainya Ibu tidak menjaga Jean. Kami benar-benar berhutang Budi yang sangat besar kepada Ibu." Seperti biasa tanpa disuruh  Queen langsung menjadi juru bicara Junior. Menyampaikan apa yang tidak diucapkan suaminya.     

"Sama-sama. Tapi ... kalian tidak berhutang apapun pada ibu karena Olive sudah ibu anggap sebagai anak ibu sendiri." Ibu Asih tersenyum ramah. Ternyata tidak semua orang kaya sombong bin songong.     

Ibu Asih hanya tidak tahu kalau Queen masih suka belagu kalau melihat rakyat jelata memakai barang kw. Queen hanya ramah pada orang terdekat dan dia kenal baik saja. Selebihnya jangan kaget kalau mulut cabe nya yang berbicara.     

"Jean mana?" tanya Jovan.     

"Ada di kamarnya, sebentar ... kebetulan banget. Pian tolong Panggil kak Olive ada tamu dari Jakarta." Ibu Asih memanggil Pian yang kebetulan baru masuk rumah bersama Laras. Sepertinya teman Olive itu baru pulang kerja karena masih memakai seragam minimarket dan terlihat membawa kado besar. Memang Laras sudah berjanji akan ikut menemani Olive di acara pertunangan dan pernikahannya nanti.     

Pian yang baru masuk terdiam seperti shok saat melihat Junior dan Queen. Sedangkan Laras langsung menjatuhkan kadonya begitu saja.     

"ARTISSSS ...."     

"COGAN ...."     

Pian dan Laras menjerit bersama.     

"Artis? Cogan?" Ibu Asih bingung melihat ekspresi Pian dan Laras yang seperti ketemu idolanya.     

"Ya ampun ... dia kan anaknya prince Joe pemilik stasiun televisi sekaligus foto model yang sangat terkenal. Namanya Queen benar Queen yang paling cantik dan sexy. Yang Sekarang sudah menikah dengan anak pemilik rumah sakit Cavendish .... astaga .... dia anak pemilik rumah sakit Cavendish." Pian semakin shok. Bagaimana mungkin ada orang seterkenal mereka di rumahnya?     

"Istrinya? Kenapa semua cogan yang aku kenal selalu sudah sold out." Laras melihat ke arah Junior dan Queen yang sepertinya kebingungan melihat tingkah mereka berdua.     

Jovan berdiri. "Biar aku yang panggil Jean saja. Qi tolong diamankan mereka berdua," pinta Jovan dan langsung menuju kamar Olive.     

Queen ikut berdiri menghampiri Laras dan Pian yang sepertinya masih terpesona dengan Junior dan dirinya.     

"Hay, Pian. Kamu pasti adiknya Jean."     

Pian otomatis mengangguk sedang Laras berkedip-kedip menatap Qi. Terpesona Karena melihat wanita  cantik dan sexy secara nyata. Pantaslah itu cogan kesengsem sama wanita di depannya. Kelihatan banget mulus luar dalam. Apalah Laras yang burik ini.     

"Dan kamu?" tanya Queen pada Laras.     

"Laras, teman kerja Olive."     

"Bagus. Kalian pasti berdua tahu butik paling oke di sini?" tanya Queen kepada mereka berdua.     

Keduanya langsung mengangguk.     

"Mau kan menemani aku ke butik. Aku dan suamiku tidak membawa baju ganti untuk acara pesta nanti malam."     

"Tentu saja." Pian menjawab dengan cepat. Kapan lagi bisa jalan sama artis. Jadi tukang bawa belanjaannya juga rela dia.     

Laras juga langsung mengangguk pengen tahu kalau orang kaya belanja seperti apa. Sukur-sukur nanti bisa nular cantiknya. Enggak usah banyak-banyak 10% saja Laras sudah Suhut sukur.     

Queen berbalik menghampiri Junior lalu mencium pipinya mesra. Membuat yang melihat mereka iri seketika. "Steve aku berangkat ke butik dulu ya."     

"Tidak bertemu Jean dulu?" tanya Junior.     

"Nanti sajalah, Jean lebih ada urusan sama kamu dari pada aku. Kalau kalian udah kelar baru giliranku."     

Junior hanya mengangguk. Menarik Queen kepelukannya lalu mencium bibirnya dengan dalam sebelum melepaskannya.     

Semua orang hanya bisa melongo dan ngiler melihat pasangan itu. Untung ibu Asih sudah kembali sibuk mengatur acara jadi tidak perlu istighfar berkali-kali karena melihat adegan film dewasa di rumahnya.     

Queen mengambil dompet dan kunci mobil milik Jovan lalu menghampiri Laras dan Pian yang masih terbengong karena shok.     

"Ayo berangkat. Kita akan belanja banyak hari ini." Queen menarik dan menggandeng Laras dan Pian bersamaan keluar rumah.     

Membuat Junior langsung tidak suka pada Pian.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.