cinta dalam jas putih

Penolakan keras



Penolakan keras

0"Kamu tidak pernah pergi ketempat seperti ini? " tanya aditya pada aline ketika mereka masih berada di luar gedung yang mereka kunjungi hari ini.      2

Aline menggelengkan kepalanya, dia masih memandangi tempat makan yang begitu asing baginya.     

"Ini tempat makan pak? " dia memutarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan yang sudah dipenuhi semua orang yang berpasangan dan di arah belakangnya tampak sebuah kolam renang yang juga banyak dikunjungi orang.     

"Apa di lantai atas juga tempat untuk makan? " tanya aline.     

"Wah, kamu bergerak cepat rupanya " jawab aditya pelan, "diatas tempat untuk berbisnis, nanti setelah kita selesai makan kita kesana "     

"Untuk apa? kita kan tidak akan berbisnis pak " aline mengerutkan dahinya, "lagipula saya tidak menyukai bisnis "     

"Nanti juga kamu akan menyukainya " jawabnya dengan senyuman, "kita makan saja terlebih dulu "     

Aline menganggukan kepalanya dan mulai memesan makanan yang dia sukai.     

"Senang sekali mereka punya ayah yang mengajak putrinya makan diluar " aline berucap ketika memandangi dua orang yang duduk di hadapannya, hampir di setiap kursi lebih banyak remaja putri dan seorang laki-laki paruh baya.     

Aditya melihat sekilas ke arah yang aline pandangi dan tersenyum.     

"Kamu yakin itu keluarga? " tanya aditya.     

Aline teraneh, "maksudnya? mereka memang keluarga kan? "     

Aditya tertawa kecil menertawakan kepolosan aline kali ini, dia sedang menguji wanita yang sama sekali belum dikenalnya. Sepertinya aditya akan membuat sedikit permainan untuk aline yang dia pikir berpura-pura seperti itu.     

"Bagaimana makanannya? " tanya aditya di sela-sela mereka menikmati makanan yang mereka pesan.     

"Enak bakso pak amin yang biasa mangkal di depan rumah sakit! " cetus aline dalam hatinya, dia lalu tersenyum hambar ke arah aditya.     

"Lumayan... " dia lalu memberikan jawaban dengan suara pelan.     

Aditya tersenyum dengan kedua alisnya yang terangkat melihat ekspresi aline yang aneh. Dia lalu melirik ke arah jam di tangannya.     

"Sebentar lagi kita ke atas ya " ucapnya, "ternyata karena terlalu banyak membicarakan kanita kita jadi lupa waktu, ini sudah pukul setengah delapan "     

Aline menganggukan kepalanya, diapun sebenarnya sudah merasakan panas di seluruh pinggangnya karena terlalu lama duduk. Inilah hal yang paling dia tidak suka ketika harus makan diluar bersama laki-laki, kenyang tidak dan dia merasakan sakit di pipinya karena harus memaksakan diri untuk tersenyum.     

"Kita ke atas sekarang " aditya beranjak dari duduknya, "kamu tunggu di depan lift aku akan membayar makanan kita sebentar "     

"Ya "      

Aline mengikuti semua yang diucapkan aditya, dia berjalan menuju lift dengan mengambil ponsel miliknya dan mengetik pesan untuk nita.     

"Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa kanita, dia mau mengajakku membicarakan tentang bisnis! " dia dengan cepat mengetik pesan singkat untuk sahabatnya itu, dengan harapan nita pun akan dengan cepat memberikan jawaban dan sedikit memberikannya ketenangan.     

Kedua matanya menangkap sosok aditya yang perlahan berjalan menuju ke arahnya, demgan cepat aline menyembunyikan ponsel miliknya ke dalam tas.     

"Waktunya senyum lagi... " ucap aline pelan dan melebarkan senyumannya kembali.     

"Kita ke atas sekarang " aditya memencet tombol lift dan tidak lama pintu terbuka mereka berdua menuju ke lantai dua bersama-sama.     

Aline memutarkan pandangannya ke sekitar ruangan yang mereka datangi kali ini, tempat yang sangat asing baginya dan untuk pertama kalinya dia datangi.     

"Jadi tempat yang sering didatangi orang-orang keren itu seperti ini " celetuk aline dalam hatinya, dia terdiam di belakang aditya yang tengah bicara serius dengan costumer service yang bertugas hari ini.     

"Kita masuk " ucap aditya.     

Dia meraih satu tangan aline dan membawanya untuk berjalan bersama-sama dengan ke sebuah ruangan. Aline tampak terseret-seret dalam langkahnya, dia masih dalam keterkejutannya ketika tiba-tiba aditya memegang satu tangannya. Itu semua membuat jantungnya berdetak lebih kencang dan diapun semakin tidak percaya setelah sampai di ruangan yang aditya sebutkan tadi.     

"Ini... " aline tidak melanjutkan perkataannya, dia terdiam dan mematung tepat di belakang pintu.     

Aditya tersenyum dia terduduk di atas tempat tidur, dan terlihat melepaskan jas berwarna hitam yang tadi dikenakannya.      

Kedua kornea mata aline melebar, selintas dia begitu terpesona memandangi laki-laki di hadapannya dengan kemeja berwarna putih yang membuatnya lebih keren.     

"Kenapa berdiri saja disitu " ucapan aditya mengejutkan aline yang tengah berhalusinasi dengan tatapan pesonanya.     

"Kemarilah " aditya menepukkan tangannya dikasur yang didudukinya, dia secara tidak langsung mengajak aline untuk duduk disampingnya.     

