One Night Accident

HEAD OVER HEELS 25



HEAD OVER HEELS 25

0Enjoy Reading.     
0

***     

"AAAAAAAAA ...."     

Olive bangun dan langsung duduk dengan napas terengah-engah.     

Olive memandang sekitarnya. Dia berada di kamarnya.     

Olive mengusap wajahnya seolah ingin menghilangkan bayangan mengerikan yang menimpanya dulu.     

Olive kembali terhenyak. Dia ingat, dia mengingat semuanya.     

Mom, dad, paman Marco, Tante Lizz, para sepupu. Jovan dan terutama Javier.     

Mengingat Javier, Olive langsung turun dari ranjang. Semalam Jovan mengatakan Javier sakit dan muntah darah. Olive harus melihatnya.     

Tapi ... saat akan membuka pintu kamar. Olive kembali teringat. Dia sudah mengusir Javier dari hidupnya. Apa Javier masih mau menemuinya?     

Olive langsung terasa lemas dan terduduk di lantai sambil menangis.     

Olive baru sadar. Dia sangat merindukan Javier, menyayangi Javier bahkan mencintainya.     

Olive ingin bertemu dan mengatakan bahwa dia sudah ingat semuanya. Kebersamaan mereka dan apa yang di rasakan hatinya.     

Tapi Olive juga takut.     

Bagaimana kalau Javier sudah terlanjur kecewa. Bagaimana kalau Javier sudah terlanjur membencinya. Bagaimana kalau Javier terlanjur sakit hati karena ulahnya.     

Olive menyesali perbuatannya kemarin-kemarin yang mengabaikan Javier. Andai waktu bisa diputar. Olive akan membalas semua kasih sayang Javier padanya.     

Sayang semua sudah terlambat.     

Olive menyia-nyiakan cinta Javier hanya demi Bayu yabg ternyata matre itu.     

"Olive ... kamu sudah bangun?"     

Olive mengusap air matanya saat mendengar Laras mengetuk pintu karena tidak bisa membukanya.     

Olive membuka pintu dan melihat wajah Laras  yang begitu resah.     

"Ada apa?" tanya Olive.     

"Kamu udah enggak apa-apa kan?" tanya Laras memeriksa  Olive.     

Olive mengangguk.     

"Syukurlah. Ada keadaan darurat soalnya," ucap Laras heboh.     

"Ada apa?"     

"Polisi datang. Nangkep Jovan sama si cogan. Eh ... maksudnya Junior. Pian, cecan istrinya cogan watpad dan  ibumu juga ikut di bawa. Aku ke sini menyampaikan pesan dari Jovan. Kamu disuruh ambil ponsel Jovan di kamarnya terus suruh telpon orang yang namanya Alxi."     

"Kenapa kamu tidak memberitahu dari tadi?" Olive langsung mengambil kunci rumah Jovan dan mencari ponsel yang di maksud.     

"Hallo Jov. Ngapain pagi-pagi telpon? Mau nanya kabar Javier? Pulang aja Lo. Javier masih pingsan ini. Sodara kok nggak khawatir sama sekali." Terdengar suara lelaki di sana.     

Jantung Olive langsung terasa di remas. Javier masih pingsan? "Apa sakit Javier parah?" tanya Olive sedih.     

"Eh ... Kok Pere? Siapa Lo? kenapa telpon pake nomor Jovan? Maling Lo ya?" Tuduh Alxi langsung.     

"Aku Olive. Jovan ...."     

"Jovan kenapa? Buntingin Lo?"     

Olive mengernyit bingung. Ah ... dia juga ingat sekarang. Yang sedang bicara dengannya adalah Alxi anaknya Om Pete dan Tante Xia. yang waktu masih kecil sangat nakal.     

"Alxi ... Jovan di tangkap polisi."     

"He ... polisi mana yang goblok tanpa diskonan itu. berani nangkep seorang Cohza? Bilang sama Jovan. Selow, sejam lagi gue pecat itu polisi."     

Klik.     

Olive belum sempat bicara lagi. Tapi ... panggilan sudah di putus secara sepihak.     

Padahal Olive ingin menanyakan keadaan Javier.     

Olive memandang ponsel Jovan ragu. Lalu mensecrol kontak di sana.     

Olive kangen mom dan dad. Tapi untuk menghubungi mereka Olive belum berani. Maka saat Olive melihat kontak atas nama Paman Marco. Olive jadi tahu siapa yang akan bisa menjawab pertanyaannya.     

***     

Ruang rawatnya sangat sepi ketika Javier membuka mata. Tubuhnya terasa sangat lemas. Lalu dia melihat dua jarum yang menusuk tubuhnya. Satunya infus satu lagi darah.     

Javier langsung ingat apa yang terjadi.  Tapi rasa lelah membuatnya akhirnya tertidur lagi.     

Diantara tidurnya Javier sempat mendengar suara-suara orang berbicara. Seperti suara pamannya Marco. Mommy dan daddy-nya. Entah apa yang mereka bicarakan tapi Javier bisa mendengar nada khawatir di dalamnya.     

Ketiga kalinya Javier bangun. Dia melihat Mommynya tidur di kasur sebelah ranjangnya. Lalu Javier berusaha duduk dan menggapai ponsel Ai di meja yang berada di antar dia dan Mommynya. Ternyata baru pukul 3 dini hari.     

Javier tidak bisa tidur lagi. Mungkin efek dia sudah tidur atau pingsan kelamaan. Karena Javier melihat tanggal di ponsel Mommynya sudah berganti. Sepertinya dia tidak sadar lebih dari 24 jam.     

