cinta dalam jas putih

Berdua Dalam Gelap



Berdua Dalam Gelap

0"Sampai! " teriak nita, dia lalu melihat ke arah jarum jam di tanganya dengan wajah yang berseri. Dia lalu membuka helm yang dipakainya, menarik nafas lega dan memandangi jam yang ada di tangannya.      1

"Tepat sekali dua puluh menit! " nita tersenyum ke arah axel yang berdiri mematung di samping motornya.     

Wajahnya sangat tidak enak di pandang, rambutnya yang telah acak-acakkan dan jaket yang dipakainya telah di tempeli banyak daun kering. Penampilannya benar-benar kacau kali ini.     

"Beruntung ibu tadi tidak melemparkan parangnya! " ucap axel.     

Ternyata dia masih terkejut pada kejadian ketika seorang nenek memarahi mereka dengan memperlihatkan parangnya.     

"Kamu tahu kalau kita kena parangnya itu, bisa-bisa kita mati sia-sia! " axel membulatkan kedua matanya ke arah nita.     

Axel berdiri dan memandangi dirinya di kaca spion, merapikan rambutnya dengan kesepuluh jarinya. Lalu membersihkan jaket yang dipakainya, tidak mempedulikan nita yang sedang memandanginya dengan aneh.     

Nita hanya menanggapinya dengan gelengan kepala mendengar ocehan axel yang masih sekitar parang nenek tadi.     

"Dimana rumahnya? " axel bertanya pada nita ketika mereka sampai di sebuah jalan, dan bukan di depan rumah.     

"Di balik pohon besar itu " jawab nita dengan senyuman lebar dan menghidupkan senternya karena hari sudah mulai gelap.     

Axel mengikutinya dari arah belakang nita, dia sangat cepat sekali ketika berjalan. Dan sangat mengenal medan jalan yang akan di laluinya sekarang ini.     

"Berapa kasus pasien yang partus di daerah ini? " axel mencoba mengusir rasa takutnya dari kemungkinan binatang buas yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Dan mengalihkannya dengan bertanya pada nita.     

"Banyak sekali dokter " jawab nita, "usia menikah di desa ini tergolong pada usia sangat muda, dan mereka kesulitan untuk melakukan program keluarga berencana karena kondisi jalanan yang jauh dan tradisi "     

"Tradisi apa lagi? " axel lalu kembali menanyakan tentang tradisi yang selalu di ceritakan oleh nita.     

"Banyak anak banyak rejeki " jawabnya dengan tawa kecil, "ketika di usia aku sekarang masih pecicilan, disini mereka sudah punya anak tiga! "     

Axel menertawakan kesadaran nita yang menyadari bahwa dia pecicilan, usil, dan teledor. Sangat membuat nya senang karena tidak harus mengatakannya sendiri.     

"Tapi aku cinta diriku sendiri " lalu nita mengatakan hal yang membuat axel terdiam, dia seperti sedang mengatakan bahwa untuk bisa memutuskan memberikan sebuah cinta pada pasangan nya dia harus lebih dulu mencintai dirinya sendiri.     

Nita berhenti di suatu rumah semi permanen yang di depannya, hanya di beri penerangan oleh sebuah lampu lima watt saja.      

Axel masih memandangi rumah tersebut dari luar ketika nita mengetuk pintunya, rumah yang jarak ke rumah lainnya sangat jauh dan berada di balik pohon besar membuat axel merasa merinding karena suasana di luar rumah sangat gelap, dia tidak tahu bagaimana caranya untuk pulang nanti setelah pasien itu selesai partus.     

"Saya bawa dokter juga sekalian " ucap nita ketika berada di dalam rumah, dia memperkenalkan axel pada anggota keluarga di rumah pasiennya itu.     

Dia lalu menoleh ke arah axel, "dia ini dokter yang hebat, jadi saya membawa nya supaya bisa tenang ketika menghadapi proses persalinan istri bapak "     

Setelah sekuat tenaga nita berusaha agar mereka menerima axel,  dia berhasil membuat mereka percaya.     

"Pak dokter tinggal di puskesmas " ucap nita kembali, "jadi kalau ada yang sakit, puskesmas bisa melakukan pemeriksaan dua puluh empat jam "     

Axel tersenyum tipis, ternyata dia secara tidak langsung sedang mempromosikan axel yang menjadi dokter baru di wilayah kerjanya. Ternyata dia baru menyadari seperti inilah pentingnya bermitra, karena di tempat barunya axel tidak mungkin akan sekaligus terkenal dan di datangi banyak pasien. Dan nita, walaupun dia menyebalkan tetapi axel sangat berterima kasih sekali padanya sekarang ini.     

