Jodoh Tak Pernah Salah

Part 175 ~Tragedi di Kantor Polisi



Part 175 ~Tragedi di Kantor Polisi

0Dian membuang ludah dan siap melanjutkan aksinya. Tiba-tiba saja lampu mati. Mata Dian memendar melihat sekelilingnya. Dian dalam metode waspada jika Peter menyerangnya dalam kegelapan. Dian mengambil smartphone dalam saku dan menghidupkan senter smartphone. Tiba-tiba terdengar suara ledakan. Hanya satu tembakan tapi membuat Peter berteriak histeris dan terkapar.     
0

Suara rintihan Peter terdengar membahana. Para polisi yang berada di ruang monitoring bergegas menuju ruang interogasi. Mereka sudah menaruh rasa curiga. Ada yang tak beres dan ada yang sengaja mematikan listrik.     

Saat mereka datang kesana listrik sudah menyala. Mereka melihat Peter terkapar bersimbah darah. Peter ditembak tepat pada jantungnya. Jika tembakan mengenai jantung maka kesempatan untuk selamat sangat kecil dan mati seketika. Mulut Peter menganga dengan darah berceceran di dinding.     

Bara mengerjapkan pandangannya. Tak menyangka ada yang berani melakukan pembunuhan di kantor polisi.     

"Kamu tidak melihat siapa pelakunya Dian?" Bara shock melirik Dian.     

"Tidak bos. Sangat gelap dan dia melakukannya dengan cepat. Sepertinya dia penembak jitu. Tembakannya tepat mengenai jantung Peter dan dia sengaja melakukannya untuk membunuh Peter." Dian menunjuk dada yang terkena tembakan.     

"Melihat bentuk lukanya. Dia menembak dengan pistol Raging Bull 454," lanjut Dian memberi penjelasan.     

"Anda benar. Siapa anda sebenarnya kenapa tahu jenis senjata yang ia gunakan hanya dari luka?"     

"Aku hanyalah wanita biasa yang pernah ikut wajib militer," kata Dian berbohong.     

"Sejak kapan Indonesia mewajibkan warganya ikut wajib militer?" Kepala polisi mulai curiga.     

"Tidak penting untuk dibahas sekarang. Cepat kita cari tahu siapa pembunuhnya. Yang menculik istriku bukan orang biasa. Dia memiliki pengaruh kuat. Jika dia bisa menyusup ke kantor polisi berarti dia orang terlatih dan bukan orang sembarangan. Dari senjata yang dia gunakan bisa kita lacak siapa pemilik pistol ini karena kepemilikan Raging Bull 454 harus memiliki lisensi," kata Bara mengalihkan perhatian kepala polisi pada Dian.     

Para polisi mengangkat tubuh Peter yang sudah kaku. Dian mendengar suara langkah kaki di dekat ruang interogasi. Dian waspada, yakin jika pelaku penembakan masih ada di sekitar sini karena ketika Bara dan para polisi datang listrik sudah menyala. Si penembak akan terlihat di CCTV jika kabur ketika pencahayaan terang.     

Bara, Dian, dan seorang polisi saling melirik. Mereka punya pikiran yang sama jika sang pembunuh masih ada di sekitar mereka. Dengan berjalan perlahan-lahan meninggalkan ruangan interogasi. Suara barang jatuh menjadi perhatian mereka. Dian berteriak lantang. Melihat seorang berbaju hitam dan menggunakan topeng berusaha melarikan diri. Ia masih memegang pistol yang digunakan untuk menembak Peter. Pembunuh mengarahkan pistol pada Dian dan Bara. Ia siap menarik pelatuk, tapi tangannya tertembak dan pistolnya jatuh. Polisi yang bersama Dian yang melakukannya. Sang polisi bergerak cepat sebelum ada korban selanjutnya.     

Si pembunuh panik. Dia lari melewati lorong panjang nan gelap. Ia memecahkan kaca belakang dan kabur. Dian, Bara, polisi berlari mengejarnya.     

"Kau tidak akan bisa kabur. Kau harus membayar semua perbuatanmu," kata Bara berteriak sambil berlari.     

Mereka bertiga berlari bak atlit sedang mengikuti olimpiade. Berhubung pulau Rottnest pulau tanpa kendaraan, mereka bebas berlari tanpa ada kendaraan yang berlalu lalang. Dian sangat bernafsu menangkap si pembunuh. Ia geram dan ingin mengungkap siapa pelaku penculikan Dila. Melihat aksi si penculik, pelaku bukanlah orang sembarangan dan memiliki pengaruh di negara ini.     

