One Night Accident

HEAD OVER HEELS 24



HEAD OVER HEELS 24

0Enjoy Reading.     
0

***     

Olive melihat dua anak kecil sedang bercengkrama. Olive bingung saat mengenali wajah itu. Itu adalah dirinya ketika masih kecil. Tapi ... siapa bocah lelaki itu?     

Olive terlihat asik bermain dengan bocah lelaki itu. Mereka terlihat akrab dan seperti memiliki dunia mereka sendiri. Di taman, di rumah di meja makan. Mereka selalu berdua hingga mengabaikan satu lagi anak kecil di sekitar mereka.     

Olive kembali terhenyak. Kedua anak lelaki itu adalah Javier dan Jovan. Yang selalu bermain dengannya adalah Javier sedang yang cemberut merasa di abaikan adalah Jovan.     

Bayangan kebersamaan mereka silih berganti. Seperti film yang di putar di sebuah layar lebar.     

Lalu disanalah Olive. Berada di sebuah rumah yang berbeda. Olive kecil berjalan memasuki semua kamar seperti mencari sesuatu.     

Lalu Olive berhenti di sebuah pintu yang sedikit terbuka.     

"Jadi fix ya, duo J akan tinggal bersamaku lagi?"     

"Iya, duo J akan tinggal di Indonesia. Bagaimanapun  Javier dan Jean terlalu dekat. Aku khawatir akan muncul rasa lebih dari sekedar saudara."     

" Tapi mereka masih memiliki DNA yang berbeda. Jadi aku rasa tidak masalah kalau Javier dan Jean saling suka lebih dari saudara."     

"Mungkin tidak apa. Tapi, pikirkanlah     

... Jesica itu memiliki kondisi tubuh yang tidak stabil. Aku hanya     

khawatir jika mereka sudah dewasa dan benar-benar jatuh cinta,     

lalu menikah. Bagaimana kalau mereka tidak memiliki keturunan?     

Kamu tahu pasti kemungkinan Jesica hamil itu sangat kecil."     

"Hey ... tidak semua rumah tangga memiliki anak dan  mereka baik-baik saja. Lagipula, aku dokter hebat. Bisa     

mengusahakan apa saja."     

"Baik-baik saja di luar. Di dalam hati aku yakin mereka akan terus merasa tidak lengkap. Selain itu Jessica sudah resmi menjadi saudara Javier dan Jovan. Jadi akan sangat riskan kalau     

sampai ada hubungan lebih diantara mereka."     

"Kamu jadi seperti Mom, terlalu mengikuti aturan."     

"Mau bagaimana lagi, aku sekarang     

adalah Raja. Apa yang terjadi dalam kerajaanmu adalah tanggung     

jawabku. Jika setelah dewasa Javier dan Jesica tetap saling suka. Aku tidak akan mencegahnya karena aku tahu, sekali pria Cohza jatuh cinta dia tidak akan bisa berpaling. Hanya saja sekarang ini aku menghindari mereka membuat anak saat mereka sendiri masih anak-anak."     

"Dan ajaran siapakah itu? Sendirinya     

mesum, anaknya enggak boleh mesum. Makanya lain kali kalau bikin adegan dewasa lihat dulu ada balita tidak di sekitarmu. Bukan     

asal coblos saja."     

"Kamu mau mengatur Raja?"     

"Dih, sombong banget sekarang."     

"Kamu bisa sombong dan jadi Raja kalau mau."     

"Ogah. Aku udah kerasan di Indonesia. Enggak mau     

pindah tempat lagi."     

"Kalau begitu ikuti perintah Raja. Rawat duo J dengan benar."     

"Aelah, emang dari orok duo J aku kali yang rawat. Ish ... baru ikut kamu dua tahun saja udah sok. Udahlah jadi fix ini Jessica dan duo J di pisahkan? Aku enggak mau ya nanti duo J     

tiba-tiba diambil lagi."     

"Iya, duo J harus dijauhkan dari Jessica. Karena Jesica itu     

berbahaya dan pengaruhnya tidak main-main. Apalagi pada Javier     

yang berhati lemah. Kalau tidak dipisahkan dari sekarang pasti     

efek sampingnya akan sangat luar biasa."     

"Melendung sebelum waktunya. Hahahhaha."     

Olive tidak tahu siapa yang sedang bercakap-cakap dibalik pintu itu. Tapi Olive bisa merasakan hatinya ikut sakit saat melihat dirinya yang terluka karena akan dipisahkan dengan Javier.     

"Jean, kenapa masih di sini?" Javier dan Jovan menghampiri dirinya.     

"Aku ...."     

"Pasti tidak bisa tidur ya? Ya sudah, ayo aku temani dulu." Javier menarik tangannya agar kembali ke kamar.     

