One Night Accident

HEAD OVER HELLS 37



HEAD OVER HELLS 37

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Apa kamu bodoh? Bagaimana mungkin kita membatalkan pernikahan dengan putri Inggris sementara pengumuman sudah disebar ke masyarakat luas."     

Seperti dugaan semua orang. Stevanie langsung murka begitu mengetahui Javier berniat membatalkan perjodohan. Penyatuan dua kerajaan sudah direncanakan sejak Stevanie masih muda. Tapi selalu gagal. Karena lagi dan lagi pangeran atau bahkan dirinya sendiri malah jatuh cinta dengan orang lain. Untuk kali ini Stevanie tidak akan membiarkan perjodohan itu gagal setelah tiga generasi tidak terlaksana. Dia masih merasa bersalah pada sang ayah yang kecewa karena dia malah menikah dengan seorang pengawal.     

"Mom, mungkin memang kerajaan Inggris dan Cavendish ditakdirkan untuk berdiri sendiri." Daniel berusaha membujuk ibunya.     

"Ayolah ... Mom. Mom pernah jatuh cinta dan merasakan bagaimana susahnya ditentang keluarga. Masak sekarang Mom yang mau menentang kebahagiaan cucu sendiri." Untuk kali ini Ai bersikap lembut. Siapa tahu kalau di manis-manis in ibu mertuanya itu bisa luluh.     

"Siapa yang mau hal itu terjadi? Aku juga menyayangi cucuku. Tapi, kebijakan kerajaan bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan. Ada aturan dan kesepakatan yang tidak bisa diubah sesuka hati, meski kamu Ratu sekali pun," ucap Stevanie tegas.     

"Honey, mungkin bisa dipertimbangkan lagi. Bagaimanapun Javier dan Jean sama-sama cucu kita." Peter ikut membujuk.     

"Justru itu masalahnya. Javier dan Jean masih saudara. Meski kalian saudara angkat. Tetap saja akan jadi perbincangan tidak mengenakkan kalau negara lain mengetahui bahwa pangeran Javier menikahi saudara sendiri." Kali ini Stevanie menatap Javier dan Jean dengan tajam.     

"Aku ke sini hanya ingin memberitahu kalau aku akan membatalkan perjodohan dengan Leticia sekaligus menikahi Jean. Aku akan sangat berterima kasih jika seluruh keluarga merestui. Tapi jika tidak, aku berharap tidak ada yang menghalangi," ucap Javier tanpa rasa takut.     

"Javier ... mungkin benar kata Oma, sebaiknya kamu meneruskan perjodohan ini saja." Mata Jean sudah berkaca-kaca. Mendengar Stevanie marah-marah sedari tadi. Sementara tangannya digenggam erat oleh Javier hingga dia tidak bisa pergi.     

"Aku akan menikahimu. Aku sudah berjanji dan tidak ada apa pun yang bisa menghalangiku." Javier menatap Jean dengan penuh keyakinan agar Jean tidak ragu pada dirinya.     

"Termasuk jika kalian tidak akan pernah bisa memiliki anak?" ucap Stevanie membuat semua orang terkesiap.     

Jean melihat wajah Stevanie tidak mengerti.     

"Mom." Marco memohon. Berharap ibunya tidak memberitahu keadaan Jean terlebih dahulu. Mereka berniat memberitahu Jean pelan-pelan agar tidak shok. Tapi sepertinya Stevanie berpikir lain.     

"Sampai kapan pun kamu tidak akan pernah bisa memiliki anak?" Stevanie menatap Jean tajam.     

"Aku tidak masalah dengan itu. Aku mencintai Jean apa adanya." Javier semakin menggenggam erat tangan Jean karena melihat Jean sepertinya shok.     

"Lihat, ini yang kamu inginkan? Menyengsarakan Javier? Membuat Javier tidak memiliki keturunan?"     

Jean semakin gemetaran mendengar itu. Benarkah dia tidak bisa memiliki anak?     