Bara bersumpah tak akan membiarkan si pembunuh lolos. Bagaimana pun istrinya dalam bahaya. Bara tak ingin sesuatu buruk menimpa sang istri. Melihat tindak tanduk si penculik mereka tak segan untuk menghabisi Dila. Mulut Bara komat-kamit mendoakan keselamatan Dila. Bagaimana pun caranya ia harus menemukan Dila dan membawanya pulang ke Padang. Mereka baru saja mereguk indahnya bulan madu, kenapa harus dipisahkan dengan cara seperti ini?     

"Berhenti!" teriak polisi. Ia memberikan tembakan peringatan agar si pembunuh menghentikan langkahnya namun si pembunuh tak bergeming. Tetap lari menyelamatkan diri dari kejaran polisi, Bara dan Dian.     

"Berhenti atau aku tembak?!" Polisi kembali memberikan peringatan dan melepaskan tembakan ke udara.     

Warga lokal dan para wisatawan yang kebetulan bersepeda mengelilingi pulau kaget melihat aksi kejar-kejaran dan tembakan peringatan polisi. Mereka menepi takut menjadi korban salah tembak.     

"Brengsek! Dia semakin mempercepat langkahnya," kata Dian mengumpat. Napasnya tersengal-sengal. Dian berhenti sejenak mengambil napas.     

"Dia membuat aku marah dan murka. Kau tidak tahu jika aku kill bill dalam dunia nyata. Aku tidak akan melepaskan kamu. Awas kau! Aku penasaran siapa yang memerintahkan kamu. Siapa dalang dibalik semua ini?" Dian bicara sendiri.     

Dian melihat batu berserakan di jalan. Dia mengambil satu buah batu. Dian kembali berlari mengejar si pembunuh. Keringat dingin bercucuran dari pelipisnya. Dian cukup berolahraga malam ini. Dian mencepol rambutnya karena kepanasan.     

Bara tak menyerah mengejar si pembunuh yang semakin jauh darinya. Bara menduga si pembunuh seorang atlit lari karena kecepatan larinya di atas rata-rata.     

"Jangan panggil gue Dian jika tidak bisa mengejar lo." Dian pasang ancang-ancang untuk lari. Dengan semangat 45 ia kembali mengejar si pembunuh.     

Bara dan polisi kaget melihat Dian bisa menyusul mereka. Tak mau kalah mereka juga mempercepat lari. Polisi mengarahkan senjatanya untuk membidik kaki si pembunuh agar tak bisa berlari. Tembakan polisi mengenai betis kanan si pembunuh, ia meringis kesakitan. Darah mengucur dari tubuhnya. Menahan sakit, ia tetap berlari. Darahnya berceceran di jalan seolah memberi petunjuk pada pengguna jalan.     

Dian melemparkan batu pada si pembunuh. Lemparannya tepat mengenai kepala bagian belakang. Si pembunuh memegangi kepalanya yang juga berdarah. Ia merasa pusing dan tak berdaya.     

Si pembunuh berjalan terseok-seok karena sudah terluka. Ia panik karena mereka bertiga semakin dekat. Ia sudah tak sanggup lagi untuk lari karena mengalami pendarahan. Luka di kepala dan betisnya sangat serius dan butuh perawatan.     

Napas si pembunuh ngos-ngosan karena ia menemukan jalan buntu. Ia berada di atas palung laut. Di depannya terdapat laut lepas. Ia tak bisa lagi berlari. Matanya mengerjap melihat Dian mendekatinya.     

"Mau kemana kau bajingan?" Dian tersenyum manis menatap si pembunuh yang masih menggunakan topeng.     

"Kami akan menangkapmu. Berani sekali kamu bermain-main dengan kami," lanjut Dian lagi.     

"Menyerahlah," kata polisi mengacungkan senjata.     

Panik dan tanpa berpikir panjang. Tak mau ketahuan si pembunuh meloncat dari palung. Ia terjun bebas ke laut.     

"Brengsek," kata Bara berusaha terjun namun dicegat si pembunuh.     

"Dia terluka bos tidak mungkin bertahan lama. Kita akan menemukannya," kata Dian.     

"Kita harus mendapatkan dia Dian. Mereka menculik Dila. Aku takut jika mereka nekat membunuh Dila. Aku tidak mau kehilangan Dila untuk kedua kalinya," cebik Bara menahan tangis, menyandarkan kepalanya di bahu Dian. Saat ini Bara butuh bahu untuk bersandar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.