One Night Accident

HEAD OVER HEELS 26



HEAD OVER HEELS 26

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Seperti ini kronologi kejadiannya." Jovan menyerahkan laptop kepada polisi. Beserta barang bukti yang dia miliki. Jovan tidak butuh pengacara. Dia sudah pintar bicara tanpa harus diwakilkan orang lain.     

Jovan, Junior, Pian, Queen dan Bu Asih memang sedang di kantor polisi dan di interogasi. Tapi ... bukannya takut mereka malah bersikap seenak sendiri. Berkat kemampuan hipnotis Junior. Para polisi yang harusnya berwajah sangar dan berkata kasar saat menyelidiki kasus. Malah kali ini mereka menjadi ramah. Bahkan saat harusnya polisi yang mencatat hasil interogasi dengan santai Jovan mengetiknya sendiri di laptop polisi dan menyerahkannya begitu selesai.     

Padahal Pian dan Bu. Asih sudah deg-degan sampai keringat dingin dan gemetaran. Tapi, Junior, Jovan anteng-anteng saja. Bahkan Qi yang tidak ditangkap malah minta ditangkap juga. Kan aneh.     

Mana begitu di kantor polisi Qi malah asik senderan di bahu Junior dan sempat-sempatnya dia order makanan untuk semua orang lalu order sepatu dan yang terakhir cat kuku.  Sekarang dia sibuk mengecat kukunya seolah di rumah sendiri.     

Fix mereka semua aneh. Batin Pian dan Bu Asih.     

"Tetap saja itu melanggar privasi pak. Apalagi merekam tanpa sepengetahuan korban. Itu termasuk pencemaran nama baik juga."     

"Pencemaran nama baik? Saya cuma mencari bukti. Kalau orang itu mau menipu kelurga saya. Sekarang saya tanya sama bapak. Kalau polisi mensabotase data dan privasi orang kenapa boleh? Alasannya pasti demi kepentingan penyelidikan. Saya melakukan juga demi kepentingan penyelidikan orang yang mau nipu adik perempuan saya, apakah saya salah?"     

"Tetap saja. Negara ini ada hukum dan peraturan-peraturan. Dan apa yang bapak lakukan itu tetap ada sangsinya."     

"Oke, no problemo. Yang penting saya enggak mau di tahan. Karena saudara saya sedang masuk rumah sakit dan saya harus segera melihat keadaannya. Jadi saya akan memberi jaminan saja." Jovan ingin segera ke Jakarta.     

"Maaf pak. Tapi anda tidak bisa menjamin diri anda sendiri. Harus orang lain."     

Jovan menoleh ke arah Junior. "Jun ngomong kek."     

Junior melirik Jovan sebentar. Lalu berbisik pada Queen.     

Queen menyerahkan cat kukunya pada Junior, mencium pipinya sekilas lalu berdiri dan keluar dari kantor polisi.     

Jovan heran. "Kok Qi malah pergi sih?"     

"Sebentar lagi juga balik." Junior menutup cat kuku Queen dan menaruhnya di tas yang tadi dia beli.     

Jovan ingin protes tapi tidak jadi. Wajah Junior seolah mengatakan Qi sedang melakukan sesuatu untuk membebaskan mereka.     

Benar saja tidak berapa lama Qi kembali datang dengan kantong kresek di tangannya.     

"100 juta. Uang jaminan untuk mereka semua. Apakah cukup?" tanya Qi sambil meletakkan uang di meja depan polisi yang mengintrogasi mereka.     

100 juta?  mata polisi itu langsung berbinar-binar. "Tentu saja. Sebentar biar saya urus berkas-berkasnya."     

Jovan menganga tidak percaya. Semudah itu dan mereka di bebaskan? Lalu gunanya apa dia nerocos dan menulis kronologi kejadian sejak 3 jam yang lalu kalau ujung-ujungnya hanya seperti ini?     

Dari tadi kek kasih jaminannya. Bukan malah pacaran di kantor polisi.     

Sabar Jovan. Punya adek sepupu muka datar emang harus penuh kesabaran dari pada nanti dia di hipnotis impoten selamanya.     

Eh ... dia kan memang impoten.     

Aduh ... sialan.     

Satu jam kemudian semua clear mereka akhirnya bisa pulang.     

"Kita langsung ke Jakarta?" tanya Junior.     

"Iya. Tapi, kita jemput Jean dulu. Semalam saat Jean pingsan kamu sudah membuka memorinya kan?" tanya Jovan memastikan.     

