Jodoh Tak Pernah Salah

Part 47 ~ Ria Yang Genit



Part 47 ~ Ria Yang Genit

0Pagi ini Dila bangun dengan kondisi shock. Bara terlelap disampingnya tanpa pakaian. Sang suami tidur hanya menggunakan boxer. Mata Dila sudah ternoda berkali-kali. Ia harus membiasakan diri melihat Bara hanya memakai boxer dan telanjang dada.     
0

Dila bangkit dari ranjang menuju kamar mandi. Cutinya telah habis dan ia harus masuk kantor. Sudah dua Minggu Dila cuti karena menikah. Ini hari pertamanya masuk kantor. Target sudah menunggu untuk di eksekusi. Dila pekerja keras dan ambisius. Ia akan bekerja lebih keras agar kantor capem dibawah kelolaannya bisa berkembang dengan pesat. Kredit bertumbuh, dana bertumbuh dan NPL menurun.     

NPL istilah untuk kredit macet. Naiknya NPL dalam suatu bank merupakan indikasi tidak sehatnya sebuah bank. NPL mempengaruhi peforma bank. NPL dikantor Dila masih cukup tinggi sekitar 2 persen. Butuh kerja keras untuk melakukan penagihan supaya nasabah membayar kewajibannya.     

Usai mandi, Dila bergegas membangunkan Bara. Ia sudah berpakaian dan memakai mukena. Kebiasaan di rumahnya mereka akan sholat subuh berjamaah. Seluruh keluarga wajib ikut sholat subuh berjamaah kecuali bagi yang datang bulan.     

"Abang bangun," bisik Dila di telinga Bara. Sengaja berbisik supaya Bara tidak kaget.     

Bara tak bereaksi dan masih saja terlelap. Dila terpaksa mengguncangnya hingga lelaki itu terbangun.     

"Kenapa membangunkan aku? Masih ngantuk," gerutu Bara menahan kantuk.     

"Mandi. Mari sholat subuh. Ayah, uda Iqbal dan yang lain menunggumu."     

Dengan berat hati Bara bangkit dari tidurnya. Meski enggan, namun ia harus bangun dan sholat. Bara tak ingin citra buruknya terbongkar. Ia memang tidak pernah sholat. Mau tidak mau ia harus beradaptasi dengan keluarga sang istri yang sangat religius. Bara membuka lemari pakaian mengambil celana boxer dan CD.     

Sementara Bara mandi, Dila sibuk mempersiapkan baju untuk Bara. Dila menaruh baju koko,celana katun, dan kopiah di atas ranjang. Setelah mempersiapkan semua itu, Dila keluar kamar.     

Baru saja menutup pintu kamar Dila berpapasan dengan Ria.     

Pertemuan yang tidak menyenangkan! gerutu Dila.     

"Hai Dila sudah bangun?" Sapa Ria beramah tamah.     

Dila tersenyum walau dipaksakan.     

"Iya uni. Aku sudah bangun. Mau sholat subuh berjamaah."     

Ria menatap pintu kamar Dila mencari sosok Bara.     

"Bara mana?"     

"Dia lagi mandi."     

"Mandi wajib ya?" Kelakar Ria tertawa cengengesan.     

Dila menghela napas karena miss kepo sedang menggali informasi.     

"Yuk uni kita sholat."     

"Dila enggak keramas pagi ini berarti semalam enggak main dong," balas Ria dengan senyum jahil.     

"Lihat uni dong Dila. Uni keramas pagi ini, semalam aku dan Iqbal melalui malam yang sangat panas. Mungkin akan ada calon adik untuk Attar dan Aina."     

"Uni," panggil Dila dengan gigi bergemeletuk.     

Pagi-pagi Ria sudah memancing emosinya. Jika tak ingat Ria istri kedua dari Iqbal mungkin Dila sudah melakban mulut Ria dan membuangnya ke rawa-rawa. Cerita macam apa ini? Apakah pantas kakak ipar menceritakan masalah ranjangnya pada adik ipar. Dila benar-benar tidak habis pikir dengan Ria.     

Dari dulu Dila tak menyukai sikap Ria. Selain perusak dalam hubungan Naura dan Iqbal. Ria penuh kepura-puraan dan berhati busuk. Sifat kepo dan sok bijaksana membuat Dila tak suka. Entah apa yang dilihat kakaknya dari Ria, Iqbal sangat tergila-gila pada Ria. Kakaknya serakah. Berselingkuh di belakang Naura, namun tak mau melepaskan Naura dan malah membuat drama pura-pura kecelakaan sehingga Naura setuju dimadu asal dijadikan istri pertama.     

"Uni mari kita sholat subuh dulu," balas Dila dengan senyum terpaksa. Ia menahan emosinya. Tak baik pagi- pagi sudah emosi. Nanti ketiban sial.     

Tak lama ketika Dila sudah sampai di mushala, Bara menyusul. Kembaran Reza Rahadian itu sangat tampan dalam balutan baju koko dan kopiah. Aura ketampanan Bara bertambah. Ketampanan Bara turut memancing reaksi kagum Dila.     

Menurut Ria walau Dila menikah dalam kondisi perawan tua namun nasibnya sangat beruntung. Menikah dengan lelaki setampan Bara, pengusaha Minang yang terkenal dan seorang anggota dewan. Ria juga tahu kemungkinan besar Bara akan menjadi ketua DPR Provinsi karena partainya menang telak dalam pemilu legislatif kemaren. Sedikit sesal dihati Ria kenapa bukan dia yang berjodoh dengan Bara malah Dila.     

