One Night Accident

HEAD OVER HELLS 31 ( Ekstra part 3 )



HEAD OVER HELLS 31 ( Ekstra part 3 )

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Kenapa? Kenapa tiba-tiba kamu ingin aku membantu Ella? Kamu kan tahu sendiri kalau Jovan hanya mencintai Zahra?" Ini masih pagi tapi Jean yang baru mendengar keadaan pernikahan Jovvan dan Ella langsung menarik Javier ke kamar dan memintanya membantu Ella agar Jovan bisa move on dan bisa lebih dekat dengan Ella.     

"Javier ... aku wanita. Aku mengerti perasaan Ella. Bukan salah Ella kalau Zahra meninggal. Bukan salah Ella juga kalau dia lah yang dijodohkan dengan Jovan. Lalu kenapa Jovan memperlakukan Ella seolah Ella adalah orang yang akan merusak kebahagiaannya?"     

"Jean ... perasaan cinta tidak bisa dipaksakan. Jovan mencintai Zahra. Jadi ... jangan meminta Jovan mencintai Ella kalau pada kenyataannya Jovan tidak bisa."     

"Bukan Jovan tidak bisa. Tapi ... dia tidak mau. Javier ... Zahra itu sudah meninggal. Apa menurutmu Zahra akan bahagia jika Jovan tak kunjung mengikhlaskan dirinya?"     

"Sama seperti aku, Zahra adalah wanita beruntung dan pasti sangat bahagia karena dicintai dengan begitu dalam. Tapi ... sekarang Zahra sudah tidak ada. Cinta Jovan padanya hanya akan menjadi beban untuknya di sana. Zahra akan sedih karena gara-gara dirinya ada wanita yang disakiti berkali-kali. Zahra pasti sedih kalau gara-gara dirinya Jovan tidak melakukan kewajiban sebagai suami. Padahal pernikahan mereka sah menurut hukum dan agama."     

"Dosa yang dilakukan Jovan akan berimbas pada Zahra karena Jovan menyakiti Ella atas dasar cintanya pada Zahra. Jika aku adalah Zahra, aku tidak akan tenang di dalam kuburku. Aku akan sedih, aku akan tersiksa melihat orang yang aku cintai tidak bahagia."     

"Tapi kamu bukan Zahra." Javier tidak suka diingatkan secara halus bahwa Jean pun kemungkinan akan bernasib sama seperti Zahra.     

Jean tersenyum dan menatap Javier dengan serius. "Aku memang bukan Zahra. Tapi aku rasa sudah waktunya kita membicarakan ini." Javier memalingkan wajahnya. Dia tahu apa yang ingin dibicarakan oleh istrinya ini.     

"Javier ...." Jean kembali menarik wajah Javier agar menatapnya.     

"Jika nanti aku mening ...."     

"Tidak, kamu akan baik-baik saja. Kita akan menua bersama," ucap Javier tidak mau mendengar kelanjutan perkataan Jean.     

Jean tersenyum sedih. "Jika aku meninggal ...."     

"Aku sudah bilang kamu akan baik-baik saja." Javier memeluk Jean.     

"Kamu akan baik-baik saja Jean. Berjanjilah kamu akan baik-baik saja." Javier menelungsupkan wajahnya di leher Jean.     

"Aku akan baik-baik saja asal kamu bahagia." Jean mengelus kepala Javier hingga ke punggungnya.     

Jean mendesah berusaha memahami ketakutan Javier karena sudah dia tinggalkan berkali-kali.     

"Javier ... aku juga takut."     

Javier memeluk tubuh Jean semakin erat.     

"Aku sangat takut menghadapi ini. Aku takut mati."     

Javier mendongak dan segera mencium Jean agar menghentikan perkataannya.     

"Kamu tidak akan mati. Aku dan paman Marco akan berusaha menyembuhkanmu. Aku janji ...."     

"Jav ... jangan menjanjikan sesuatu di luar kuasamu." Jean mengelus pipi Javier dengan tatapan pasrah.     

