One Night Accident

HEAD OVER HEELS 30



HEAD OVER HEELS 30

0Happy reading     
0

***     

"Jean ... pelase. Duduk bisa nggak?" Mata Jovan mengikuti gerakan Olive yang berjalan mondar-mandir terlihat gelisah.     

"Jov ... aku harus bilang apa nanti. Aku takut ... bagaimana kalau mom dan dad marah dan menganggap aku sudah tidak penting lagi, atau mereka tanya-tanya kenapa dulu aku kabur dari rumah." Olive akhirnya duduk di sebelah Jovan dengan tangan memilin pinggiran bajunya dengan resah.     

Pagi tadi setelah sarapan tiba-tiba Jovan mengatakan kalau orang tuanya sudah dalam perjalanan ke sana. Tentu saja Olive langsung panik. Dia tidak ada persiapan sama sekali.     

Sudah 20 tahun mereka tidak bertemu. Pasti akan sangat canggung sekali.     

"Kamu sudah ingat?" tanya Jovan langsung duduk tegak.     

Olive menoleh ke arah Jovan. Dia melihat Jovan dengan wajah malu lalu mengangguk pelan.     

Jovan terseyum lebar. "Ingat waktu kecil sama aku? Javier? Alxi? Junior? Aurora? Mom, Dad, paman ...."     

"Aku ingat semuanya Jovan." Olive menghentikan perkataan Jovan yang terlihat penuh semangat.     

"Syukurlah, welcome back sister." Jovan menarik tubuh Olive dan memeluknya sayang.     

"Aku merindukanmu. Kami semua merindukanmu," ucap Jovan dengan tulus. Walau saat kecil dia suka iri karena Javier yang lebih suka main bersama Jean. Tapi, Jovan tetap sayang pada saudara perempuannya itu.     

"Aku juga merindukan kalian semua. Maaf karena dulu sempat kabur dari rumah." Entah kenapa Olive tiba-tiba merasa ingin menangis.     

Jovan melepas pelukannya dan mengusap lembut rambut Olive. "Mom dan Dad pasti akan sangat senang melihatmu masih hidup."     

"Benarkah?" Olive masih khawatir.     

"Lihat saja, mereka akan memyambutmu dengan penuh kebahagiaan." Jovan berusaha menyemangati Olive.     

"Ehemmm ...."     

Jovan dan Olive tersentak kaget saat ada yang tiba-tiba berdehem. Ternyata Daddy Daniel  pelakunya. Tentu saja dengan mommy Ai di sebelahnya.     

"Dad, Mommm." Jovan berdiri dan segera mencium kedua pipi Mommynya.     

"Jadi ... kamu memanggil Mom dan Dad untuk melihatmu pacaran lagi?" tanya Ai menoleh ke arah Jean.     

Sedangkan Jean hanya menunduk. Belum berani melihat ke arah mereka. Rasanya sangat campur aduk.     

"Pacaran? siapa yang pacaran?" Jovan melihat ke arah pandangan Ai.     

"Astaga, dia bukan pacarku Mom. Dia itu istimewa, Mom pasti tidak akan menyangka siapa dia." Jovan menggandeng Ai mendekati Olive.     

"Aku seperti mengenalnya." Tiba-tiba Daniel bicara. Dia sudah memperhatikan Olive sedari tadi dan merasa wajah itu tidak asing di matanya.     

"Apa dia anak salah satu artis? pejabat?" tanya Ai pada Jovan.     

"Dia lebih dari itu." Jawab Jovan dengan senyum lebar.     

Ai menatap Olive yang masih menunduk dengan jantung berdebar-debar. "Siapa namamu?"     

"Olive," jawab Olive lirih.     

"Itu nama pemberian orang tua angkatnya, namanya yang ...."     

"Jovan ... bisa diem enggak. Kamu tidak memperhatikan dia. Menunduk sedari tadi, pasti lagi ketakutan habis kamu apa-apain." Ai curiga karena tubuh Olive seperti bergetar. Diapain sama Jovan sampai katakutan begitu. batin Ai.     

"Aku apa-apain. Maksudnya apa?" tanya Jovan bingung.     

"Astagfirullahhaladzim, Mom. Jovan enggak ngapa-ngapain dia." Jovan langsung membantah begitu mengerti perkataan Mommynya.     

Dia kan impoten mana bisa ngapa-ngapain perempuan. Lagian, mau dibantai Javier apa karena berani nyolek Olive.     

Ai mengabaikan Jovan dan duduk di samping Olive. Dia memegang tangan Olive yang terasa dingin. Lalu mendongakkan dagunya agar Ai bisa melihat wajahnya.     

Seketika Ai merasa de Javu. Benar kata Daniel. Wajah ini seperti tidak asing baginya. "Apa, kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Ai.     

Olive ingin bicara tapi tenggorokannya terasa tersumbat oleh sesuatu. Matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis.     

"Aku ... Aku ...."     

"Tidak usah takut. Aku ibunya Jovan, apa Jovan menghamilimu?"     

"Mommmm, jangan aneh-aneh deh. Enggak mungkin aku hamilin saudara sendiri." Protes Jovan seketika.     

Olive yang gugup sekarang jadi heran.  Dulu waktu dia telpon, Alxi mengira dia dihamili Jovan. Sekarang dia gerogi Mom Ai juga menyangka dia dihamili Jovan.     

Sebegitu hobikah Jovan menghamili perempuan? Sampai keluarga sendiri langsung bertanya begitu?     

Tetapi, kalau Jovan hobi hamilin perempuan kenapa anaknya cuma satu?     

"Apa maksudnya saudara sendiri." Daniel mulai curiga.     

Jovan menghembuskan napasnya. "Mom, Dad. Dia Olive alias Jean. Atau kita bisa memanggilnya Jessica Cohza."     