"Sudah. Hanya aku tidak menjamin apakah Jean akan ingat lagi atau tidak." Junior belum terlalu tahu sampai mana kemampuan hipnotisnya.     

Jovan mengangguk paham. Semalam setelah Olive pingsan. Jovan memang menggedor kamar Junior dan memaksanya untuk menghipnotis Jean dulu mumpung si Jean tidak sadar. Karena kalau Jean dalam keadaan sadar takutnya malah menolak. Sayangnya sebelum mereka tahu hasilnya malah polisi menangkap mereka.     

Mereka baru keluar dan sampai di parkiran saat melihat Alxi turun dari sebuah mobil dengan seorang polisi.     

"Ngapain ke sini?" tanya Jovan.     

"Lah, katanya suruh bebasin Lo semua." Alxi punya feeling tidak enak nih.     

"Telat, kita udah bebas. Ini mau balik ke Jakarta." Jovan, Junior dan semuanya melewati Alxi begitu saja.     

"What? trus ini gimana?" tanya Alxi yang sudah terlanjur membawa kepala polisi agar memecat anak buahnya yang berani menangkap keluarga Cohza.     

"Bukan urusan kita." Jovan dan Junior langsung masuk ke dalam taxi online yang sudah mereka pesan tadi.     

Wah ... rugi ini Alxi. Udah jauh-jauh ke Padang malah tidak dapet apa-apa. Sepertinya dia sedang spes memang.     

Walau begitu Alxi harus tetap konsisten, siapa yang mengusik keluarga Cohza harus di beri pelajaran.     

Akhirnya Alxi dan kepala polisi tetap masuk dan bertanya tentang kasus Jovan.     

"100 juta. Buat jaminan? Kalian polisi apa tukang palak?" Alxi langsung menggebrak meja membuat polisi di sana keder. Apalagi Alxi membawa atasan mereka.     

"Begini pak Alxi. Kami minta maaf tentang ini. Anak buah saya tidak tahu siapa yang mereka tangkap. Saya akan memberikan sp, hukuman atau bahkan memecat mereka kalau perlu. Tapi ... harap masalah ini jangan sampai di perpanjang." Kepala polisi yang sangat mengenal keluarga Cohza ikut khawatir sendiri karena melihat tampang Alxi yang seram.     

"Tentu saja ini harus di perpanjang. Enak saja mau cuci bersih seenaknya. Gue enggak mau tahu. Dalam 1x24 jam gue mau yang memerintah menangkap keluarga Cohza harus di pecat dan kirimkan data mereka ke gue. Mengerti?"     

"Tentu, saya akan segera melaksanakan perintah anda." Kepala polisi itu cari aman.     

Alxi mengangguk dan hendak berbalik keluar. Tapi dia ingat sesuatu.     

"Balikin 100 jutanya."     

Polisi itu langsung menyerahkan plastik berisi uang kepada Alxi.     

Alxi memeriksa isinya. Lalu menaruh segepok ke meja. "Gue masih baik. Nih 5 juta buat beli nasi Padang."     

Setelah itu Alxi keluar dari kantor polisi dengan senang. Ternyata rezeki emang nggak kemana. Mayanlah dapet 95 juta. Bisa buat ajak Nanik honeymoon ke Singapura.     

Behahahahahhaaa.     

***     

Setelah di rasa sepi dan tidak ada siapa pun di ruang rawatnya. Javier baru membuka matanya.     

Javier melepas infus dan turun dari ranjang. Mencuci wajahnya di kamar mandi lalu keluar masih dengan baju pasiennya.     

Badannya sudah segar dan lumayan fit. Hanya merasa lapar karena tidak berselera dengan makanan di rumah sakit.     

"Selamat siang dokter Javier." Beberapa suster dan dokter yang berpapasan dengannya menyapa. Tapi, mereka heran saat Javier melewati mereka begitu saja seperti tidak melihat siapa-siapa. Padahal biasanya Javier akan membalas sapaan mereka setidaknya dengan senyuman ramah.     

Saat sampai di parkiran Javier melihat mobil Marco.     

"Ambilkan kunci mobil dan ponsel pamanku di ruangannya," perintah Javier pada seorang Security. Yakin jam segini biasanya pamannya masih melipir ke ruang rawat pasien dan ponselnya selalu di tinggal di ruangan kerjanya yang pasti kosong itu.     

Benar saja, lima menit kemudian Security itu membawa kunci mobil dan ponsel Marco. "Maaf, tapi pak Marco tidak ada di ruangannya. Apa tidak apa-apa membawa barangnya begitu saja?"     

