Jodoh Tak Pernah Salah

Part 314 ~ Minta Pendapat



Part 314 ~ Minta Pendapat

0"Apa?"     
0

"Kok apa melulu?"     

"Uda makasih atas bantuannya."     

"Bantuan apa?" Tanya Fatih memicingkan mata.     

"Telah mau bekerja sama dengan bank kami."     

"Anggap saja membantu adik sendiri."     

"Uda."     

"Apa?"     

"Sudah saatnya udah menikah. Sudah tiga puluh enam tahun bukan?" Dila mengingatkan umur Fatih.     

"Jangan ingatkan masalah umur. Berasa tua Dila."     

"Babinilah uda lai. Truk se gandengan maso indak?"     

(Segeralah menikah. Truk aja gandengan masa kamu enggak).     

"Jodohnyo alun ado."     

(Jodohnya belum ada).     

"Kebanyakan gaya. Bukannya banyak anak kyai naksir sama uda?"     

"Darimana kamu tahu?"     

"Rudi yang cerita."     

"Mulutnya tidak bisa dijaga." Fatih mencebik kesal.     

"Ada Naima dan ada Cyra. Tinggal pilih."     

"Kamu jadi mak comblang sekarang?"     

"Bisa jadi."     

"Aku lihat kamu sudah bahagia dengan Bara. Dia memperlakukan kamu dengan baik. Uda bahagia melihatnya. Terlepas dari masa lalu Bara, uda salut dia istiqomah dalam taubatnya."     

"Alhamdulilah."     

"Semoga kalian segera dikaruniai anak." Fatih mendoakan dengan tulus.     

"Amin. Aku melihat uda dekat dengan Dian. Apa kalian punya hubungan?"     

"Tidak. Kami hanya berteman. Kami dekat karena aku yang mencarikan terapis buat Dian. Dia masih trauma dengan masa lalunya."     

"Uda tahu semuanya?"     

Fatih mengangguk. "Aku yang menjembatani hubungan Dian dan Alvin. Kasihan remaja itu. Jika tidak diarahkan dia akan mengambil langkah yang salah. Bagaimana kabar om dan tante?"     

"Kabar mereka baik. Aku belum berkunjung ke rumah."     

"Kamu tidak tinggal di rumah orang tuamu?"     

"Tidak. Bara enggak enak pulang malam setiap hari makanya kami pindah ke rumah Danau Teduh."     

"Wow cluster perumahan mewah." Fatih memicingkan mata.     

"Jangan nyindir."     

"Aku tidak menyindir. Kenyataannya orang-orang kaya Padang tinggal disana. Aku tidak bisa lupa background suami kamu. Dila aku mau minta pendapat kamu. Seorang kakak sedang bertanya pada adiknya."     

"Ada yang bisa dibantu?"     

"Jangan formal gitu ah. Males jadinya. Bersikaplah seperti adikku yang manis seperti dulu."     

"Baik uda. Dila menaruh tangannya di atas kepala membentuk simbol love.     

"Alay." Cibir Fatih tertawa.     

"Bukankah aku imut?"     

"Bukan imut tapi amit."     

"Katanya mau minta pendapat kok belum konsultasi?" Dila memprotes. Dia sudah tak canggung lagi.     

"Aku ditaksir seorang gadis salihah bernama Naima. Dia seorang wanita yang tunduk dengan agama, menutup aurat dan ilmu agamanya bagus. Dia anak seorang kyai di Jawa Timur. Saat ini Naima sedang menyelesaikan studinya di Cairo. Dia sudah berulang kali mengirimkan aku surat bahkan email jika dia ingin menjadi istriku."     

"Sebenarnya aku ingin jujur uda. Gadis seperti Naima sangat cocok mendampingi uda. Kalian seirama baik dalam agama dan pengetahuan. Kalian berasal dari kalangan yang sama. Aku saja insecure dengan uda. Lantas kenapa uda tidak ingin menikah dengan Naima?"     

"Aku merasa tak pantas bersanding dengan dia. Ibaratnya dia bidadari surga yang diidamkan para lelaki. Banyak anak kyai besar melamarnya. Aku merasa tak pantas jika bersanding dengan Naima. Aku tidak ada apa-apanya dengan para pria yang pernah melamar Naima."     

"Siapa bilang tidak pantas? Uda ada di posisi sekarang sangatlah hebat. Semua mata melihat dan mengagumi uda. Apa yang uda risaukan? Saranku terimalah Naima. Sudah saatnya uda membina hubungan rumah tangga. Sesuatu yang baik harus disegerakan."     

