Jodoh Tak Pernah Salah

Part 306 ~ Cobaan Pertama



Part 306 ~ Cobaan Pertama

0Egi dan Clara tak berkutik melihat orang yang menyapa mereka. Ya Tuhan, baru saja memulai kehidupan yang baru mereka sudah mendapatkan ujian.     
0

"Egi kenapa kalian ada di sini? Aku malah mendengar kalian mau bertunangan?" Tanya seorang wanita. "Yang benar saja Clara. Kayak enggak ada cowok lain di dunia ini."     

"Dewi," cebik Clara kesal.     

Egi menghindari Dewi. Ia menuju meja kasir membayar cincin pertunangan mereka.     

Siapa yang masih ingat dengan Dewi?     

Dewi adalah salah satu dari lima orang wanita yang memperkosa Egi di atas Yacth.     

Dewi janda beranak satu. Dia orang pertama memperkosa Egi waktu itu. Egi mendapatkan hukuman dari Bara. Dia diperkosa Lima orang wanita yaitu Dewi, Clara, Ivy, Beby dan Sinta.     

Dewi mendekati Clara, tak percaya dengan apa yang ia lihat dan apa yang ingin dengar. Dewi ingin mengkonfirmasi     

"Lo beneran sama Egi?" Tanya Dewi kepo.     

"Kenapa?     

"Jangan sama orang kayak gitu. Masa lo tunangan sama Egi?"     

"Terserah gue."     

"Kenapa lo mau sama dia? Lo inget nggak sih kalau dulu kita pernah memperkosa dia? Jangan berhubungan sama dia. Kayak nggak ada aja laki-laki di atas dunia ini. Lo cantik, kaya, pintar dan sukses. Siapa sih laki-laki yang nggak suka sama lo? Ngapain harus sama Egi? Lo kayak wanita yang menyedihkan Ra. Kalau papa lo tahu pasti dia nggak bakalan setuju lo sama Egi." Cerocos Dewi panjang lebar.     

"Ini urusan pribadi gue bukan urusan lo!" Balas Clara ketus. Berani banget si janda itu ikut campur urusan pribadinya.     

"Hei gue ingetin lo. Tandanya gue peduli sama lo. Ngapain sih lo habiskan energi buat orang macam Egi? Dia salah satu gay di klub Vegi. Gay akut macam dia enggak bakalan sembuh. Kaum dia bakal seret dia lagi agar kembali bergabung."     

"Siapa bilang Egi enggak bisa sembuh. Bara saja bisa sembuh apalagi Egi," balas Clara menahan emosi.     

"Jangan sama dia Ra. Kalo cari pasangan hidup orang baik-baik dong, bukan gay macam Egi."     

"Cukup Dew. Lo nasehatin gue kayak hidup lo udah bener aja. Ini hidup gue bukan hidup lo. Egi layak dapat kesempatan kedua," balas Clara meninggalkan Dewi.     

Clara menghampiri Egi yang sudah berada di depan pintu keluar.     

"Dasar Clara enggak bisa dibilangin. Malu-maluin, mau tunangan sama gay," cebik Dewi kesal     

*****     

Egi memijit pelipisnya ketika berada di atas mobil. Egi tak menyangka akan bertemu Dewi di toko perhiasan. Bayangan Dewi pernah memperkosanya menghantui Egi.     

Napas Egi sesak mengingat peristiwa itu. Bara menghukumnya karena dia telah mencelakai Dila. Kejamnya mantan kekasihnya itu membawa lima orang wanita untuk memperkosanya salah satunya Clara. Peristiwa itu sangat memalukan bagi Egi. Ia bak seorang gigolo memuaskan wanita pemburu nafsu.     

Clara termenung melihat kegelisahan Egi. Bertemu dengan Dewi seakan mengorek luka lama diantara mereka. Sebenarnya Clara sudah melupakan kejadian itu. Entahlah, kenapa ia begitu bodoh menerima tawaran dari Dian untuk memperkosa Egi waktu itu. Rasa cinta dan nafsu yang memuncak membutakan matanya hingga berbuat tak senonoh pada Egi.     

Satu orang pria digerayangi lima orang wanita. Kala itu Egi direcoki obat sehingga tidak bisa melawan dan lari. Setelah pemerkosaan itu Egi sakit dan dirawat di rumah sakit.     

"Ra," panggil Egi sendu. Mereka masih berada di parkiran toko perhiasan.     

"Iya," jawab Clara singkat.     

"Kamu masih bisa mundur Ra. Kamu harus menjaga nama baik kamu. Aku memang tidak pantas bersanding dengan kamu. Aku hanyalah seorang gay yang berusaha untuk taubat. Dewi benar. Kamu cantik, kaya dan sukses. Banyak pria yang bertekuk lutut sama kamu. Aku ini hanyalah butiran debu. Aku hanyalah laki-laki yang tidak tahu diri yang sedang berusaha untuk mencintaimu. Maafkan aku selama ini mengabaikan kamu dan aku baru sadar jika kamu sangat berharga."     

