Jodoh Tak Pernah Salah

Part 3- Pertemuan Dila dan Bara



Part 3- Pertemuan Dila dan Bara

0Jangan lupa Vomen.Kalo ga author ngambek :beaming_face_with_smiling_eyes::beaming_face_with_smiling_eyes::beaming_face_with_smiling_eyes:     
0

.     

.     

.     

.     

:kiss_mark::kiss_mark::kiss_mark:     

Jovanka tertunduk lesu di dalam ruangan Dila.Vio berhasil menghubunginya. Awalnya Jovanka mengelak dan pura-pura tidak tahu masalah transfer dana sebanyak 30 juta tersebut.Ia pura-pura tidak mengerti maksud ucapan Vio di telpon.Sedikit intimidasi dan ancaman dari Vio membuat Jovanka terpaksa datang ke bank MBC.     

" Ibu sudah tahu kenapa kami meminta Ibu untuk datang kesini?" tanya Dila basa-basi.Dila berusaha bicara sesopan dan seramah mungkin.     

" Saya ga mengerti bu," Jovanka gugup tak berani menatap wajah tegas Dila.     

" Saya langsung aja ya Bu.Saya ga bisa basa basi.Saya liat histori transaksi ibu.Saldo di rekening tabungan ibu hanya lima juta kenapa di ATM Ibu bisa transfer ke rekening lain sebanyak tiga puluh juta? Ada uang siluman ya bu di ATM anda?"     

Jovanka tersenyum kecut.Lidahnya kelu tak bisa bicara.Jovanka seakan ditelanjangi  Dila.     

" Sifat naluriah nasabah ya bu.Jika uang pihak bank berlebih di tabungan tanpa nasabah tahu itu uang apa mereka diam ya bu.Coba kalo uangnya kurang ga sesuai hitungan pasti langsung lapor dan marah-marah ga jelas.Kasus uang siluman di rekening Ibu sekarang.Ibu hanya bungkam padahal Ibu tahu itu bukan uang ibu tapi malah mendiamkannya dan mentransfernya diam-diam.Itu sama saja ibu mencuri uang pihak bank."     

" Itu salah bank bukan salah saya," jawab Jovanka ketus.Ia tak terima disudutkan Dila.     

" Saya akui kami melakukan kesalahan. Petugas bank juga manusia biasa Bu tak lepas dari salah dan khilaf.Tapi seharusnya ibu melapor ke kami karena saldo di rekening ibu tak sama dengan saldo ATM.Ibu telah memakan uang yang bukan haknya Ibu.Dengan kerendahan hati segera kembalikan uang yang telah Ibu ambil," ucap Dila dengan penuh penegasan.     

Jovanka bungkam.Wajahnya pucat dan pias.Uang itu sudah digunakannya membeli barang.Uangnya sudah lenyap untuk belanja dan tak bersisa sedikit pun.Ia kebingungan bagaimana mengembalikan uang tersebut.     

" Uangnya sudah habis," jawab Jovanka gagap.     

" Saya ga mau tahu.Ibu harus segera kembalikan uangnya."     

" Jangan kejam Bu.Kasihanilah saya. Jangan tidak punya perasaan seperti itu," ucap Jovanka memelas.Ia bahkan menangis sesenggukan.     

Dila tak mempedulikan tangis Jovanka karena ia hanya berpura-pura agar dikasihani. Dila menyadari itu.Sebagai seorang pejabat bank ia menguasai ilmu psikologi.Ia tahu nasabah yang jujur atau tidak.     

" Saya ga mau tahu ya Bu.Saya bersikap seperti Ibu ga mau tahu jika uang yang Ibu ambil uang siapa.Saya tidak terima alasan.Segera kembalikan uang kami jika tidak ingin berurusan dengan pihak kepolisian.Kasian Bian anak Ibu harus menanggung malu perbuatan mamanya.Nanti dia dibully anak maling lo," kata Dila memprovokasi Jovanka.     

Dila tahu nama anak Jovanka dari customer base nasabah.     

Rasa gugup bercampur takut Jovanka memberanikan diri bertanya," Darimana anda tahu?"     

" Tahu darimana itu tidak penting.Lebih baik Ibu pikirin gimana cara mengembalikan uang itu.Saya beri waktu 3x24 jam untuk mengembalikannya. Jangan pernah mencoba kabur jika Ibu tidak ingin wajah Ibu tersebar di seluruh pelosok kota ini.Ingat Bian.Jangan sampai  mentalnya down karena  perbuatan Ibu."     

