One Night Accident

HEAD OVER HELLS 38



HEAD OVER HELLS 38

0Enjoy reading.     
0

***     

"Sekarang?" tanya Marco memastikan.     

"Iya."     

"Baiklah." Marco lalu keluar ruangan. Tidak berapa lama kemudian dia masuk dengan dua dokter di sebelahnya.     

"Duduk, sudah tahu cara ijab kabul kan?" tanya Marco lagi.     

Javier mengangguk.     

"Bagus, mas kawin?"     

Javier mengeluarkan dompetnya. Marco mengambil beberapa lembar lalu dia taruh di meja.     

"Mereka berdua yang akan jadi saksi. Dan sudah dipastikan akan tutup mulut."     

Javier hanya mengangguk. Sebenarnya dia heran karena pamannya sesigap ini. Javier pikir saat dia mengatakan sekarang pamannya akan memanggil penghulu dan beberapa orang yang dia kenal untuk menjadi saksi. Mana Javier sangka bahwa saat dia mengatakan sekarang maka akan dilakukan sekarang juga.     

Maka sepuluh menit kemudian Javier masih terasa bermimpi saat kata sah terucap dari mulut dua orang saksi yang tidak dia kenal sama sekali.     

Sudah? Hanya begitu saja? batin Javier sesaat setelah saksinya pergi.     

"Kenapa?" tanya Marco.     

"Enggak. Ini benar sudah sah?" Javier memastikan.     

"Sudah dongk. Kamu pikir tadi main-main. Sekarang Jean sudah jadi istrimu. Surat-surat nanti menyusul, paman yang akan mengurusnya."     

Javier tersenyum lega. "Terima kasih paman."     

"Jovan sudah kembali, kamu ditemani Jovan saja. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku. Paman mau ke kerajaan dulu melihat situasi." Marco pergi begitu melihat Jovan datang dengan dua cup kopi di tangannya.     

"Nih."     

"Terima kasih," ucap Javier menerima kopi pemberian Jovan.     

"Maaf karena tidak bisa membantu," ucap Jovan.     

"Tidak apa-apa. Aku mengerti. Kamu dulu pernah mengalami ini waktu bersama Zahra."     

Jovan mendesah. "Nenek memang mengerikan kalau sedang marah. Kenapa dia menyebalkan sekali. Semua orang harus menikah sesuai kriteria pilihannya. Cinta kan tidak bisa ditebak ke mana akan berlabuh."     

"Tidak apa-apa namanya juga penguasa Cavendish. Siapa yang berani melawannya. Mom saja kalah dengannya." Javier menyeruput kopi di tangannya.     

"Dosa enggak sih doain nenek cepet mati."     

Satu geplakan langsung mengenai kepala Jovan. "Kalau ngomong jangan sembarangan."     

Jovan mengelus kepalanya sambil cemberut "Habisnya, sudah tua tapi gitu banget. Berasa kita dilahirkan tapi tidak diberi pilihan. Harus banget gitu ngikutin aturan. Kan enggak asik."     

Javier mendesah. "Apa aku harus kabur saja kali ya."     

Jovan langsung menoleh ke arah Javier. "Kabur? ke mana? Emang bisa?"     

Javier mengendikkan bahunya.     

"Kabur dari keluarga Cohza atau pun Cavendish itu mustahil. Jantung kita kan sudah ada chipnya. Pasti akan ketahuan juga."     

"Kalau begitu aku harus mencari orang yang bisa membuat chip di jantungku tidak terlacak."     

"Mana ada. Yang bisa melakukan itu hanya uncle Paul."     

Javier berpikir sejenak. Jovan salah, ada satu orang lagi yang kemungkinan besar bisa membuatnya tidak terlacak. Walau Javier tidak sepenuhnya yakin tapi tidak ada salahnya kan mencoba bertanya pada adiknya itu.     

"Jovan, kamu pulang saja gih. Aku mau berduaan dengan Jean."     

"Kamu mengusirku?" tanya Jovan.     

"Enggak sih. Tapi jangan mengganggu kalau nanti aku dan Jean pengan ciuman atau enak-enakan di ranjang."     

"Ish, ogah. Ya sudah aku balik. Kalau ada apa-apa hubungi aku."     

Javier hanya tersenyum dan langsung menutup pintu ruang rawat begitu Jovan keluar.     