"Gi jangan dengerin omongan Dewi. Sebenarnya dia hanya sirik aku sama kamu. Dia suka sama kamu."     

"Tidak Ra. Dia hanya ingin main-main denganku."     

"Kamu nggak boleh pesimis Gi. ini belum seberapa. Anggap saja ini ujian pertama bagi kamu. Akan banyak ujian yang akan menanti kamu ke depannya. Ingat Gi, jadi orang baik itu tidak mudah. Walaupun kita sudah baik pasti ada saja orang yang akan menjahati kita. Jadi kamu jangan menyerah dan kamu harus berjuang. Aku ingin kamu perjuangkan. Aku ingin tahu bagaimana rasanya dicintai dan diperjuangkan."     

"Maafkan aku Ra. Aku merasa insecure dengan diriku. Merasa tak pantas. Apakah aku harus meninggalkan kamu lebih dahulu, memantaskan diri dan kembali sama kamu?"     

"Jangan Gi. Kita akan berjuang sama-sama. Please Gi jangan tinggalkan aku," ucap Clara terisak.     

"Ra jangan menangis."     

"Gimana aku nggak nangis. Kamu menyerah Gi. Belum berjuang kamu sudah menyerah. Hanya sampai sini perjuangan kamu?"     

"Maafkan aku Ra," balas Egi terisak. Pria itu menggenggam erat tangan Clara.     

"Janji ya Ra. Kamu akan selalu berada disamping aku dan support aku untuk jadi straight."     

Clara mengangguk. "Aku janji Egi tapi juga harus berjanji. Tidak boleh lagi menyerah dan berkecil hati. Bukankah kamu sudah berkomitmen untuk berubah menjadi orang yang lebih baik lagi. Kita berjuang sama-sama. Jangan hidup mendengarkan kata orang. Ini hidup kita, kita yang tentukan. Kita enggak hidup dari cibiran dan cemoohan orang lain. Anggap saja Dewi ujian pertama bagi kamu. Biar mental kamu sekuat baju. Jika ada rintangan dan penolakan nantinya kamu akan kuat."     

"Kamu benar Ra. Dewi hanya bagian dari masa laluku. Semoga dia tak menceritakan siapa aku pada orang-orang."     

"Belajarlah dari Bara bagaimana dia teguh dengan pendiriannya untuk jadi straight. Godaannya sangat besar. Bahkan dia mampu bertahan dari godaan kamu." Clara tergelak tawa.     

"Ada yang lucu?"     

"Ada dan itu kamu."     

"Apa yang lucu?"     

"Mengingat kamu begitu bucin sama Bara. Rela dipukulin Dian berkali-kali. Pasrah dihajar agar Bara peduli."     

"Sudahlah Ra. Jangan ingatkan aku dengan peristiwa itu. Aku mual mengingatnya. Betapa menyimpangnya aku."     

"Masa lalu jadikan pembelajaran Gi. Aku akan belajar memperbaiki diri seperti kamu. Aku berjanji tidak datang ke klub lagi dan mabuk-mabukan."     

Egi menyodorkan kelingking, Clara menyambutnya.     

"Mulai hari ini kita berjanji untuk memperbaiki diri. Menjauhi klub dan tidak lagi mabuk-mabukan. Jika salah satu melanggar maka akan dikenai sanksi hukuman sosial seperti menyapu jalan dan membersihkan toilet mesjid, " ucap Egi mendapatkan protes dari Clara.     

"Aku enggak mau kalo sanksinya itu. Malu Gi."     

"Makanya karena takut malu kamu enggak bakal ke klub dan mabuk-mabukan. Kalo sanksinya traktir makan sama aja bohong."     

"Iya juga ya." Clara garuk-garuk kepala.     

Egi tahu jika perjuangannya belum berakhir. Akan banyak cobaan di kemudian hari. Pilihannya menjadi pria normal akan mendapatkan kecaman dari komunitas gay.     

Egi menarik analogi sederhana tentang perubahannya. Diibaratkan sebuah besi yang penuh karat. Untuk dapat membersihkan besi itu dari karat maka harus diamplas dengan amplas yang kasar. Jika dengan amplas, karat-karat tersebut tidak juga luruh, maka harus dibakar dengan api yang sangat panas, sehingga luruhlah karat-karat tersebut.     

Musibah dihadirkan ibarat amplas dan api. Kita akan merasakan sakit ketika diamplas, dengan amplas yang kasar. Dan akan semakin terasa sakit dan panasnya ketika dibakar dengan api yang sangat panas. Namun setelah melewati semua proses itu besi akan bersih dari karatan. Ini sama seperti manusia yang sedang diuji ketika bertaubat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.