"Pembukaan berapa? " lalu axel bertanya pada nita yang sudah melakukan pemeriksaan pada pasiennya.     

"Pembukaan empa centi, ketuban masih positif, bagian terendah kepala, dan penurunannya di hodge tiga " jawab nita, dia lalu membuang sarung tangan yang telah di pakai nya di sebuah plastik yang sudah dia siapkan.     

Dan lalu memberikan satu sarung tangan pada axel dengan senyuman di wajahnya yang tidak terlihat jelas karena penerangan yang terbatas. Beruntung hari ini tidak mati lampu sehingga mereka tidak kesulitan melakukan pemeriksaan.     

Axel senang sekali di berikan kesempatan oleh nita untuk melakuka  pemeriksaan pada pasiennya, dia memiliki satu pengalaman yang sangat penting dalam hidupnya.     

"Apa kamu sering menginap di tempat pasien seperti sekarang? " lalu axel bertanya pada nita yang terduduk di ruang tamu rumah pasiennya.     

"Karena kalau kita kembali ke puskesma, perjalanan nya yang jauh membuat kami memutuskan untuk menginap menunggu sampai waktunya partus " jawab nita, dia lalu menyodorkan sebuah gelas berisi air pada axel.     

"Dokter coba air jahe ini " ucap nya, "supaya perut dokter tidak sakit karena harus bergadang semalaman "     

Axel tersenyum seraya menganggukkan kepalanya, dia lalu meminum nya beberapa teguk. Sampai tiba-tiba hujan lebat turun, dan lampu yang menyala telah mati seketika. Dan membuat suasana menjadi gelap gulita seketika.     

"Hah_ " nita mengejutkan axel dengan menyinari wajahnya menggunakan lampu senter.     

Membuat axel tersentak dari posisi duduknya karena terkejut, baru beberapa detik yang lalu dia bersikap manis sekarang telah berubah kembali menjadi orang usil.     

Dia terkekeh melihat axel yang lagi-lagi ketakutan, "dokter serius sekali "     

"Harus banyak bercanda supaya awet muda! " dia lalu memberikan sebuah saran hidup pada axel.     

"Aku senang bercanda, tetapi tidak dengan wanita usil seperti kamu! " ucap nya dengan nada marah, tapi menakjubkan bagi nya semua kata-kata kasar yang axel ucap kan tadi sama sekali tidak menyentuh hatinya.     

Dia biasa saja dan seolah tidak sakit hati dengan apa yang dikatakan oleh axel, justru terlihat cuek dan hanya memainkan kedua tangan nya untuk membuat sebuah bayangan di dinding dengan bantuan senter yang dia nyalakan tadi.     

Sudah hampir empat jam mereka berada di bawah sinar senter yang cahaya nya mulai redup, karena kekuatan baterai yang di pakai tidak untuk seharian penuh.     

"Kamu mau kemana? " axel menarik tangan nita yang akan beranjak dari duduk nya untuk meninggalkan nya.     

"Aku mau minta keluarga menyiapkan cempor " jawab nita, "karena jika menggunakan lilin takutnya tidak akan bertahan dengan lama, disini sangat jauh untuk bisa pergi ke sebuah warung "     

"Dan juga hujannya deras sekali, kasihan kalau kita menyuruh mereka membeli lilin " sambungnya.     

"Aku ikut " axel lalu berdiri di belakang nita mengikutinya untuk pergi ke pemilik rumah agar menyiapkan barang yang nita minta sekarang.     

Nita menahan tawanya melihat sosok dokter yang sangat penakut hanya karena gelap, padahal dia akan menghadapi hal seperti ini sangat sering di desa tempatnya mengabdi sekarang.     

'Aku ternyata mirip sekali dengan ayah! ' axel berkata dalam hatinya karena malu, di kegelapan dia hanya bisa mengandalkan tangan nita yang ada di depannya itu. Si wanita pemberani sama seperti ibunya, tetapi dia tidak lembut dan penyayang. Ibunya tidak pernah seusil itu, walaupun masih muda. Dan lagi jika ibunya menjadi incaran para lelaki, nita yang satu ini justru menutup diri agar tidak berurusan dengan laki-laki dengan dalih telah memiliki tunangan.     

Karena itu sekarang ini dia tidak ada halus-halus nya bersikap walaupun sedang berhadapan dengan axel yang paling keren dan kharismatik.     

Berjalan berdua menyusuri gelap di sebuah rumah pasien di pelosok desa, benar-benar pengalaman yang tidak akan dia lupakan seumur hidupnya..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.