Jodoh Tak Pernah Salah

Part 60 ~ Kunker Bara ( 1 )



Part 60 ~ Kunker Bara ( 1 )

0Dila sibuk mengepak pakaian Bara dalam koper. Bara akan melakukan kunjungan kerja untuk pertama kali Jakarta. Anggota DPRD akan melakukan silaturahmi ke Senayan dan melakukan studi banding tentang pelayanan publik secara online sehingga masyarakat tidak perlu datang ke kantor pemerintahan untuk mengurus dokumen publik.     
0

Masyarakat bisa mengurus dokumen dari rumah dengan melengkapi persyaratan. Sebagai tokoh muda, Bara ingin kota kelahirannya maju seperti Ibu Kota. Ia akan membuat terobosan-terobosan baru untuk memperbaiki kinerja pemerintah daerah dan lagi kerja manual, tapi berbasis teknologi.     

"Abang, pergi untuk berapa hari?" Tanya Dila seraya melipat pakaian Bara.     

"Seminggu Dil. Pakaianku jangan terlalu banyak."     

"Harus banyak. Biar bisa ganti-ganti."     

"Tidak usah keberatan bawa kopernya."     

"Mau cuci pakai kering gitu pakaian?"     

Bara tertawa terkekeh, lesung pipi membuatnya semakin mempesona dan menggemaskan.     

"Dila lupa suamiku seorang sultan?" Tanya Bara menyombongkan diri.     

Dila menggaruk kepalanya yang tak gatal, seakan punya materi untuk mencemooh Bara.     

"Aduh... kenapa aku bisa hilang ingatan ya? Tadi kepalaku terbentur tembok kali," balas Dila mulai mencemooh Bara.     

" Bangganya punya suami seorang sultan."     

"Saudagar kaya Dila," kata Bara pede.     

"Iya saudagar nan kaya, baik hati, tidak sombong, rajin menabung," balas Dila berceloteh.     

"Lebay ah kamu."     

"Yang lebay duluan siapa? Ngaku Sultan mah....."     

Bara melipat lengan bajunya, seraya duduk di sebelah Dila yang sibuk mengemasi pakaiannya.     

"Kamu kenal Eri enggak? Dia salah satu politisi senior. Kabarnya anaknya kerja di bank MBC. Kamu kenal sama anaknya?"     

"Oh om Eri. Kenal. Anaknya bernama Stevi."     

"Kabar burungnya anak beliau saingan sama kamu?"     

"Ya ampun.."Dila tepok jidat.     

" Berita kecil begini bisa juga sampai ke telinga ketua dewan DPRD yang terhormat."     

"Jangan mulai. Jawab saja pertanyaanku."     

"Kasih tahu gak ya?" Dila sok mikir.     

"Dila.....jangan main-main. Nanti kamu aku hukum...."     

"Emang mau kasih hukuman apa?" Tanya Dila menantang.     

Dalam pikiran Dila paling Bara hanya akan telanjang dada di depannya pakai boxer. Matanya sudah terbiasa melihat Bara seperti itu dan ia sudah kebal.     

"Yakin mau tahu hukumannya?" Bara tersenyum licik seraya memikirkan ide untuk membuat wajah Dila memerah.     

Dila bersedekap seraya menaikan sebelah alisnya.     

"Yakin dong."     

Dalam hitungan cepat Bara menarik Dila dan menariknya ke atas ranjang. Dila terbaring di ranjang, Bara berada diatasnya. Dengan sensual Bara membuka pakaiannya dengan cepat.     

"Kita suami istri bukan? Bukankah kita sudah menikah selama tiga bulan? Malam ini jika aku meminta hak sebagai suami bagaimana?" Tanya Bara sensual di telinga Dila.     

"Jangan bercanda Bara. Makan malam akan dimulai. Jangan membuat gaduh," balas Dila mendorong tubuh Bara dari tubuhnya. Sejujurnya Dila gugup, namun ia tak menunjukkannya karena jika ia keliatan gugup, Bara akan semakin senang mempermainkannya.     

Bara menahan tangan Dila. Tubuhnya tetap berada di atas tubuh Dila.     

"Aku tidak main-main Dila. Kali ini aku serius," ucap Bara bangkit membuka celana panjang dan meninggalkan boxer.     

"Aku buka celana ya," goda Bara pura-pura menurunkan boxer. Ia mengedipkan mata pada Dila.     

Reaksi Dila datar, tanpa ekspresi seakan membaca pikiran Bara, ini hanya lelucon dan Bara hanya menggertak.     

Dila tak menggubris dan mengacuhkannya. Dengan kesal Bara melepas boxer dan hanya memakai CD. Dila dengan jelas melihat kejantanan Bara yang terbungkus CD. Ada yang MENONJOL TAPI BUKAN BAKAT.     

Dila terpekik namun dengan cepat Bara membungkam mulut Dila dengan tangannya.     

"Jangan berteriak Dila," kata Bara sedikit kesal. Gara-gara Dila menantang, ia pun terpancing hingga terjadi aksi lepas celana boxer.     