"Aku tidak mau kehilanganmu." Javier benar-benar belum siap.     

"Aku tahu. Aku juga tidak mau meninggalkan dirimu. Tapi ...."     

"Sttt ... jangan bicarakan lagi." Javier menyatukan dahi mereka "Kita akan menghadapi ini bersama-sama."     

Jean memeluk Javier lagi. "Javier ... kamu seorang dokter kan?"     

Javier diam menunggu Jean mengatakan maksudnya.     

"Apa yang akan kamu lakukan jika ada orang sakit? Pasti berusaha menyembuhkannya bukan?"     

Javier masih diam.     

"Tapi ... sebelum kamu mengambil tindakan. Pasti kamu akan memberi tahu keluarganya tentang kemungkinan terburuk."     

"Jean ...."     

"Jav ... ini memang berat. Kamu takut aku juga takut. Tapi ... aku tetap bersyukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan untukku."     

"Aku di beri waktu untuk bahagia bersama kalian. Menikah denganmu. Memiliki Mom Ai, Dad, Ibu, Pian, Jovan dan semua keluarga kita. Aku bahagia karena tidak semua orang bisa bersama keluarganya di saat terakhir."     

"Jean ...." Javier semakin menatap Jean dengan sendu.     

"Javier berjanjilah padaku."     

Javier menggelengkan kepalanya.     

"Javier ... please. Berjanjilah padaku. Jika aku nanti pergi kamu harus tetap bahagia."     

Javier kembali menggeleng dan memeluk Jean erat-erat. "Aku akan ikut bersamamu."     

Mendengar jawaban Javier, Jean langsung tersentak. "TIDAK. Kamu tidak boleh melakukan itu."     

"Aku tidak bisa tanpamu."     

"Bisa, kamu pasti bisa. Lihat Jovan, dia bisa melalui semuanya. Aku yakin kamu juga bisa bahagia tanpa aku."     

Javier memandang Jean semakin terluka.     

"Javier dengarkan aku." Jean merangkum wajah Javier agar melihat matanya.     

"Semua orang akan mati. Hanya saja mungkin aku ditakdirkan pergi lebih dahulu."     

"Jean ...."     

"Javier berjanjilah padaku. Aku mohon untuk yang terakhir kali tolong kabulkan permintaan ku."     

"Jika kamu menyuruhku melupakanmu. Aku tidak bisa."     

Jean menggeleng. "Aku ingin selalu dikenang olehmu. Tapi ... aku ingin dikenang sebagai orang yang membahagiakan dirimu. Bukan sebagai bebanmu."     

"Jadi ... berjanjilah jika aku pergi kamu harus ikhlas dan lanjutkan hidupmu tanpaku. Menikahlah lagi dan bangun keluarga baru lalu berbahagialah," ucap Jean sambil menangis.     

"Kenapa permintaanmu sangat sulit. Aku tidak yakin bisa melakukannya." Javier menghapus air mata Jean yang sudah membasahi pipinya.     

"Berjanjilah Javier. Anggap ini permintaan terakhir ku."     

"Jangan katakan itu. Masih ada kemungkinan kamu selamat." Javier mengecupi wajah Jean.     

"Aku tahu kamu pasti akan berusaha keras. Tapi aku tetap mau kamu berjanji."     

Javier menggeleng.     

"Please."     

Javier kembali memeluk Jean. "Aku janji aku akan bahagia walau kamu sudah tidak ada," ucap Javier dengan nada tercekat.     

"Terima kasih." Jean menangis antara sedih dan lega.     

***     

Jean sudah tertidur lelap ketika mendengar suara pintu terbuka.     

"Kamu terbangun ya. Maaf, tidurlah lagi, aku akan segera menyusul." Javier mengecup dahi Jean, menyelimutinya lalu masuk ke dalam kamar mandi.     