"Tapi Javier, kamu bilang malam ini mau menemaniku main game," protes Jovan di belakang mereka.     

"Besok saja ya Jov. Kasihan Jessica kalau tidak bisa tidur, nanti dia sakit." Javier meminta pengertian Jovan.     

Olive membekap mulutnya. Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. Javier benar-benar menyayanginya lebih dari siapapun.     

Lalu bayangan itu berganti. Olive terlihat sedih dan Javier seperti sedang menghiburnya.     

"Jean ... jangan sedih. Aku tetap menyayangimu dan tidak     

akan mengabaikan dirimu walau kita nanti jauh." Javier memeluknya sayang.     

"Aku ... aku juga sayang padamu."     

"Sudah tidur yuk, khusus malam ini aku rasa Mom dan Dad tidak akan melarangku tidur bersamamu. Besok kan kita sudah berpisah. Aku di Indonesia kamu di Cavendish." Javier     

menepuk ranjang di sebelahnya.     

"Boleh aku memelukmu?"     

Javier tidak menjawab tapi langsung memeluk Olive kecil dan mengelus kepalanya agar tertidur.     

Tapi Olive tidak bisa tidur. Olive ingat perasaan itu. Dia takut kehilangan dan ditinggalkan.     

"Jangan sedih, setiap liburan aku akan ke Cavendish menengok dirimu."     

"Aku sayang padamu."     

"Aku lebih menyayangimu." Javier kembali mengelus kepalanya agar tertidur.     

"Javier?"     

"Hmmm."     

"Boleh aku menciummu?"     

"Tentu."     

Olive tersenyum dan mendekatkan wajahnya ke arah Javier lalu menempelkan bibir mereka.Javier terlihat terkejut tapi tidak menghentikannya.     

Menyaksikan itu, Olive merasa wajahnya memerah. Mengingat apa yang terjadi selanjutnya.     

"Pantas Mom dan Dad suka ciuman di bibir, rasanya memang enak," ungkap Javier polos.     

"Kamu suka?"     

"Boleh kali ini aku yang     

menciummu?" tanya Javier ketagihan.     

Olive tersenyum dan membiarkan Javier kali ini memimpin ciuman mereka. Hingga tanpa sadar Javier sudah berada diatas tubuhnya. Bahkan seolah tangannya memiliki inisiatif sendiri dan mengusap payudara Olive hingga membuat Olive mengeluarkan suara desahan.     

Olive menutup wajahnya berusaha menghilangkan bayangan itu. Tapi bukannya hilang justru suara decapan lidah dan erangan keduanya serasa berteriak-teriak di telinganya.     

"Maaf, apa aku menyakitimu?" tanya Javier terkejut kala mendengar Olive menjerit.     

"Tidak, rasanya geli. Tapi, enak. Coba lakukan lagi," pinta  Olive meletakkan tangan Javier di dadanya yang baru tumbuh.     

Javier terengah dan entah kenapa dia merasa sangat kepanasan ketika melihat Olive yang terus mendesah seperti menahan pipis.     

Javier ingin bergeser dan menghentikan kegiatan mereka karena merasa bibir Olive sepertinya membengkak karena terus menerus dia cium. Tapi saat berusaha bergeser tiba-tiba Olive melenguh dan malah melingkarkan kedua kakinya dipinggang Javier.     

"Jav, kok rasanya semakin enak," ucap Olive setengah bingung setengah keenakan ketika merasakan bagian tengah tubuhnya tergesek-gesek dengan sesuatu yang keras yang sekarang berada diantara kedua paha Javier.     

Javier juga tidak tahu kenapa     

tubuhnya seperti punya pemikiran sendiri dan terus menggesekkan     

miliknya. Yang jelas Javier merasa seperti melayang-layang keenakan.     

Tanpa mengerti apa-apa mereka berdua terus menggesek-gesekkan milik mereka semakin cepat. Rasa kain yang menghalangi tidak mereka perdulikan. Mereka hanya tahu apa yang mereka lakukan sangat nikmat dan menuju sesuatu yang semakin     

membuat penasaran. Hingga beberapa saat kemudian Javier     

melenguh dan Olive menjerit bersamaan. Keduanya mencapai     

puncak kenikmatan tapa tahu bahwa hal itu adalah sesuatu yang     

tidak seharusnya mereka nikmati ketika masih belia.     

"Astaga ...." Javier segera menjauh saat merasakan kedua pahanya basah. Apa dia baru saja kencing.     

Olive menyaksikan adegan itu ikut malu saat melihat dirinya masih terbaring  dengan napas     

terengah-engah juga celana     

dalamnya basah kuyup.     

"Maaf Jean, aku tidak sengaja. Rasanya geli dan enak. Aku     

jadi sedikit terkencing-kencing."     

