One Night Accident

HEAD OVER HELLS 36



HEAD OVER HELLS 36

0Enjoy Reading.     
0

***     

Jean mencengkram handuk yang dia pakai dengan wajah merona malu. Di ranjang Mommynya sudah duduk dan menunggu.     

"Mom membawakan sarapan dan baju ganti untukmu." Ai menujuk meja di mana ada makanan dan baju milik Aurora yang tadi diberikan oleh Lizz.     

Jean masih berdiri tanpa berani mendekat karena takut Ai akan marah-marah.     

"Tidak perlu malu atau menutupi apa pun. Semua sudah tahu apa yang terjadi antara kamu dan Javier." Ai memandang Jean dengan wajah biasa saja. Tapi terlihat nada ketus di dalam ucapannya.     

"Mom ... maaf. Aku ...." Jean menunduk tidak berani mengatakan pembelaan karena di sini dia dan Javier yang salah karena sudah kebablasan.     

"Pakai bajumu, lalu segera sarapan. Mom tunggu kamu di luar." Ai berdiri dan meninggalkan Jean begitu saja. Perasaannya campur aduk tidak karu-karuan.     

Di satu sisi, Ai ingin anak-anaknya bahagia. Tapi, di sisi lain pasti akan banyak yang menentang karena bagaimanapun Jean dan Javier adalah saudara. Walau hanya saudara angkat tapi tetap saja akan jadi masalah. Apalagi Javier sudah di jodohkan dengan putri Leticia.     

Benar-benar runyam urusan. Pasti Stevanie bakal ngamuk-ngamuk mendengar ini.     

Jean menatap bersalah ke arah pintu di mana Ai sudah keluar. Dia langsung menangis menyesali semuanya. Harusnya dia bisa menghentikan Javier seperti semalam bukan malah menikmati dan ikut terlena.     

Tapi ... mau bagaimana lagi, Javier mainnya halus, Jean kan jadi keenakan dan cuma bisa iya, iya saja pas Javier minta nambah terus.     

Astaga ... kenapa otak Jean jadi mesum begini?     

Jean segera memakai baju dan sarapan tanpa selera. Lalu dia ke luar kamar. Bersiap mendapat kemarahan dan cemooh dari semua anggota keluarga.     

Dari dulu mencintai Javier memang berat. tapi, Jean tidak menyangka kalau bisa jadi sesulit ini jika ingin bersamanya.     

Jean keluar dari kamar dan bukan mendapati wajah judes atau marah. Mereka justru terlihat sedih seperti orang berkabung. Terutama Mommy-nya yang matanya terlihat memerah akibat selesai menangis.     

Ke mana Javier? tidak ada. Hanya ada kedua orang tuanya dan Tante Liz yang mengelus punggung Ai seolah menghibur.     

Jean duduk di hadapan mereka seolah tersangka yang akan diintrogasi polisi. Jean menelan ludah susah payah saat merasakan suasana tidak mengenakkan. Jean takut. Dia butuh Javier untuk melindunginya.     

"Kita akan berangkat ke Cavendish." Kata pertama yang terucap dari Daniel dan langsung membuat Jean bingung sekaligus kaget.     

"Apakah aku akan dipisahkan dari Javier?" tanya Jean. Dia ingat dulu waktu usia 10 tahun dia kabur karena tahu akan dipisahkan dari Javier. Apa hal ini memang harus terjadi?     

"Tergantung, jika Javier bisa mengatasi ibuku dan kerajaan Inggris. Aku akan merestui kalian. Tapi, jika tidak. Bersiaplah berpisah dengannya."     

"Daniel ...." Ai menegur suaminya. Dia baru beberapa menit lalu tahu kenyataan bahwa Jean tidak baik-baik saja. Maka mendengar Daniel malah menekan Jean membuat Ai kesal.     

"Sayang, Mom akan selalu mendukungmu. Mom janji akan bikin kamu selalu bahagia," ucap Ai dengan menggenggam kedua tangan Jean erat. Walau untuk ini hatinya penuh rasa sedih dan merana karena baru bertemu anaknya tapi kemungkinan besar akan ditinggalkan lagi.     

Ai yakin jika Jean tahu keadaan tubuhnya maka Jeanlah yang paling menderita di sini. Makanya Ai berusaha kuat agar Jean juga tidak terpuruk nanti jika tahu keadaan kesehatannya sangatlah buruk.     

"Terima kasih Mom," ucap Jean penuh haru. Tadi dia sudah berpikir akan mendapat kemarahan dan kecaman dari semua orang, bukan dukungan seperti ini.     

"Ai ... tidak semudah itu." Daniel tidak suka jika harus bertentangan dengan istrinya. Tapi fakta yang ada memang tidak seenteng pemikiran Ratu-nya itu.     

Ai menatap Daniel dengan mata menyipit tajam. "Mudah atau tidak, itu urusanmu. Aku cuma mau anakku bahagia di ...." Ai hampir keceplosan mengatakan disisa hidupnya.     

"Pokoknya kalau Jean dan Javier mau menikah. Ya ... nikahkan saja. Toh mereka bukan saudara kandung. Masih bisa sah," ucap Ai tidak mau mengalah.     

Daniel mendesah. Dia lebih baik diam jika Ai masih dalam mode tidak bisa diganggu guggat begitu.     

Tidak berapa lama kemudian Javier dan Marco bergabung bersama mereka.     

Jean merasa tenang begitu Javier duduk di sebelahnya tapi sayangnya jangankan bicara menoleh pun Javier tidak melakukannya. Jean jadi bingung kenapa Javier seperti menghindar?     

Javier sendiri bukan tidak mau menyapa Jean akan tetapi dia masih belum tahu apa yang harus dia lakukan. Javier ingin bersamanya, Javier sangat mencintainya tapi Javier belum siap jika harus kehilangannya.     