"Kamu lupa seluruh organ dalammu itu hasil transplantasi? Jangankan punya anak. Bahkan hidupmu tertahan berapa lama lagi saja tidak ada yang bisa menjamin."     

"Mom ...." Daniel dan Marco menegur serentak.     

"Apa?" Stevanie menatap tajam kedua anaknya.     

"Itu fakta. Mau ditutup seperti apa pun kenyataan harus di sampaikan."     

"Stevanie, aku tahu kebijakan kerajaan. Tapi kali ini kamu sudah keterlaluan." Petter menegur istrinya.     

Stevanie menatap petter dengan wajah kecewa. "Memang sejak kapan kamu peduli dengan kerajaan. Kamu hanya mengamati tapi tidak membantu sama sekali. Jadi berhenti mengatakan seolah kamu tahu bagaimana berada di posisiku."     

"Stevanie ...."     

Stevanie menepis tangan Peter yang hendak membujuknya.     

Jean sudah gemetar mendengar semuanya. Dia tidak sanggup lagi. Dengan seluruh sisa kekuatan di tubuhnya Jean melapas genggaman tangan Javier dan berlari sambil menangis.     

Jean merasa sangat sesak di dadanya. Dia tidak akan punya anak. Dia akan mati sebentar lagi. Kata-kata Stevanie terus terngiang-ngiang di otaknya hingga akhirnya Jean tidak kuat lagi.     

Jean terduduk di lantai dengan napas terputus-putus.     

Para pengawal yang melihatnya langsung mendekat khawatir.     

"Putri baik-baik saja. Perlu kami panggilkan dokter."     

Jean hanya bisa memegangi dadanya yang terasa sakit. Dia tidak sempat menjawab pertanyaan pengawal karena sepersekian detik kemudian tubuhnya sudah lemas dengan mata terpejam rapat.     

***     

Javier hendak mengejar Jean ketika Marco mencegah. "Biarkan dia berpikir sendiri dulu, nanti baru kita jelaskan semuanya."     

"Memang seharusnya kalian jelaskan dari awal. Agar dia tahu posisinya." Stevanie masih marah dengan Peter sehingga tidak mau menatap wajah suaminya itu.     

"Oma, Javier mohon. Please, Javier tidak mau menikahi Leticia apalagi dengan keadaan Jean yang seperti ini. Javier hanya akan menikah dengan Jean. Tolong hargai keputusanku."     

"Berapa lama? Berapa lama kamu bertahan dengan istri yang sakit-sakitan? Oma hanya menghindarkan kamu dari rasa terpuruk dan hancur suatu hari nanti. Perjodohan akan tetap berjalan."     

Javier menggebrak meja karena sudah emosi. Omanya benar-benar tidak punya hati. "Aku tidak peduli. Aku tetap menolaknya." Javier langsung meninggalkan mereka tidak mempedulikan teriakan kesal neneknya.     

Sayangnya baru Javier mendekati kamar Jean seorang pengawal menghampiri. "Maaf pangeran, putri Jean baru saja pingsan."     

Jantung Javier langsung terasa mendapat hantaman keras. "Di mana dia sekarang?"     

"Silahkan ikut saya pangeran." Pengawal itu berjalan dengan cepat, tahu bahwa pangeran Javier khawatir.     

"Bagaimana keadaannya?"     

"Sedang ditangani dokter." Setelah Jean pingsan pengawal yang melihatnya untung sigap dan memberitahu maid dan memanggilkan dokter kerajaan secepat mungkin.     

"Di ruangan mana dia? Kamu panggil paman Jhonathan SEKARANG." Javier benar-benar panik.     

"Pangeran Jhonathan sudah ada yang memanggil. Silahkan, ke sebelah sini Pangeran." Pengawal itu akhirnya membawa Javier sampai ke tepat Jean.     

Javier langsung masuk dan ikut memeriksanya.     

"Putri sepertinya mengalami shok atau stress berlebihan, selebihnya baik-baik saja." Dokter itu menjelaskan.     