"Javier, aku juga ngompol," ucapnya malu-malu.     

"Eh ... Benarkah?"     

Olive mengangguk.     

Javier menghembuskan napas lega. "Ya sudah aku ganti celana dulu. Kamu juga. Nanti aku kembali ke sini."  Javier menuju kamarnya dan mengganti baju tidurnya. Begitu selesai dia kembali.     

Lalu bayangan itu berganti lagi. Tapi masih dalam posisi di kamar yang sama. Olive melihat dirinya berciuman intens kembali dengan Javier.     

"Astagaaaa, apa yang kalian lakukan?"  seorang wanita dengan tampilan sempurna terlihat shok. Olive sekarang ingat. Dia adalah mommy Ai.     

"Ada apa tweety." Dan yang baru bicara adalah Daddy Daniel.     

"Astagfirullahaladzim, Javier lepaskan tanganmu dari dada Jessica." Yang terakhir adalah paman Marco.     

Olive kembali menangis mengingat semua keluarganya.     

"Aku rasa ini tidak bisa di tunda lagi." Ai memijit pelipisnya pusing.     

"Javier kembali ke kamarmu," perintah Daniel.     

"Javier tidur di sini Dad, sebentar lagi Jessica akan kembali ke Cavendish. Jadi ...."     

"Javier kembali ke kamarmu. SEKARANG. Dan kalian berdua tidak boleh bertemu lagi sampai usia 17 tahun ke atas." Daniel memotong ucapan Javier.     

"Apa?"     

"Tapi Dad." Javier dan Olive kecil protes bersamaan.     

"Tidak ada bantahan. Javier ke kamarmu sendiri." Daniel     

menatap Javier penuh ancaman.     

Javier berjalan sambil menunduk. Merasa kalah dan sedih.     

"Jessica tidurlah. Ini sudah terlalu malam." Daniel tidak     

menunggu jawabannya dan langsung menggandeng Ai dan     

mendorong Marco agar keluar dari kamar.     

Lalu suasananya sepi. Olive menghampiri dirinya sendiri yang menangis sesenggukan di atas ranjangnya. Olive tahu betapa sakit hatinya dia saat itu. Tapi sekarang olive mengerti. Apa yang dia lakukan dengan Javier memang termasuk kebablasan.     

"Jangan lakukan itu." Olive memohon pada dirinya sendiri.     

Tapi semuanya sudah terjadi. Olive melihat dirinya menaruh sebuah kalung lalu pergi.     

Bayangan berubah kembali. Olive berada di tempat yang gelap dan terus bergerak. Di sana ada puluhan anak-anak seperti dirinya. Ada yang menangis ada juga yang tertidur.     

Itu adalah sebuah kapal. Setelah Olive kabur dari rumah dia kelaparan. Ada seorang lelaki yang memberinya makanan. Tapi setelah itu ... lelaki itu malah membawanya ke tempat yang berisi wajah-wajah menyeramkan.     

Mereka membentak bahkan memukul anak-anak yang tidak mau mengemis atau ngamen. Olive ketakutan.     

Olive tidak mau dipukuli. Tapi ... Olive lebih ngeri saat para pria melihat tubuhnya dari atas hingga bawah seakan ingin menerkamnya.     

Untungnya Olive memiliki wajah yang memikat. Mereka memutuskan akan menjual Olive saja agar mendapatkan untung lebih besar.     

Lalu di sanalah Olive. Duduk dengan anak-anak perempuan lain yang akan dijual.     

Tapi Tuhan berkehendak lain. Kapal yang ditumpangi Olive tenggelam. Olive masih ingat kepanikan saat itu.     

Semua hanya memikirkan diri mereka sendiri-sendiri. Olive ikut berlari berusaha mencari apa pun agar selamat. Tapi anak kecil seperti dirinya hanya jadi bahan senggolan hingga Olive bisa merasakan tubuhnya jatuh dan terinjak-injak.     

Olive bisa merasakan bajunya yang basah saat air mulai memasuki kapal.  Dia merangkak mencari pintu mana saja yang bisa di lalui agar tidak ikut tenggelam.     

Tapi begitu sampai Olive tahu kemungkinan dia selamat tidak ada. Olive akan mati di sana.     

Olive melihat sebuah pelampung yang sepertinya agak kempes. Olive mengambilnya dengan menangis karena ketakutan. Pada saat itulah hanya nama Javier yang ada di otaknya.     

Jika tuhan menginginkan kematiannya. Olive sudah pasrah. Dengan pelampung di badan Olive berdiri di pinggir kapal. Lalu mengikuti orang-orang.     

Olive melompat ke dalam lautan.     

"AAAAAAAAA ...."     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.