Jovanka makin tertohok mendengar ucapan Dila.Ia bingung harus bagaimana mengembalikan uangnya.     

" Jadilah pribadi yang jujur Bu karena jika kita berbohong akan merugikan diri kita.Ibu sudah menggali kuburan Ibu sendiri."     

Jovanka berlutut di kaki Dila.Ia menangis tersedu-sedu.     

" Kasihanilah saya Bu.Terlalu cepat waktu yang Ibu berikan."     

" Waktu Ibu memakai uang itu apakah pernah memikirkan yang punya uang akan kehilangan? Tidak kan?"     

" Bu bantu saya.Saya akan mencicil bayarnya," Jovanka mencoba bernegosiasi dengan Dila.     

" Ga bisa bu.Ibu kemaren ngambil uangnya ga nyicil.Saya ga mau tahu! Uangnya harus kembali. Mau ibu jual barang yang sudah Ibu beli atau lainnya saya ga mau tahu.Saya hanya mau uangnya kembali."     

:kiss_mark::kiss_mark::kiss_mark:     

Dila sedang berada di kantor cabang karena akan meeting dengan kepala cabang,kasie ( kepala seksi ) kredit, kasie dana, dan beberapa orang kepala capem.     

Semua kasie sudah berkumpul di ruangan rapat.Pak Satria selaku kepala cabang akan mengevaluasi kinerja masing-masing kantor.Apakah sudah mencapai target atau belum.     

Dila sudah mempersiapkan data pencapaian kinerja kantor capemnya.Ia tak terlihat kikuk karena ia menguasai pekerjaannya beda dengan Stefi ,rivalnya.     

Stefi memang lebih dahulu menjabat sebagai kepala capem.Namun jabatan itu diperoleh hasil mengolah lidah dengan para pejabat kantor pusat bukan kecakapannya.     

Seperti biasa Stefi selalu mencari perkara dengan Dila.Bicaranya lembut terkesan ramah namun menyakitkan.     

Dila sudah sering terpancing mendengar ucapan Stefi apalagi mengatakannya perawan tua.Dila sering diolok-olok karena belum menikah.Ia tak mempedulikannya dan bersikap masa bodoh.Cuma ucapan Stefi itu bak pisau bermata dua untuknya.Terkesan merendahkan dan menghina.     

Rapat kali ini Pak Satria selaku kepala cabang kelas C merasa bangga atas pencapaian kantor capem lintas.Kredit bertumbuh melewati target seharusnya,NPL menurun dari 2 persen menjadi 1,5 persen,target dana baik giro,deposito dan tabungan menunjukan peningkatan yang signifikan.     

" Selamat buat Dila.Pencapaiannya luar biasa buat kantor capem lintas. Applause buat Dila," Pak Satria memberi pujian untuk Dila.     

Semua peserta rapat memberikan tepuk tangan yang meriah untuk Dila kecuali Stefi.Wanita ular itu tidak senang dan terkesan tak mau mengakui kemampuan Dila.     

Stefi sangat benci kalah dari Dila. Seharusnya dia yang di posisi Dila bukan sebaliknya.     

Pak Satria mengevaluasi kinerja cabang dan masing-masing capem.     

Stefi di cecar habis-habisan karena tak ada ekspansi kredit bahkan NPL cenderung naik karena banyaknya nasabah macet.Target dana kantor Stefi juga disorot karena kebanyakan deposito dan spesial rate ( bunga khusus) sehingga bank membayar bunga yang cukup besar untuk nasabah dan sangat mempengaruhi laba kantor.     

Pak Satria lebih menyarankan dana disimpan dalam bentuk tabungan karena bunga yang dibayar bank tidak besar ( dana murah ) dan menambah aset bank.     

Stefi meradang dan tak terima namun ia tak berani membantah ucapan Pak Satria.     

Dila balik mencibir Stefi.Ia menyunggingkan senyum ejekan.Puas rasanya bisa membalas kelakuan Stefi selama ini.Stefi murka dan tak terima karena dihina dan dikalahkan.     

Seusai rapat Stefi menutup pintu ruang rapat.Pak Satria dan sekretarisnya sudah meninggalkan ruang rapat.Hanya ada beberapa kepala capem dan kasie diruangan itu.     