Javier ingin pulang. Sayangnya walau badannya sudah tidak terlalu lemas lagi. Tapi ... sebagai dokter dia tahu. Badannya belum se prima yang dia rasakan.     

Maka dari pada bosan dia akhirnya mendownload game dan bermain dengan ponsel Mommynya. Otaknya masih malas memikirkan yang baru saja menimpanya. Jean, Kunti, kesurupan, muntah darah.     

Javier tidak mau mengingatnya. Javier ingin melupakan semuanya.     

Olive sudah tidak membutuhkan dirinya. Dia harus bisa move on bagaimanapun caranya.     

"Bangsat, anjing."     

Ai tersentak bangun saat mendengar suara orang memaki. Dia melihat Javier yang sudah duduk dengan ponsel di tangan terlihat konsentrasi.     

"Javier ... kamu sudah enakan?" tanya Ai mendekati anaknya.     

"Hmmmmm." Javier hanya bergumam. Masih fokus dengan permainan di ponsel Mommynya.     

Ai mengeryit karena Javier mengabaikan dirinya. Biasanya sesibuk apa pun Javier dia tidak akan pernah cuek seperti ini padanya. Setidaknya menoleh sebentar untuk menjawabnya. Atau sekedar tersenyum menenangkan.     

Ai memegang dahi Javier. Tidak demam. "Kamu mau makan, minum?" Ai menawarkan.     

Javier hanya menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.     

Ai mulai khawatir. Ini tidak seperti Javier. Apalagi Javier lagi-lagi mengumpat-umpat pada ponselnya. Sepertinya dia kalah main game.     

Biasanya Javier selalu manis dan baik. Kenapa jadi kasar.     

Dengan cepat Ai keluar mencari Marco dan Daniel di ruangan Marco.     

"Tweety, ada apa?" Daniel sepertinya juga baru tidur karena terlihat matanya masih mengantuk.     

"Javier sudah bangun."     

"Kenapa tidak telfon saja. Aku akan ke ruangan Javier." Daniel turun dari ranjang yang ada di ruangan Marco lalu mengguncang tubuh Marco agar bangun juga.     

"Ada ...." Marco tidak menyelesaikan Pertanyaannya saat melihat Ai di sana.     

"Javier sudah sadar ya?" tanya Marco ikut turun.     

Ai mengangguk. "Tapi ... dia terlihat aneh."     

Marco langsung mengingat perkataan ustadz waktu itu. "Apa Javier gila? mengamuk atau apa?"     

"Gila? jangan smbarangan bicara." Ai melotot ke arah Marco.     

"Lalu aneh bagaimana? Soalnya kata pak ustadz begitulah efek samping kelonan sana kunti." Marco berjalan mengikuti Ai dan Daniel di depannya.     

"Javier enggak gila. Tapi ... Aneh saja. Javier kan kalem, baik, ramah. Tadi ... dia cuek dan mengacuhkan aku. Bahkan saat aku bertanya dia tidak menoleh sama sekali. Seperti sedang sibuk dengan pikirannya sendiri dan ... suka mengumpat."     

"Maksudnya linglung begitu?"     

"Yah ... mirip-mirip lah, trus agak kasar bahasanya." Ai tidak bisa menjelaskan lebih lanjut karena mereka sudah sampai di ruangan Javier.     

Javier masih fokus dengan game di ponsel Ai. Dia sudah lama tidak memainkannya, padahal dulu dia dan Jovan sering berlomba mencapai level paling tinggi.     

Sejak Jean hilang, Javier memang tidak ada gairah bersenang-senang. Entah jalan-jalan, main perempuan atau sekedar main game untuk menghilangkan kepenatan.     

Hanya sedih, muram dan galau berkepanjangan.     

Sekarang Javier sudah menyerah. Dia sedang ingin melakukan penghiburan untuk dirinya sendiri.     

Main perempuan? Javier belum berminat. Jalan-jalan dia masih belum fit benar. Jadi, dia akan main games sampai lelah dan bosan.     

Javier tahu saat Mommy, Daddy dan pamannya masuk. Tapi ini sedang genting. Dia sedang asik melawan musuhnya ketika tiba-tiba ponsel Ai berdering membuat game yang dia mainkan buyar seketika.     

"BANGSATTTT." Javier langsung mematikan panggilan itu tanpa melihat siapa yang menelpon.     

Sayang semua terlambat. Gara-gara panggilan itu dia yang nyaris menang malah kalah dengan dengan sangat tipis.     

"ANJING, BEGO."     

Brangkkk.     

Javier melempar ponsel Ai hingga membentur tembok dan hancur seketika saking kesalnya.     

Ai memegang lengan Daniel kaget. Marco dan Daniel melihat Javier bingung. Sejak kapan Javier suka berkata kasar?     

Javier menoleh dan melihat ketiga orang itu menatapnya diam. "Oh. Mom, Dad, paman," sapa Javier seolah biasa saja.     

"Kamu baik-baik saja?" tanya Daniel.     

Javier mengangguk. "Tapi sekarang aku mengantuk. Bisa kalian keluar, aku mau istirahat."     

Tanpa menunggu jawaban semua orang Javier merebahkan diri dns menarik selimutnya lalu memunggungi semua orang.     

Javier malas di interogasi. Lagi pula sebenarnya Javier malu karena ketahuan tidur sama lelembut. Jadi ... lebih baik abaikan semua.     

Javier sekarang tidak mau diganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya terpojok atau ceramah berkepanjangan.     

Javier lelah menjadi baik.     

Karena menjadi baik tidak bisa membuat Javier bahagia. Mulai sekarang dia akan menjadi seperti Jovan. Berbuat sesuka hati. Yang penting senang dan happy.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.