One Night Accident

HEAD OVER HEELS 27



HEAD OVER HEELS 27

0Enjoy Reading.     
0

***     

Sepertinya ini jam makan siang. Karena restoran mulai agak ramai. Dia kembali jadi pusat perhatian karena memaki dan mengumpat kembali saat kalah. Para pengunjung restoran jadi berpikir bahwa Javier pasien rumah sakit jiwa yang kabur.     

"Maaf pak, harap jangan terlalu berisik. Anda mengganggu ketenangan pengunjung lain."     

Javier menatap seorang waiters yang menegurnya. "Nih ambil, minggir lo." Javier mengeluarkan uang dari kantongnya lalu kembali fokus ke ponsel milik Marco.     

Javier bahkan makan masih sambil main game. Tidak mempedulikan tatapan orang-orang yang menganggapnya salah kostum dan sedikit geser.     

"Jovannnnnnnn????" seorang wanita cantik menghampiri Javier dan langsung duduk di sebelahnya.     

Javier tidak mempedulikan wanita itu. Dia lagi urgen, markasnya di serang musuh.     

"Kamu kok pakai baju rumah sakit? kamu sakit?" Wanita itu menyentuh dahi Javier. Tidak demam kok.     

Merasa tidak mendapatkan perhatian Jovan. Wanita itu kesal. Dia dulu pernah kencan semalam dengan Jovan saat di universitas. Jovan terlihat sangat memujanya saat itu. Apa Jovan marah ya karena dia meninggalkan Jovan tanpa memberitahu. Mau bagaimana lagi orang tuanya pindah tugas ke Lombok akhirnya dia ikut pindah juga.     

"Jovan? kamu marah sama aku? aku minta maaf deh karena dulu ninggalin kamu. Sekarang aku sudah balik kok. Kerja di Jakarta juga." Wanita itu meletakkan tangannya di lengan Javier sambil mengelusnya.     

Javier masih konsentrasi. Wanita itu semakin mendekat bahkan menyenderkan kepalanya ke bahu Javier. "Asik banget main gamenya. Mending kita main yang lain yuk." Wanita itu mengelus paha Javier.     

Javier seketika merasa jengah apalagi tangan wanita itu malah menutup ponsel di tangannya membuat Javier tidak bisa mempertahankan Hero nya.     

"BANGSATTTTT." Javier berdiri membuat wanita itu terjatuh karena tadi senderan di bahu Javier.     

"Jovan? sakit tahu," protes perempuan itu mengusap pantatnya yang terhempas ke lantai.     

"Gue bukan Jovan. Gue Javier dan gue enggak minat sama lonte," bentak Javier membuat orang-orang di restoran menatap ngeri karena ada cowok tampan tapi kasar pada perempuan.     

Javier melihat ponsel Marco lagi dan langsung membantingnya hingga hancur. Dia kesal karena lagi-lagi kalah saat sudah hampir menang.     

"Maaf pak, silahkan pergi. Anda membuat pengunjung lain tidak nyaman." tiba-tiba dua Security menghampiri Javier.     

"Kenapa enggak mereka aja yang pergi. Gue juga bayar di sini."     

"Silahkan keluar dari restoran." Dua Security itu berusaha mencekal tangan Javier. Sayangnya Javier sudah siap dengan sekali gerakan dia memukul satu Security dan memiting satunya lalu dengan santai membantingnya hingga menabrak meja dan membuat restoran kacau.     

Mendengar suara ribut dua Security datang lagi ingin membantu temannya. Alhasil Javier di kerubuti 4     

Security sekarang. Sayang Javier memang mode ingin cari keributan. Makanya dengan senang hati Javier meladeni mereka semua. Bahkan dia bermain-main sebentar hingga akhirnya mereka terkapar babak belur semuanya.     

"Kayaknya gue butuh mandi." Javier mengusap keringat di dahinya begitu selesai menghajar 4 Security itu. Orang-orang yang melihat Javier pada minggir karena takut.     

Javier berjalan ke arah kasir yang berdiri pucat pasi takut kena amukan juga. "Hubungi nomor ini untuk mengganti semua kerusakan dan biaya rumah sakit mereka." tunjuk Javier pada Security yang sudah pada pingsan dia hajar. Lalu menulis nomor perusahaan save Security.     

"Bilang saja. Dari Javier."     

Kasir itu hanya mengangguk sambil menerima nomor telpon di tangannya.     

Javier keluar dari restoran dengan hati sedikit lega. Kenapa tidak dari dulu dia menuntaskan kegalauan dengan sedikit nakal. Malah mojok dan meratap dan merana.     