Javier mencari ponselnya dan mencari nomor Ashoka dan segera mengirim chat kode padanya.     

Beberapa saat kemudian ponselnya berdering tanda Ashoka sudah menerima pesan darinya.     

"Ashoka?"     

"Ya, Jav?"     

"Aku akan kabur," ucap Javier tanpa basa basi. Terjadi keheningan di seberang sana. Mungkin adiknya sedang mencerna perkataannya.     

"Bisa kamu sembunyikan keberadaanku dari seluruh keluarga? Mengerti kan maksudku," tanya Javier memastikan.     

"Oh, kamu mau kabur dan menyuruhku mengacaukan sinyal chip di jantungmu agar keberadaanmu tidak bisa dilacak siapa pun?"     

Ah ... adiknya memang pintar. "Bisa kan?"     

"Aku tidak bisa janji. Tapi, aku usahakan."     

Jika As sudah mengatakan akan mengusahakannya. Pasti keberhasilannya mencapai angka 90%.     

"Bagus, dan boleh aku minta tolong satu lagi."     

"Hm ...." Jawab As terdengar malas.     

"Kamu tahu leticia."     

"Putri Inggris yang akan dinikahkan denganmu."     

"Tolong singkirkan dia. Maksudku, culik leticia. Tapi, jangan disakiti. Aku hanya ingin pernikahanku dengannya batal. Jadi pastikan dia menghilang sampai tiga bulan yang akan datang. Jika dia tidak ada, aku yakin pernikahan kami akan batal dengan sendirinya."     

"Oh, okey. Ada lagi?" tanya As menyindirnya.     

"Tidak. Thanks. Aku pergi dulu, sampai ketemu tiga bulan lagi. Ah ... Aku sayang padamu, adikku paling manis dan baik."     

Javier memutuskan panggilan dari As sebelum As kesal karena dipanggil adik manis olehnya.     

Javier melihat Jean yang masih tertidur. Itu lebih bagus, dengan begini lebih mudah membawanya. Tanpa penolakan dan pertanyaan.     

Javier segera mempersiapkan semuanya. Alat kedokteran dan obat untuk menunjang kesehatan Jean selama tiga bulan yang akan datang.     

Lalu Javier menghubungi pamannya Marco. Karena tidak mungkin dia bisa keluar dan menghilang dari Cavendish tanpa bantuan salah satu penguasa Cavendish. Pilihannya ada tiga Stevanie, Daniel dan Marco.     

Javier lebih memilih pamannya Marco karena sudah jelas hanya dia yang 100% mendukungnya.     

***     

"Jadi ... kamu mau bulan madu ke mana?" tanya Marco sebelum Javier menaiki pesawat yang sudah dia sediakan sebelumnya.     

Javier hanya tersenyum. "Suatu tempat yang tidak ada pengaruh keluarga Cohza dan Cavendish di sana."     

Marco mengeryit. "Kamu tidak bermaksud benar-benar menghilangkan? Kalau iya, Paman enggak jadi bantuin."     

"Enggaklah paman. Jantung Javier kan ada chipnya. Mau menghilang ke mana pasti juga ketahuan."     

"Ah ... benar juga. Ya sudah hati-hati. Nenekmu biar aku yang tangani. Kalau bisa sih," ucap Marco tidak yakin sendiri.     

"Terima kasih paman," ucap Javier sekali lagi sebelum naik ke dalam pesawat.     

"Jangan lupa memberi kabar," teriak Marco sambil melambaikan tangannya.     

Javier mengangguk lalu masuk ke pesawat di mana sudah ada Jean di dalam yang sengaja di beri obat tidur agar tidak terkejut dan panik ditengah perjalanan.     

"Semoga bahagia," ucap Marco sekali lagi begitu pesawat lepas landas.     

***     

"Selamat pagi."     

Jean membuka matanya ketika merasakan kecupan di dahi.     

"Javier?" Jean mengangkat tangannya dan mengelus wajah Javier. Memastikan bahwa ini memang dia.     

"Apa ada yang sakit?" tanya Javier menggenggam tangan Jean yang tadi mengelus wajahnya lalu menciumnya lembut.     

"Kenapa kamu di sini? Bagaimana kalau Oma tahu." Jean langsung panik dan hendak bangun.     