Mereka terperangah melihat aksi Stefi.Mereka sudah hafal tabiat Stefi yang tak mau kalah dari Dila.     

Stefi menarik tangan Dila kasar dan menyandarkan Dila di dinding.Para kasie hanya menggeleng melihat aksi kekanakan Stefi.Mentang-mentang anak pejabat sikapnya seenaknya.     

Amarah Stefi berada diambang batas.Kelembutan dan keanggunannya langsung sirna.     

" Berani lo menghina gue? Jangan bangga dulu Dila.Gue bakal kalahin lo.Seorang Stefi tak bisa dikalahkan," ucap Stefi berapi-api.     

" Ya ampun saya takut kep.Jangan kep aku takut," sarkas Dila melecehkan Stefi.     

Perempuan ular itu semakin emosi.Wajahnya memerah karena marah.Ia tak terima direndahkan seperti itu.     

" Brengsek lo Dil.Fuck You," Stefi mengacungkan jari tengah.     

Dila bersikap tenang seolah tak terpancing dengan ucapan Stefi.     

" Gue lebih hebat dari lo dan gue selalu naik jabatan lebih dulu daripada lo.Camkan itu."     

" Gue tahu Stefi.Lo naik jabatan hasil ngemis sama Bapak lo.Kalo bukan karena memo Bapak lo mana mungkin lo bisa jadi pejabat.Jangankan jadi pejabat untuk masuk MBC sebagai karyawan biasa saja lo ga memenuhi kualifikasi.IQ lo jongkok.Lo beruntung karena jadi anak seorang pejabat daerah."     

Darah Stefi mendidih mendengar ucapan pedas Dila.Penghinaan ini sangat melecehkan harga dirinya.Ia menampar  Dila namun di tepis Dila.Malah tangan Stefi dipelintir Dila.Stefi meringis kesakitan.     

Stefi merupakan teman SMA dan kuliah Dila.Persaingan mereka semakin sengit ketika cowok yang ditaksir Stefi ketika SMA malah menyukai Dila.     

Prestasi Dila sangat bagus.Ia selalu masuk rangking tiga besar.Stefi iri dan tak terima harus kalah dari Dila.     

Semenjak itu dendam bergejolak dihati Stefi.Ia tak boleh kalah dari Dila dan harus selalu lebih hebat dari Dila.     

Stefi selalu menghina Dila.Wanita ular itu bahkan mengolok Dila seorang perawan tua.     

" Santai Stefi.Kenapa harus marah? Apa salah dan dosa gue ? Jika gue berprestasi daripada lo kenapa lo sewot.Buktikan saja kemampuanmu sayang.Bukannya bicara prestasi lo selalu kalah dari gue," sarkas Dila berbicara di telinga Stefi.     

Stefi makin naik pitam dan marah.Ia tak terima ucapan Dila.     

" Jangan besar kepala!"     

" Gue ga besar kepala Stefi.Lo harus terima kenyataan.Lo selalu kalah dari gue.Jangan bangga punya jabatan hasil ngemis.Ga mampu menjalankan amanah manajemen jangan ngotot naik jabatan.Bisa hancur bank MBC jika punya pejabat sekelas lo," ucap Dila berapi-api.     

" Mungkin lo merasa hebat bisa mengalahkan gue.Tapi ingat satu hal. Lo belum sempurna menjadi seorang wanita.Lo perawan tua Dila.Jangankan menyandang status Ibu istri saja lo ga layak menyandang.Apa lo  lesbi sehingga belum menikah hingga sekarang?" ejek Stefi berapi-api menyunggingkan senyum meremehkan.     

" Jaga ucapan lo," ucap Dila dingin tanpa ekspresi. Ia tak terima masalah pribadinya diungkit.     

" Jangan mengalihkan pembicaraan. Perkataan lo mencerminkan isi otak lo.Sama aja lo kayak buzzer ga mampu bersaing dengan prestasi lo ungkit masalah pribadi orang lain."     

Stefi tertawa terbahak-bahak ia bisa menghina Dila.     

" Gue bicara kenyataan Dila.Lo lesbi  karena ditinggalkan cowok tanpa kepastian.Lo benci laki-laki, " cibir Stefi mengingatkan Dila pada Fatih lelaki idamannya yang sedang berkuliah di Kairo,Mesir.     

Dila dan Fatih tidak berpacaran namun Fatih memintanya menunggunya selesai kuliah di Mesir.Dila memegang janji Fatih dan tak pernah memiliki kekasih karena setia menunggu Fatih.     