"Bapak mau membicarakan tentang bisnis apa? " aline tidak lantas mengikutinya, dia melontarkan pertanyaan diantara kecurigaannya.     

Aditya melebarkan senyumannya, "bisnis kita itu tentang pernikahan, kita kan sedang melakukan pendekatan sekarang ini. Kalau kamu mau dekat denganku, aku terbiasa dekat seperti ini dengan wanita yang pernah menjadi pacarku "     

Kedua mata aline menyipit, "maksud bapak? "     

Dia mulai merasakan gelagat yang tidak menyenangkan dari laki-laki yang dihormatinya itu.     

"Aku sudah sering dengar dari perawat lain " ucap aditya dengan tenangnya, "kalau kalian sering pergi ketempat seperti ini tanpa ikatan apapun, jadi aku tahu pasti kamu sudah tahu tempat ini dan melakukan hal seperti apa di hotel ini! "     

"Hotel? " aline dengan cepat memutarkan pandangannya, ternyata dia memang layak disebut bodoh ketika dia sama sekali tidak tahu tempat ini adalah hotel walaupun menurutnya sangat tidak layak disebut hotel.     

"Kamu hanya berpura-pura tidak tahu kan? "     

Mata aline membulat dan wajahnya memerah.     

"Kamu!! " aline berteriak, dia tampak melepaskan satu sepatunya dan hampir saja dia lemparkan ke arah aditya dengan nafasnya yang terlihat cepat karena rasa marahnya.     

Aditya beranjak dari duduknya untuk menghampiri aline.     

"Berhenti disitu! " cetus aline menunjuk aditya dengan satu tangannya, dengan tangan kanannya yang bersiap melemparkan sepatu miliknya ke arah aditya.     

Aditya mengikuti perkataan aline dan berdiri jauh dari sosok aline.     

"Kenapa? bukankah kalau kita berbisnis hari ini kita akan menikah nanti.. "      

"Dasar aline bodoh! " aline berucap pada dirinya sendiri, dengan cepat dia memakai sepatunya dan berbalik dengan cepat membuka pintu kamar dan berusaha untuk pergi.      

"Kamu mau kemana? " aditya telah lebih cepat memegang satu tangannya menghentikan niat aline yang akan pergi.     

Dia melihat wajah aline dengan kedua matanya yang berkaca dan meneteskan air mata.     

"Kamu tenang saja, aku yang akan bicara sendiri dengan orang tuaku kalau yang menolak menikah denganmu " ucap aline dengan wajah yang penuh kemarahan pada aditya, dia memang tidak dapat membohongi perasaannya untuk tidak menyukai laki-laki seperti aditya tetapi jika diperlakukan seperti ini dia akan melakukan penolakan yang lebih keras.     

Aline dengan kekuatannya melepaskan tangan aditya dan menghapus semua air matanya, setelah dia yakin selesai dia melanjutkan langkahnya meninggalkan aditya sendirian.     

"Kanita angkat telponku.. " aline menyimpan ponselnya di telinga kirinya seraya melangkahkan kakinya.     

Ponselnya terlepas dari tangannya ketika di kedua matanya menangkap dua sosok yang tengah bercumbu tanpa memikirkan tempat yang mereka pilih untuk berciuman.      

Kedua sosok yang aline dan aditya bicarakan tadi, dia memang ternyata salah ketika menyangka bahwa mereka itu adalah seorang ayah dan anak.     

Dengan cepat aline mengambil ponsel miliknya dan berjalan dengan cepat meninggalkan tempat yang pertama dia kunjungi dan meninggalkan kesan yang benar-benar melukainya, dan hal yang lebih menyakitinya adalah sosok sempurna aditya yang ternyata meremehkannya.     

Dia terduduk di sebuah halte bus dan kembali mencoba menghubungi nita yang menjadi satu-satunya orang yang berada dalam pikirannya.     

"Ada apa aline? " setelah beberapa waktu akhirnya terdengar suara nita di ponsel aline.     

"Nita.... " panggil aline, dia tidak dapat meneruskan perkataannya karena tangisannya kembali tumpah terdengar oleh nita.     

"Aline kamu kenapa? "     

"Nita, pak adit... " dan lagi-lagi tangisannya muncul membuatnya hanya berbicara sepatah kata saja pada sahabatnya itu.     

"Aline, kamu dimana? kenapa dengan pak adit? ini kan sudah malam, kenapa kamu masih diluar? "     

"Aku tidak tahu harus pulang dengan apa, aku tidak tahu dimana.... " dan hanya tangisan saja yang bisa aline lakukan.     

"Apa? lalu dimana pak adit? "     

"Jangan tanyakan dia " aline terkesal mendengar nama itu,  "dia sudah mati! "     

"Apa? "     

"Beritahu aku harus naik bis jurusan mana supaya aku bisa pulang sekarang " ucap aline mulai menenangkan dirinya.     

"Sekarang aku berada di halte bis harmoni "      

Nita sedikit mengambil waktu untuk memberitahukan jawabannya pada aline karena dia pun sama sekali tidak tahu tempat itu.     

"Tunggu saja disana " suara nita berganti dengan suara yoga, "aku akan menjemputmu sekarang "     

"Terima kasih dokter " aline akhirnya terlega karena dia dapat pulang dengan selamat, dia memang tidak salah menghubungi sahabatnya itu. Dia dan suaminya yang selalu baik itu akan dengan cepat menolongnya.     

Dia hanya harus menunggu sekarang, lalu dia menghapus semua jejak air mata di wajahnya itu dengan suasana halte yang sepi membuatnya merasakan sedikit ketakutan...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.