Daniel kembali menatap Olive Sadang tubuh Ai langsung menegang.     

"Jovan, jangan bercanda mengenai adikmu." Walau mengatakan itu, Ai tetap menatap wajah Olive yang baru dia sadari memang mirip Jeannya saat kecil.     

"Aku tidak mungkin bercanda dengan hal seperti itu Mom. Javier yang menemukannya dan sudah melakukan tes DNA."     

Wajah Ai langsung memucat, antara terharu dan tidak percaya. Daniel berdiri dan segera menghubungi Marco.     

"Kemarilah, Jovan menemukan Jean," ucap Daniel langsung.     

Olive tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Ai hanya memandanginya dengan mata berkaca-kaca. Olive sendiri tanpa sadar sudah menangis dalam diam.     

"Kamu benar-benar Jean?" tanya Ai memastikan.     

Olive hanya sanggup mengangguk dengan air mata berjatuhan di pipinya.     

Seketika Ai terisak dan langsung memeluk Olive dengan erat. "Mom ... Mom sangat merindukanmu sayang," ucap Ai disela Isak tangisnya yang semakin kencang.     

"Jean juga kangen sama Mom." Olive ikut menangis sesenggukan.     

Mereka terus menangis dan berpelukan seolah enggak dipisahkan lagi.     

Daniel mendekat ikut memeluk Ai dan Jean. "Selamat datang kembali." Daniel ikut senang karena satu-satunya anak perempuannya sudah ditemukan.     

Jovan berdiri agak menjauh. Memberikan waktu pada orangtuanya untuk bicara dengan Jean. Pasti Mommynya masih ingin memonopoli Jean untuk sementara ini.     

Tidak berapa lama kemudian Marco datang dan menatap Jean dengan wajah tegang.     

"Marco ... lihat. Jean masih hidup, anakku masih hidup." Ai berbicara dengan wajah haru.     

Marco mengangguk dan tersenyum. Mendekat ke arah Olive dan memeluknya. "Senang melihatmu terselamatkan. Masih ingat pada pamanmu ini kan?" tanya Marco.     

Olive mengangguk. "Paman Marco, ayah dari Junior dan Aurora sekaligus suami Tante Lizz."     

"Tidak perlu selengkap itu. Aku percaya kamu Jean asli hanya dari wajahmu. Kamu tidak banyak berubah selain tambah cantik dan sekarang sudah dewasa." Marco kembali tersenyum dia sudah tahu Jean ditemukan karena Junior sudah menjelaskan kepergian ke Padang karena Javier yang berhasil menemukan saudaranya.     

Bukan Marco tidak suka Jean kembali. Tapi ... ini hanya akan mengulang kisah lama. Marco juga takut kedatangan Jean hanya akan menambah kesedihan keluarganya.     

"Javier mana?" Jovan baru ngeh setelah beberapa waktu dan masih ada yang kurang. Dari semua orang yang datang kenapa Javier malah tidak terlihat batang hidungnya. Padahal Jovan sudah mengatakan pada Mom agar membawa Javier serta.     

"Oh ... dia masih di apartemen. Malas keluar katanya." Ai yang menjawab. Karena tadi saat dia mengajak Javier memang anaknya itu terlihat ogah-ogahan. Alasannya tubuhnya masih sakit dan lemas jadi tidak selera berpergian bahkan pulang ke rumah sendiri sekali pun.     

"Ish, dasar. Padahal aku jauh-jauh bawa Jean ke sini. Malah yang dituju kagak nongol." Jovan mengeluarkan ponselnya dan menelpon Javier.     

Pada deringan ke lima panggilannya baru diangkat. "Jav, pulang sekarang. Urgent." Jovan langsung mematikan telpon tanpa menunggu jawaban Javier.     

Bisa-bisa enggak surprise lagi kalau dia beritahu sekarang.     

Ai bahagia. Dia terus menempel pada Jean dengan segudang pertanyaan. Bagaimana kabarnya, keadaannya, hidup dengan siapa, apa yang terjadi. Semuanya dia tanyakan. Ingin mengetahui lebih banyak tentang anaknya yang sempat hilang.     

Daniel menarik Marco ke ruangan sebelah. Membiarkan Ai melepas rindu dengan anak perempuannya.     

"Jadi ... ada masalah apa?" tanya Daniel to the points.     

"Masalah apa?" Marco memandang Daniel bingung.     

"Bibirmu terlihat tersenyum. Tapi wajahmu mengatakan lain. Apa kamu tidak suka dengan Jean?" Daniel hapal dengan tingkat laku adiknya yang satu ini. Dia bisa menyembunyikan ekspresinya ke orang lain, tapi ditipu Marco berkali-kali membuat Daniel hafal sekarang. Kapan Marco senang dan kapan Marco tidak suka.     

"Tentu saja aku senang karena Jean ditemukan."     

"Tapi ...?" Daniel melanjutkan perkataan Marco.     

"Ini sudah 20 tahun berlalu. Waktu yang sangat terlambat brotha. Kamu tahu konsekuensinya." Marco mengingatkan.     

"Kamu kan hebat. Pasti ada jalan lain kan?" tanya Daniel berharap kejadian lama tidak terulang lagi.     

Marco menunduk. "Aku tidak yakin. Waktunya terlalu singkat, padahal semuanya butuh proses yang sangat lama."     

"Kalau begitu, segera usahakan. Aku tahu kamu akan melakukan semaksimal mungkin untuk kami semua." Daniel menepuk bahu Marco berusaha memberi semangat.     

"Aku akan berusaha." Marco menjawab setengah yakin. Tapi Daniel tahu. Marco akan melakukan apa pun demi keluarga.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.