Fatih seorang laki-laki yang taat dengan syariat.Tak ada pacaran dalam hidupnya.Ia akan pacaran ketika sudah menikah.Ia kuliah di Mesir untuk memperdalam ilmu agama.     

" Apa hubungannya gue menikah ato enggak? Itu urusan pribadi gue."     

" Setidaknya masalah cinta gue menang dari lo.Buktikan kalo lo ga lesbi.Menikah secepatnya Dila."     

" Kalo gue menikah lo mau kasih gue apa?" Dila menyunggingkan senyum licik.     

Blom tahu aja lo jika gue segera menikah.Batin Dila bersorak gembira.     

" Gue akan kasih honeymoon ke Maldives.Tiket,penginapan semua gue yang tanggung tapi lo harus nikah dalam waktu dua bulan," Stefi tersenyum penuh kemenangan.Stefi yakin Dila tak akan menikah dalam waktu dekat.     

" Simpan saja uang lo.Uang gue terlalu banyak.Itu saja gue sudah bingung menghabiskannya." Dila menyombongkan diri.     

" Mohon maaf Bapak dan Ibu kepala seksi.Bisakah membantu saya menvideokan perjanjian saya dengan Stefi?"     

" Boleh," sahut Andre salah seorang kepala capem.     

Andre sudah muak dengan sikap arogan Stefi.Mentang-mentang anak pejabat. Kelakuan seenaknya.Kamera Andre standby merekam video Dila dan Stefi.     

" Kep Stefi akan memberikan gue liburan gratis ke Maldives jika menikah dalam waktu dua bulan tapi gue ga mau.Jika gue  menikah dalam waktu dua bulan gue mau Stefi mencuci kaki gue ketika prosesi malam bainai.Gimana?" Dila balik menantang Stefi.     

Stefi tergagap.Ia mencurigai Dila karena berani menerima tantangannya.     

" Jawab dong Stefi," ucap Andre memprovokasi seraya merekam video.     

" Ayo Stefi terima!"     

" Tadi nantangin kok diam," celetuk Beni memanasi.     

" Ah Stefi cemen."     

" Payah lo."     

Merasa terpojokan Stefi menerima tantangan Dila.Mereka berjabatan  tangan.     

" Gue terima tantangan lo.Gue akan cuci kaki lo ketika prosesi malam bainai.Ingat waktu lo hanya dua bulan."     

" Deal," Dila berjabat tangan dengan Stefi.     

:kiss_mark::kiss_mark::kiss_mark:     

Malam ini adalah perkenalan antara Dila dan Bara.Kelurga inti Bara akan bertamu ke rumah keluarga Dila.     

Dila sengaja pulang lebih cepat untuk mempersiapkan diri untuk menemui calon suaminya.     

Naura dan Ria membantu Dila untuk berdandan.Kedua kakak ipar Dila sedari tadi menggodanya.     

" Cie cie yang bakalan ketemu calon suami," ledek Ria membuat pipi Dila merona.     

" Cantik ya adik ipar kita," kata Naura dibalas anggukan oleh Ria.     

" Pasti kamu akan bahagia dek.Ayah sama bunda ga mungkin cariin kamu suami sembarangan.Cinta itu bisa tumbuh dek setelah menikah.Pacaran dengan yang halal itu lebih nikmat lo dek.Semoga kamu segera punya anak setelah menikah."     

Dila tak punya pilihan selain meringis seraya tersenyum.Ia berkamuflase menyembunyikan perasaannya.Hatinya masih milik Fatih,lelaki yang sudah delapan tahun memiliki hatinya.     

Dila terpaksa menerima perjodohan ini karena tak ingin membebani kedua orang tuanya karena masih berstatus single di usia 30 tahun.Tak enak menyandang predikat perawan tua.     

Bara dan kedua orang tuanya sudah sampai di rumah Dila.Mereka bertiga disambut kedua orang tua Dila dan Iqbal.     

" Selamat datang di gubuk kami," kata Defri-ayah Dila menyalami Herman-papa Bara.     

" Selalu rendah hati kamu Def.Mana gubuk ? Masa rumah sebagus ini dibilang gubuk," kata Herman penuh candaan.     

" Uda,Uni, Nak Bara silakan masuk," Lusi-bunda Dila mempersilakan keluarga Bara untuk masuk.     