Hati kecilnya merasa iri, posisinya disini sebagai istri kedua Iqbal. Tetangga dan kaum sosialita memandangnya sebelah mata karena dianggap pelakor. Yang mereka tahu selama ini Iqbal pacaran dengan Naura semenjak SMA.     

Naura dan Iqbal menjalani LDR karena Naura kuliah kedokteran. Ria selalu dibandingkan dengan Naura. Ia tak terima. Ia berprofesi sebagai pramugari. Ia bertemu dengan Iqbal di atas pesawat. Semenjak menikah Iqbal menyuruhnya resign dan menjadi ibu rumah tangga. Disisi lain Ria tak terima, tapi jika ia tak mematuhi perintah Iqbal, lelaki dingin nan tegas itu tak segan menceraikannya.     

Ria mana mau bercerai dengan Iqbal. Baginya Iqbal sumber utama uangnya. Tak hanya sumber uang untuknya tapi juga keluarganya. Bodoh jika Ria tak mematuhi perintah Iqbal. Ria berasal dari keluarga miskin. Semenjak menikah dengan Iqbal keluarganya hidup bergelimang harta, sombong dan suka merendahkan orang lain. OKB ( Orang Kaya Baru) istilahnya. Keluarganya bahkan tak tahu malu meminta uang pada Iqbal dengan mendatangi kantor Iqbal.     

Satu sisi Ria masih iri dengan Naura. Jika ia disuruh resign dari pekerjaannya, tidak dengan Naura. Madunya itu masih bisa bekerja sebagai dokter. Menurut Iqbal sangat sayang Naura tak bekerja karena menjadi dokter impian Naura sejak dulu. Lagian pekerjaan Naura tidak meninggalkan keluarga berbeda dengan pramugari yang singgah dari satu kota ke kota lain. Walau alasannya sangat masuk akal, namun tetap saja Ria tidak terima.     

Sholat subuh sudah selesai. Mata Ria tak berkedip memandang Bara. Sifat halunya muncul, andai Bara menyukainya ia rela meninggalkan Iqbal dan anak-anak. Pesona Bara membuatnya terhipnotis. Iqbal tak ada apa- apanya jika dibandingkan dengan Bara.     

Bara sangat tampan dan karismatik. Sungguh Ria berharap Bara akan menyukainya.     

"Jaga matamu. Dia suami dari adik iparmu," tegur Naura berbisik pada Ria.     

Ria bak disambar petir ditegur sang madu. Wajahnya pias dan terlihat marah, namun Ria cepat menguasai keadaan. Ia bersikap datar.     

"Jangan bicara sembarangan Naura. Hebat sekali kamu memfitnahku," balas Ria dengan suara pelan agar tak ada yang mendengar.     

"Mataku belum buta. Aku melihatnya dari tadi. Matamu sedari tadi memandang Bara. Ingat posisimu sebagai apa dirumah ini? Jika Iqbal tahu kau akan dilempar dari rumah ini."     

"Jadi kamu mengancamku?"     

"Aku tidak mengancam, tapi hanya mengingatkan. Jaga matamu. Kamu sudah punya suami dan dua anak. Jangan pernah merusak kebahagiaan orang lain lagi. Cukup aku yang menjadi korbanmu. Aku tidak akan tinggal diam jika kamu nekat Ria."     

"Dasar wanita ular. Didepan Iqbal kamu bak malaikat seperti wanita teraniaya yang aku rebut kekasihnya. Lagian aku bukan pelakor. Kita menikah ditanggal yang sama dengan Iqbal. Kamu beruntung saja aku mengalah menjadi istri keduanya."     

"Apa kamu tidak berkaca. Yang ular itu siapa Ria? Kamu bahkan tahu jika kami sudah bertunangan. Aku tahu kamu menikah dengan Iqbal karena harta. Jika bukan karena harta mana mau kamu menjadi istri kedua. Bukankah poligami ini ide dari kamu?"     

Ria menelan ludah, kata-kata Naura telak memukulnya. Sejak kapan Naura mengetahui semua ini. Yang ia tahu Naura gadis polos dan gampang kasian melihat orang lain.     

Naura memeluk Ria seolah-olah mereka madu yang sangat akur dan kompak.     

"Jaga mata dan sikapmu. Aku mengawasimu. Aku tidak akan mengalah seperti dulu lagi. Aku bukan Naura yang dulu. Menyakiti Dila sama saja menyakitiku. Jangan bermimpi merebut Bara dari Dila."     

Iqbal melihat interaksi keduanya. Lelaki itu bahagia kedua istrinya bisa akur bahkan berpelukan sehabis sholat subuh. Sebagai suami ia bangga berhasil mendidik kedua istrinya. Naura dan Ria saling menerima keberadaan masing-masing. Mereka tidak pernah bertengkar dan saling menyayangi. Iqbal bisa dengan bangga menceritakan pada orang-orang jika poligami itu tidak akan menyakiti kedua istrinya. Asal bisa adil membagi nafkah lahir dan batin. Itu hanya sudut pandang Iqbal, tapi ia tak tahu jika dibelakangnya kedua istrinya bermusuhan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.