"Abang yang mulai," balas Dila tak kalah sengit.     

"Pakai bajunya! Lain kali bercanda jangan keterlaluan," semprot Dila mendorong Bara.     

Dila berlari ke kamar mandi untuk meredakan detak jantungnya. Ia bersandar di dinding seraya memegang dadanya. Bara berhasil membuatnya jantungan. Lagi-lagi memanfaatkan kelemahannya. Untung saja ia bisa membaca situasi.     

Dila mencuci wajahnya. Cukup lama Dila berada di kamar mandi hingga Bara mengetuk pintu.     

"Dil yuk makan malam," panggil Bara seraya mengetuk pintu. "Para bidadari sudah menjemput kita buat makan malam."     

Dila berpikir keras. Para bidadari? Kekonyolan apa lagi ini Bara?     

Dila mengelap wajahnya dengan handuk, lalu ia membuka pintu kamar.     

"Hai onti, para bidadari datang," sapa Allea dan Aina di depan pintu kamar mandi.     

Jadi para bidadari yang dimaksud Bara para keponakannya? Kali ini Bara bersikap waras. Aina merasa nyaman dalam gendongan Bara. Sejak kapan anak-anak akrab dengan Bara?     

"Onti kata nenek, mari kita makan sama-sama," celoteh si kecil Aina.     

"Kita makan malam ya sayang?" Bara menatap wajah imut Aina.     

"Iya. Kita makan sama-sama."     

"Atuk, nenek, papa, mama dan mami sudah menunggu," lanjut Allea.     

"Yuk kita ke bawah sayang," kata Dila merangkul Allea.     

Mereka berempat turun ke bawah. Aina dan Bara asik bercanda dan tertawa. Aina betah dalam gendongan Bara Entah apa yang dikatakan Bara hingga Aina tertawa terbahak-bahak.     

Keakraban Bara dan Aina mengundang perhatian anggota keluarga yang lain. Mereka berbahagia karena Bara cepat mengakrabkan diri pada keluarga.     

"Sepertinya Bara sudah cocok jadi seorang ayah," komentar Iqbal memecah keheningan.     

"Iya. Semoga mereka cepat dikaruniai keturunan. Mereka sudah telat untuk menikah, jadi tidak perlu menunda untuk punya anak," balas Lusi menatap anak, menantu dan cucunya.     

"Amin bunda," ucap Ria turut mendoakan walau tidak tulus. Dalam pikiran Ria kedekatan antara Aina dan Bara memberikan keuntungan untuknya. Ia bisa memanfaatkan Aina untuk mendekati Bara.     

Ria sudah memiliki strategi untuk mendapatkan Bara. Aina akan dijadikan perantara untuk mereka saling dekat. Keberuntungan bagi Ria bahwa Aina dan Bara sangat akrab.     

"Selamat malam semua," sapa Bara pada semua anggota keluarga. Ia mendudukkan Aina di pangkuannya.     

"Aina, duduk disamping mami nak, om Bara mau makan," sapa Ria ramah memanggil si bungsu.     

"Jika Aina duduk di pangkuan om, omnya tidak bisa makan," bujuk Ria sekali lagi dengan lembut, pencitraan untuk menarik perhatian Bara.     

Naura yang asik memakan cemilan menatap sang madu dengan tatapan jengah. Sebagai seorang dokter spesialis VCT atau konselor untuk pasien HIV atau AIDS, Naura sudah bisa menebak pikiran Ria. Naura dengan cepat mempelajari karakter seseorang. Dari dulu ia sudah mengetahui kekakuan buruk Ria, namun ia selalu gagal membuktikannya pada Iqbal karena Ria dibantu oleh adik dan kedua orang tuanya.     

Naura belum menyampaikan pada Dila jika Ria mengincar suaminya. Naura ingin melihat sejauh mana usaha Ria untuk merayu dan menggoda sang ipar. Mengikuti permainan Ria, lalu ketika semuanya sudah tepat Naura akan membongkar kebusukan Ria. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Naura menyingkirkan Ria dalam sisi Iqbal dan menyelamatkan rumah tangga Dila.     

"Bara sudah cocok jadi seorang ayah ini," celetuk Defri membuka obrolan.     

"Tentu dong Ayah. Udah cocok gini. Makanya si cantik Aina nempel kayak perangko sama omnya."     

"Aina itu genit. Kalo sama cowok ganteng pasti nurut,", ucap bibir polos Attar.     

Perkataan Attar sontok membuat tertawa para anggota keluarga. Attar sepertinya cemburu dengan kedekatan sang adik dan Bara.     

"Attar enggak boleh ngomong gitu sama adek," tegur Naura lembut mengelus rambut Attar yang duduk di sebelahnya. Walau Attar bukan anak kandungnya, Naura sangat menyayanginya, tak pernah membedakan perlakuan pada anak-anaknya.     

Dari pernikahannya dengan Iqbal, Naura hanya memiliki satu anak yaitu Allea. Aina dan Attar merupakan anak Iqbal dan Ria.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.