"Aku akan istiqarah semoga menemukan jawaban yang tepat."     

*****     

Setelah bertemu dengan Fatih, Dila melanjutkan perjalanan ke Rumah sakit Harapan. Hari ini ada janji dengan Zico. Bank MBC akan menempatkan mesin EDC di tempat kasir. Dila juga akan memobilisasi bagaimana skema pembukaan tabungan untuk para pegawai.     

Setelah mengetahui Dila istrinya Bara sikap Zico berubah drastis. Sikapnya lebih sopan dan tak arogan. Zico menemani Dila dan tim meletakkan mesin EDC, sekalian memantau keadaan rumah sakit. Para pegawai menjadi kikuk dan gugup kala Zico datang.     

"Pak Zico mungkin kami mau minta izin. Rencana akan membukakan rekening pegawai secara on the spot. Petugas kami akan ditempatkan disini. Pegawai rumah sakit sebanyak 1.500 orang. Nah kami mau mobilisasinya pembukaan rekening tabungan minggu depan. Jadi kami akan menargetkan 100 rekening perhari. Jadi dalam waktu lima belas hari kerja semua pegawai rumah sakit sudah memiliki rekening MBC. Nah kami juga minta bantuan Pak Zico."     

"Bantuan apa?"     

"Jadi gini Pak Zico kami minta bantuan SDM untuk kasih daftar nama pegawai. Kami akan bikin jadwal kedatangan pegawai ke mobile unit untuk buka rekening. Pegawai datang bikin rekening di sesuai tanggal dan jam yang telah di atur agar tidak terjadi penumpukan. Bisa dibantu Pak?"     

"Tentu bisa saja Bu Dila. Kakak ipar anda yang akan mengaturnya."     

"Kok gitu?"     

"Jangan bilang dokter Naura tidak mengatakan pada Ibu jika dia sudah ditunjuk sebagai direktur SDM."     

"Aku lupa," balas Dila tersenyum manis.     

"Aku baru tahu jika Bu Dila istri dari politisi Aldebaran. Bagaimana rasanya jadi istri politisi?"     

"Lebih suka dia jadi pengusaha daripada seorang politisi. Jujur aja dengan dia menjadi politisi saingannya banyak, musuhnya juga banyak dan hidup dalam kepalsuan. Berat jadi wakil rakyat. Pertanggungjawabannya enggak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Ditunjuk menjadi wakil rakyat tapi kita tidak bisa menunaikan janji kita pada rakyat itu dosanya besar. Kalau aku sendiri sih Pak Zico tidak suka suamiku jadi politisi. Pemilihan periode selanjutnya enggak bakal aku ijinkan dia ikut. Politisi itu berbahaya, bikin hidup tidak tenang."     

"Sudah lama menikah dengan suaminya? Maaf pertanyaannya melenceng." Zico tergelak tawa.     

"Kami terhitung telat untuk menikah. Kami menikah karena dijodohkan."     

"Kirain kalian pacaran. Liat bagaimana anak buahmu menggodamu bisa dipastikan suamimu romantis."     

"Pak Zico pernah kerja sama dengan suamiku?"     

"Belum pernah." Zico menggeleng. "Semoga ke depannya bisa berbisnis."     

"Bapak sendiri sudah punya berapa orang anak?"     

"Aku sendiri duda dan tak punya anak. Kami bercerai setelah sepuluh tahun menikah. Saling menyalahkan siapa yang mandul. Hidup memang tak adil. Mantan istri menikah lagi dan langsung punya anak. Kok jadi curhat gini." Zico tersenyum miris.     

Dila bukannya tak tahu perubahan sikap Zico. Wajah pria itu berubah ketika melihat Bara di televisi. Raut wajahnya sudah menyiratkan dugaan Bara benar. Zico, CEO baru rumah sakit Harapan adalah laki-laki yang telah memperkosa suaminya dan Dian lima belas tahun yang lalu. Keingintahuan Zico pada Bara mempertegas apa yang terjadi di masa lalu. Dila bukan wanita bodoh yang tak bisa memahami situasi dan kondisi.     

Dila hanya berpura-pura dan sedikit memancing agar tujuannya tercapai. Dila bukanlah perempuan polos yang tak tahu apa-apa.     

"Mungkin kalian belum berjodoh," kata Dila berusaha menghibur.     

"Bisa jadi."     

"Sudah ada nama baru rumah sakit Pak?"     

"Sudah, tapi masih rahasia. Sekarang para pegawai diberikan pelatihan service excellent agar lebih baik memberikan pelayanan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.