Javier bingung dia harus bagaimana?     

Dalam keheningan itulah tiba-tiba ada suara anak kecil menyapa semua orang.     

"Assalamualaikum Oma, Opa, Paman Javier, semuanya. Mahesa pulang!" Teriak Mahesa dari pintu masuk sambil berlari menuju ke arah mereka.     

"Mahesa hati-hati." Jovan memperingatkan anaknya dengan nada khawatir kalau Mahesa sampai jatuh. Sedangkan Mirna terlihat membawa beberapa barang yang isinya adalah Lego yang dibeli Mahesa.     

"Mahesa dari mana?" Ai segera menghampiri cucunya dan menggendongnya.     

"Salam Mahesa belum dijawab Oma." Mahesa mengingatkan.     

"Waalaikumsalam cucu Oma paling ganteng." Ai mengecup pelan pipi Mahesa.     

Mahesa menoleh ke arah semua orang. "Yang lain jawabannya mana?" tanya Mahesa.     

"Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.     

Rupanya kehadiran Mahesa membuat suasana yang tadi hening, muram dan penuh ketegangan mencair seketika.     

"Pertanyaan Oma juga belum dijawab lho. Tadi Mahesa dari mana? Kenapa Oma nggak diajak?"     

"Mahesa habis jalan-jalan ke kebun binatang terus mampir ke toko lego. Itu Mahesa beli Lego banyak banget." Mahesa menunjuk ke arah Mirna yang masih kerepotan membawa semua legonya.     

"Habis dari beli lego Mahesa terus pulang deh, terus Mahesa nggak bisa aja Oma karena masih tidur. Kata ayah Oma lagi capek habis kerja keras sama Opa. Nanti kalau Mahesa ganggu Oma pasti Opa akan marah-marah sama ayah. Begitu kata ayah." Mahesa menjelaskan dengan mimik wajah yang menggemaskan.     

"Enggak apa-apa Mahesa kalau Mahesa yang bangunin Oma, pasti Opa nggak akan marah kok."     

"Masa sih?"     

"Iya dong kan Mahesa cucu kesayangan Oma."     

"Kalau bobok bareng Oma lagi, boleh?" tanya Mahesa lagi.     

"Boleh banget sayang, Mahesa boleh tidur sama Oma kapan pun Mahesa mau."     

"Maksud Oma, Mahesa boleh tidur sama Oma kalau tidur siang saja. kalau tidur malam Mahesa sama ayah saja ya tidurnya. karena Oma mesti bantu Opa kerja kalau malam." Daniel tidak mau mengalah.     

"Tidak usah dengarkan Opa, dia bisa kerja sendiri kok malam hari. Mahesa tenang saja ya nanti malam tidur bareng Oma lagi." Ai mendelik ke arah Daniel.     

Saat semua orang sedang asik memperhatikan tingkah Mahesa dan perdebatan Daniel serta Ai. Jean merasakan tangannya digenggam.     

Jean menoleh dan mendapati Javier juga menatapnya dengan senyum seolah menguatkan.     

Jean melihat sinar mata Javier terlihat penuh tekad. Jean balik tersenyum. Apa pun keputusan Javier, Jean akan menerimanya.     

Jika Javier memilihnya. Berarti Javier memang jodohnya. Tapi, jika ternyata Javier tidak bisa membantah peraturan dan perjodohan yang sudah terlanjur terjadi. Jean akan pergi tanpa menganggu Javier lagi.     

"AKU AKAN MENIKAHI JEAN."     

Seketika semua percakapan terhenti begitu mendengar Javier bicara dengan lantang dan tegas.     

Daniel terdiam kaku, Marco tersenyum memaklumi, sedangkan Ai langsung memeluk Mahesa dan membawanya pergi. Tidak tahu apakah harus senang atau sedih melihat anaknya yang hanya akan bahagia sementara.     

"Apa aku ketinggalan sesuatu?" tanya Jovan bingung melihat ekspresi semua orang yang tidak menyenangkan.     

"Baiklah persiapkan dirimu ke Cavendish, kita berangkat 1 jam lagi." Daniel memutuskan lalu menyusul Ai yang Daniel tahu pasti masih bersedih.     

"Bebeb, kita berkemas." Marco menarik istrinya agar menyingkir dari sana.     

Jovan semakin bingung. "Ada yang mau menjelaskan padaku apa yang terjadi?" Tanya Jovan ke arah Javier.     

Javier hanya tersenyum melihat kebingungan Jovan. Tadi Javier sempat bimbang karena banyak ketakutan meliputi dirinya.     

Takut sedih, takut merana lagi takut tidak akan bisa menghadapi keterpurukan jika Jean benar-benar meninggalkannya nanti.     

Namun kehadiran Jovan membuat Javier sadar bahwa dia masih lebih beruntung daripada saudara kembarnya itu.     

Jovan kehilangan Zahra tanpa sempat melakukan apa-apa.     

Sedangkan Javier.     

Javier masih punya waktu bersama Jean. Javier masih bisa membahagiakan Jean, Javier masih bisa membuat kenangan lebih baik bersama Jean. Sehari, dua hari, seminggu, sebulan setahun atau berapa lama pun waktu yang Tuhan berikan padanya. Javier tidak mau menyesal karena menyia-nyiakan waktu dalam keraguan dan kebimbangan.     

Javier akan membahagiakan Jean. Sesingkat apa pun waktu yang dia dapatkan.     

Sedetik, dua detik atau satu jam. Semua waktu Javiar mulai hari ini hanya akan digunakan untuk membahagiakan Jean.     

Semuanya nya hanya untuk Jean.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.