Jean melihat jam. Ternyata sudah tengah malam dan Javier baru pulang kerja. Resiko jadi dokter memang harus siap sedia kapan pun dibutuhkan.     

Jean menunggu tapi Javier tak kunjung naik ke atas ranjang padahal sudah setengah jam lebih Javier masuk ke kamar mandi.     

Jean turun dan jadi khawatir. Dia hendak membuka pintu kamar mandi saat mendengar suara lenguhan dan erangan.     

Jean menutup mulutnya agar tidak menimbulkan suara. Javier sedang onani di dalam sana.     

Jean kembali ke atas ranjang dan menangis dalam diam. Karena ketidaksempurnaan dirinya ternyata membuat Javier menahan diri.     

Selama ini Jean selalu heran. Karena Javier tidak seperti pria Cohza lainnya yang membuat istri-istri nya kualahan setiap kali bercinta. Lembur setiap malam dan bisa nambah terus-menerus jika sedang ada waktu luang.     

Javier hanya bercinta dengan Jean seminggu tiga sampai empat kali. Itu pun hanya 1-3 ronde paling banyak, tidak pernah lebih.     

Tidak seperti cerita-cerita para wanita Cohza lain yang sudah biasa digarap semalam suntuk sampai 7 tanjakan, 8 turunan 10 belokan.     

Katanya mereka sampai lemas bahkan ada yang sampai pingsan karena suaminya yang nagih terus jika sedang kalap.     

Jean tidak mengalami itu karena Javier memilih memuaskan dirinya sendiri dikamar mandi dari pada membuatnya kelelahan dan berujung sakit.     

Javier terlalu mencintainya hingga rela menahan libidonya sendiri.     

Jean terharu sekaligus sedih karena merasa tidak bisa menyenangkan suaminya. Sedang Javier selalu berusaha melakukan yang terbaik baginya tanpa pamrih sama sekali.     

Jean mengusap air matanya ketika mendengar suara pintu kamar mandi dibuka.     

Javier masuk ke dalam selimut dan seperti biasa menarik Jean ke dalam pelukannya.     

"I love u," gumam Javier sambil mengecup dahi Jean lalu memejamkan matanya.     

Jean yang tadi pura-pura tidur sekarang membuka matanya dan melihat wajah Javier penuh rasa cinta.     

Javier selalu berusaha melindungi dan menyenangkan dirinya. Mungkin kali ini Jean bisa menyenangkan Javier dengan sentuhannya.     

Jean mencium leher dan naik ke pipi Javier. Sedangkan tangannya merayap ke dada Javier yang telanjang.     

Javier terbangun ketika merasakan bibirnya dihisap dan dicium dengan lembut.     

"Jean?" Javier menatap Jean tidak percaya karena saat ini istrinya sedang berada di atas tubuhnya.     

"Maaf mengganggu tidurmu. Tapi ... aku sedang ingin." Jean kembali mencium Javier dan kini menelusuri tubuh suaminya menyeluruh.     

Dari wajah, leher, dada, perut hingga akhirnya Jean melepas celana boxer yang dikenakan Javier lalu menggenggam miliknya yang sudah mengeras.     

Javier mendesis nikmat dan mengelus kepala Jean dimana mulutnya kini sedang asik mengulum kejantanannya hingga basah kuyup.     

"Jean ... sudah cukup." Javier mengangkat tubuh Jean dan merubah posisinya hingga kini Javier sudah berada di atas Jean dengan mulut dan tangan menjelajah ke mana-mana.     

Jean langsung mengerang dan menyambut seluruh milik Javier dengan senang.     

Malam itu Jean sengaja menggoda Javier terus menerus. Alhasil Javier hilang kendali dan melakukannya hingga berkali-kali.     

Hari itu untuk pertama kalinya Jean bangun dengan tubuh terasa rontok semua. Tapi melihat ekspresi wajah Javier yang terlihat cerah dan bahagia. Jean tahu. Untuk sekali ini, dia sudah melaksanakan tugas sebagai wanita Cohza dengan seutuhnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.