"Dia pingsan dan kamu bilang baik-baik saja?" Javier meraih tubuh Jean dan menggendongnya.     

"Pangeran apa yang anda lakukan?"     

"Aku akan membawanya ke rumah sakit pusat dan melakukan pemeriksaan lanjutan." Javier langsung berjalan menuju mobil.     

"Javier ...." Marco berlari menghampirinya dan melihat keadaan Jean yang pucat.     

"Kita periksa di rumah sakit." Perintah Marco.     

Javier hanya mengangguk karena itu yang akan dia lakukan.     

Hingga dua jam kemudian.     

Marco duduk beristirahat setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh Jean. Javier duduk di pinggir ranjang dan mengamati Jean yang saat ini tertidur.     

Javier menghembuskan napas lega karena Jean masih kuat dan bertahan. Dua jam ikut memeriksa Jean membuat Javier sadar. Tubuh Jean memang sedang kritis dan mengkhawatirkan.     

Pintu terbuka dan Ai masuk bersama Daniel dan seluruh keluarga.     

"Bagaimana keadaannya?" tanya Ai pada Marco.     

"Baik, aku rasa dia masih akan bisa bertahan 1-2 tahun lagi," ucap Marco pelan dengan nada miris.     

Ai hanya mengangguk dan tersenyum pahit. Matanya sudah berkaca-kaca. Apalagi melihat Javier yang terlihat paling sedih.     

"Kami tunggu di luar saja." Ai tidak tahan dan menatap Daniel serta anak-anaknya agar tidak menggangu Javier."     

Marco pun ikut menyingkir. Memberi waktu Javier dan Jean berduaan.     

"Ini baru serangan pertama, dan lihat. Javier sudah terpuruk." Stevanie juga sedih melihat cucunya begitu.     

"Mom ... bisa bicarakan ini lain kali saja. Please, Jean sedang sakit. Jangan membuat suasana bertambah keruh." Kali ini Ai memohon dengan amat sangat.     

Stevanie hanya memalingkan wajahnya.     

"Oma, bagaimana kalau As antar pulang saja. Sepertinya Oma lelah." As menggandeng tangan Stevanie lembut.     

Stevanie hanya mengangguk dan mengikuti cucu kesayangannya pulang. Sedangkan Peter mengikuti dari belakang karena sang istri masih marah padanya.     

"Kalian juga kembalilah. Bagaimanapun kalian Raja dan Ratu. Banyak hal yang harus kalian kerjakan. Sedangkan Javier dan Jean biar di sini aku yang menjaga mereka," ucap Marco pada Ai dan kakaknya.     

"Aku tidak mau. Aku juga mau menjaga anakku."     

"Honey ... bukan aku melarangmu. Tapi percayalah saat ini yang dibutuhkan Jean hanyalah Javier. Keberadaan kita justru mungkin akan membuatnya takut dan kepikiran dengan perkataan Mom." Daniel mengelus lengan Ai membujuk.     

"Benar Ai, biarkan Javier menenangkan Jean dulu demi kesehatannya. Kita mengamati dari jauh saja. Agar dia tidak semakin stress," tambah Marco.     

Akhirnya Ai mengalah dan ikut Daniel kembali ke kerajaan.     

Hanya tinggal Marco dan Jovan di sana.     

"Paman?" Marco menoleh ke arah Javier yang menghampirinya.     

"Jean sudah bangun?" tanya Marco.     

Javier menggeleng. Lalu dia melihat Jovan. "Boleh minta tolong ambilkan kopi untukku. Aku merasa sedikit pusing."     

Jovan mengangguk dan segera pergi. Sepertinya Javier sedang ingin berbicara berdua dengan pamannya.     

Begitu Jovan menyingkir Marco dan Javier masuk ke ruang rawat Jean.     

"Ada apa?"     

"Paman mau menolongku?"     

"Asal paman bisa, pasti paman akan membantu."     

"Tolong, nikahkan aku dengan Jean sekarang."     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.