Kalau begini kan ada pengalihan.     

Javier masuk ke dalam mobil Marco. Dia mau pulang ke apartemen saja. Mungkin beli PS seperti masa kecil dulu. Atau main pubg saja di laptop.     

Javier baru setengah perjalanan saat ada mobil lain yang menyalipnya dengan kencang. Javier langsung menegakkan tubuhnya semangat. Dia tersenyum senang saat menemukan  cara lain lagi untuk mengalihkan energi dan pikirannya.     

Javier segera memasukkan gigi dan menancap gas dengan kencang.     

**"     

"Aku rasa Javier benar-benar stress berat." Marco bicara pada Daniel dan Ai dengan mendesah.     

"Stress bagaimana?" Ai paling khawatir. Apalagi saat kembali ke ruang rawat dan Javier malah tiba-tiba sudah tidak ada.     

"Pokoknya Javier kayak bukan dirinya sendiri. Kalian ngeh nggak sih. Javier mencuri mobil dan ponselku."     

"Javier pasti cuma pinjam." Ai membela anaknya.     

"Oke Javier pinjem. Tapi enggak izin dulu, berarti dia nggosob ...."     

"Nanti juga di kembalikan, Sekarang yang penting di mana Javier?" Ai memotong perkataan Marco.     

"Di kebalikan?" Marco bersedekap.     

"Satu jam setelah Javier keluar dari rumah sakit aku mendapat tagihan kerusakan di sebuah restoran, ponselku juga hancur di sana. Padahal banyak data penting yang aku save di ponsel itu." Marco tidak masalah dengan ponselnya tapi isinya sangatlah penting.     

"Salahmu kenapa enggak bikin duplikat data di tempat lain."     

"Aku bikinlah."     

"Ya sudah sih, nanti aku ganti ponselmu." Ai masih membela anaknya.     

"Aku enggak minta ganti rugi Ai. Tapi Javier kali ini memang aneh. Setelah membuat kerusuhan di restoran dia kebut-kebutan di jalan raya. Membiarkan mobilku ditilang dan dia malah pulang ke apartemen naik taxi."     

"Kalau Alxi yang melakukan itu semua aku akan anggap wajar. Tapi ini Javier, dia tidak pernah nakal apalagi bikin kerusakan. Aku curiga masih ada setan nempel sama dia. Makanya kita harus merukyah Javier lagi agar kembali seperti semula."     

"Aku rasa kamu benar. Javier kan selama ini paling kalem. Aku akan minta Sandra memanggil Mbah Suroso sowo untuk datang." Ai setuju. Dia tidak mau Javier jadi stress beneran.     

"Bukannya dia dukun beranak?" tanya Marco.     

"Anaknya yang dukun santet." Ai memberi tahu.     

"Ngaco kamu, anaknya itu dukun pijat."     

"Itu anak perempuan, yang anak laki-laki." Ai masih ngeyel.     

Daniel mendesah. Kenapa malah pada  bahas dukun. Javier itu tidak kenapa-kenapa. Dia hanya patah hati dan sedang menyalurkan rasa kecewanya.     

Daniel tahu karena saat Marco dan Ai sibuk mencari Javier. Jovan menghubungi dirinya karena nomor Ai dan Marco off semua. Iyalah ponselnya sudah di banting javier.     

Awalnya Jovan memang menutupi semuanya tapi setelah hipnotis jarak jauhnya bekerja tanpa di pancing lagi Jovan memberitahu apa yang selama ini terjadi.     

Tentang Jean yang masih hidup dan membuat Javier patah hati untuk kesekian kali.     

Daniel belum memberi tahu Ai karena tidak mau membuat Ai kecewa lagi jika ternyata itu bukan Jean asli. Makanya dia memerintahkan Jovan agar membawa Jean bagaimanapun caranya dan memeriksa keasliannya sebelum Mempertemukan dengan Ai agar istrinya tidak merasa bersalah karena Jean kabur dari rumah.     

Sekarang Daniel sepertinya harus melakukan pembicaraan sesama pria dengan Javier. Tentu saja tanpa Ai ataupun Marco yang merecoki dirinya.     

"Sebaiknya kalian segera berangkat mencari Mbah Suroso sowo. Aku akan ke apartemen mengamankan Javier," ucap Daniel. Tentu saja dia tahu akan langsung disetujui Ai dan Marco yang seperti mendapat dukungan darinya.     

Lihat ... mereka kompak kalau soal keanehan dan ke alayan.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.