Javier menatap Security itu tajam. "Lo pikir, gue bakalan nyolong barang paman gue sendiri?"     

Security itu menggeleng. Terkejut dengan reaksi Javier yang menggunakan bahasa Lo gue.     

Javier mengambil kunci dan ponsel Marco dari tangan Security itu. Lalu berjalan ke arah mobil Marco dan memasukinya. Dia lapar, butuh makan. Jadi tepat yang akan dia tuju pertama kali adalah restoran terdekat. Tapi sebelum itu, Javier mampir ke ATM. Dia butuh uang. Untung bisa tarik tunai tanpa kartu. Javier mulai suka dengan kepraktisan.     

Begitu sampai di restoran. Javier jadi pusat perhatian. Bukan karena ketampanannya. Tapi, dia masih mengenakan baju rumah sakit yang membuat semua orang merasa aneh.     

Javier tidak peduli. Dia memesan makanan begitu banyak. Ingin mencicipi semua makanan yang ada di sana. Tapi, ketika pesanan sudah datang dan Javier baru beberapa kali menyuap makanan. Ada makhluk duduk di depannya. Berliur-liur menjijikkan.     

Javier  membanting sendok di depannya kesal karena napsu makannya langsung hilang.     

"Panggilin pemilik restoran." Javier berteriak ke arah seorang waiters yang tentu saja kaget karena Javier tiba-tiba membanting sendok. Apa makanannya tidak enak.     

Waiters itu pergi dan sekejap kemudian datang seorang pria menghampiri Javier. "Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya pria itu.     

"Lo yang punya restoran?"     

"Saya manager di sini. Jika anda ada keluhan silahkan sampaikan kepada saya."     

"Gue mau ketemu sama pemilik restoran. Bukan manager."     

"Maaf pak, kalau ada masalah sampaikan saja pada saya."     

Javier menggebrak meja membuat beberapa makanan berjatuhan dan piringnya pecah berserakan. "Gue ada urusan sama yang punya restoran. Panggil dia sekarang."     

"Pak, anda harus ganti rugi kerusakan." Manager itu melihat ke arah barang-barang yang pecah.     

Javier mendengus. Dia mengambil uang di saku tanpa menghitungnya dan kembali menggebrakkannya di meja hingga ada beberapa lembar yang jatuh. "Tuh, ganti ruginya. Periksa ke kasir sono kalau takut palsu. Trus Panggil yang punya restoran. SEKARANG."     

Javier duduk sambil menatap tajam manager restoran itu yang langsung pergi begitu melihat banyaknya uang yang keluar dari kantong Javier.     

Tidak berapa lama kemudian seorang wanita yang terlihat sangat menawan tersenyum menghampirinya.     

Javier melihat dari atas sampai bawah. Jika orang lain melihat wanita itu pasti akan langsung terpesona karena kecantikannya. Tapi, Javier tidak sama sekali. Justru dia bergidig ketika tahu kecantikan itu tidak alami tapi hasil susuk.     

Cewek modern. Tapi restorannya hasil pesugihan dan wajahnya hasil susuk setan. Javier melihat wajah asli perempuan itu yang sudah rada keriput dan ada beberapa guratan menjijikkan. Di mana dia dikelilingi setan yang sama-sama menjijikan.     

"Saya pemilik restoran ini. Ada yang bisa saya bantu," tanya wanita itu dengan senyum menggoda. Mengira bahwa Javier melihatnya intens karena terpesona.     

"Gue mau. Semua makanan ini di gati yang baru."     

"Tentu saja, silahkan pindah ke meja lain agar kami bisa membersihkan yang di sini," ucap wanita itu masih dengan senyum ramah.     

"Satu lagi, suruh makhluk ini pergi. Gue gak selera makan kalau ada dia di ruangan ini." Javier menunjuk setan pesugihan yang masih berada di tempat yang sama.     

Wanita itu tersenyum tapi wajahnya terlihat sedikit terkejut. "Maaf, maksud anda apa ya?"     

"Tidak usah pura-pura. Gue indigo jadi mending suruh ini setan pergi saat gue makan. Jijik tahu nggak lihat muka rusaknya, bikin selera makan hilang."     

Wanita itu melirik setan itu dan Javier dengan wajah resah.     

"Cepetan ...  atau gue musnahin ini setan biar restoran Lo sepi."     

Wanita itu mengangguk dan pergi ke ruangannya untuk memanggil setan itu agar tidak menggangu Javier makan.     

Javier mencari meja paling pojok. Kembali mendownload game di ponsel Marco sambil menunggu makanan datang.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.