Calon besan berbincang dengan hangat.Ranti-mama Bara terlihat antusias dan bahkan membantu Lusi di dapur menyiapkan cemilan.     

" Uni Ranti gak usah repot-repot.Biar Lusi saja," Lusi sungkan Ranti menolongnya menyiapkan minuman dan cemilan.     

" Gapapa Lusi.Kita calon besan ndak usah segan begitu," Ranti mengambil baki dan menghidangkan minuman di ruang tamu.     

Bara terlihat ganteng dan berkharisma. Menggunakan celana jeans berwarna hitam dan kemeja berwarna merah. Kadar ketampanan Bara naik berkali-kali lipat.Sebenarnya Bara malas datang bertemu dengan Dila namun ia tak mungkin menolak karena malam ini perkenalannya dengan calon istrinya.     

Didampingi oleh Ria dan Naura, Dila datang ke ruang tamu menghampiri kelurga Bara.     

Ketika Dila dan Bara beradu netra mereka menunjukan ekspresi kaget.     

" Kamu," ucap Bara dan Dila saling tunjuk.Dila tak bisa berkata-kata mengetahui calon suaminya Aldebaran pengusaha muda yang terkenal se-Sumbar.     

Bara pun kaget.Ia tak melihat foto dan identitas Dila waktu Herman memberikan amplop coklat yang berisi data diri Dila. Ia malah memberikan amplop coklat itu pada Dian untuk diselidiki.     

" Kalian kenal?" Ranti dan Lusi kompak bertanya.     

" Kenal," jawab Bara dan Dila kompak.     

Semua orang di ruang tamu tertawa karena Dila dan Bara memberikan jawaban yang serentak.     

" Benar-benar jodoh nich," goda Defri memancing tawa semua orang.     

" Kalian dimana kenal?" Lusi menjadi kepo.     

" Pak Bara ini nasabah prioritas di kantor Dila bunda," jawab Dila datar.     

" Mama,papa,om,tante aku mau bicara empat mata sama Dila boleh? " tanya Bara.     

" Boleh," jawab Defri." Kalian ngobrol aja dekat kolam renang.Kami para orang tua akan membahas masalah pernikahan kalian."     

Dila mengajak Bara ke kolam renang.Karena saling mengenal sebagai nasabah dan petugas bank mereka tidak ada rasa canggung.     

" Saya hanya ingin bertanya sama kamu Dil.Kenapa wanita secantik kamu mau menerima perjodohan ini? Aku yakin pasti banyak pria yang menyukaimu," tanya Bara to the point.     

" Pak Bara kenapa juga menerima perjodohan ini?" Dila balik bertanya.     

Bara tersenyum simpul.Dila oh Dila.Ia bertanya malah ditanya balik.     

" Jangan terlalu formal.Panggil saja abang atau uda.Pertama saya tak punya waktu mencari pasangan karena sibuk bekerja.Kedua saya ingin membahagiakan kedua orang tua saya.Kamu?"     

" Sama.Saya juga ingin membahagiakan kedua orang tua saya dan tak ingin mereka risau dengan statusku.Saya tak ingin mereka malu memiliki anak seorang perawan tua.Saya yakin dengan pilihan orang tua saya.Saya pasrahkan jodoh saya di tangan Allah.Jika Pak Bara memang jodoh yang diberikan Allah saya ikhlas," ucap Dila malu-malu mengundang tawa Bara.     

" Berarti kamu menerima perjodohan ini dan tak pernah menolak?"     

" Saya pasrahkan semua kepada Allah Pak.Kematian,kelahiran dan jodoh bukankah semua takdir dari Allah.Bahkan sebelum kita lahir jodoh saya sudah di tulis di Lauhul Mahfuz?"     

" Kamu benar Dil.Saya senang jika kamu tidak keberatan jadi istri saya walau tak ada cinta diantara kita.Semoga kita bisa berteman," Bara mengulurkan tangan.     

Dila membalas uluran tangan Bara.Mereka bersalaman.     

" Semoga kita bisa berteman baik," jawab Dila tersenyum manis.     

" Kita akan menjadi suami istri biasakan memanggil saya dengan Uda Bara.Panggil aku kamu biar tidak kaku."     

" Baik uda," kata Dila tersipu malu.     

Dila cukup lega sudah mengenal Bara. Setidaknya tidak ada rasa canggung diantara mereka.Ternyata pertemuan dengam calon suami dan mertua tak sehoror yang Dila pikirkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.