Javier segera mencegahnya. "Tidak apa-apa Jean. Tidak akan ada yang mengganggu kita di sini."     

"Tapi Javier. Bagaimana kalau ... tidak ada yang menggangu? maksudmu apa?"     

"Kita sedang kabur."     

"A--p ... apa? Kabur?" Jean mengamati sekeliling. Benar saja mereka berada di tempat yang sangat asing.     

"Hanya ada kita di sini." Javier duduk membiarkan Jean ikut duduk dan melihat sekitarnya.     

"Javier ... Seharusnya kamu tidak melakukan ini. Kembalilah ke kerajaan dan menikah dengan putri Inggris."     

"Kamu ngomong apa sih? Bagaimana mungkin aku menikah dua kali. Saat aku sangat mencintai istriku." Javier memeluk Jean dan menangkup wajahnya yang terlihat sedih.     

"Jean, kita sudah menikah. Paman Marco yang menikahkan kita. Jadi aku tidak mungkin menikah dengan orang lain lagi." Javier menjelaskan.     

"Ap ... apa maksudnya menikah?"     

"Kamu sekarang adalah istriku. Aku adalah suamimu. Aku tidak bohong. Aku akan menikahimu dan itulah yang aku lakukan." Javier mengecup dahi Jean penuh rasa sayang.     

Jean malah melepaskan diri dari Javier dan menggeleng sedih. "Kamu tidak boleh melakukan itu Jav, kamu tidak boleh menikahi aku. Seharusnya kamu menikah dengan Leticia. Dia wanita sempurna, tidak seperti aku yang ...."     

Javier segera merengkuh Jean kembali ke dalam pelukan. "Aku hanya mau kamu. Dan hanya kamu. Aku mencintaimu dan akan selalu mencintaimu. Baik kamu sempurna atau pun tidak. Bagiku hanya kamu yang bisa menyempurnakan hidupku."     

Jean menggeleng, air mata turun ke pipinya. "Aku juga mencintaimu. Tapi ...."     

"Sttttt ...." Javier menaruh jarinya di bibir Jean untuk menghentikan ucapannya.     

"Aku mencintaimu dan kamu mencintaiku. Kita hanya butuh kata itu untuk bersama."     

"Harta, kesehatan, keturunan. Semua bisa pergi dan menghilang. Tapi rasa ini, yang ada di dalam hati. Tidak akan pernah pergi apalagi mati." Javier menaruh tangan Jean di atas dadanya.     

"Aku mencintaimu bukan karena kasihan. Aku mencintaimu bukan karna kecantikan. Aku mencintaimu karena itu adalah kamu. Baik kelebihan dan kekurangan mu. Semua tidak aku pedulikan. Aku mencintaimu tanpa dasar yang bisa kamu perhitungkan."     

"Aku mencintaimu." Javier menyatukan kening mereka.     

"Tolong izinkan aku membahagiakan kamu. Izinkan aku dan kamu agar bisa menjadi kita." Javier menatap Jean penuh cinta.     

Jean hanya mampu terisak. Dia tidak tahu apa yang ada di dalam dirinya hingga bisa mendapatkan cinta sebesar itu.     

Jean memeluk Javier dengan tangis haru dan bahagia. "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu," ucap Jean di sela tangisannya.     

"Kita akan bahagia. Aku berjanji untuk itu." Javier mengelus rambut Jean.     

Jean mengangguk. "Terima kasih, sudah mencintaiku."     

"Terima kasih juga karena membalas cintaku." Javier menghapus air mata Jean.     

Jean hanya sanggup memeluk Javier kembali. Karena tidak ada lagi kata yang diucapkan untuk menggambarkan betapa beruntungnya dia mendapatkan suami seperti ini.     

Jean akan bahagia.     

Sangat bahagia.     

Hingga saatnya jika dia pergi nanti. Jean akan memastikan bahwa Javier juga akan terus bahagia.     

***     

Bahagiamu bahagiaku     

Walau Bahagiamu tercipta dari luka hatiku.     

Bahagiamu adalah bahagiaku.     

"Javier"     

Bahagiamu adalah bahagiaku.     

Walau kebahagiaanmu tidaklah bersamaku.     

Bahagiamu akan menjadi bahagiaku.     

"Jean"     

***     

TAMAT     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.