Arrogant Husband

Bartender yang Tampan



Bartender yang Tampan

0Berpuluh-puluh kali panggilan tak terjawab dari Joseph. Reva sama sekali tak ingin menjawabnya. Saat ini, ia sedang berada di sebuah bar. Wanita cantik itu minum wiski sampai bergelas-gelas. Mungkin, sebentar lagi Reva akan mabuk berat. Terdengar dari ocehannya yang mulai melantur ke sana kemari.     
0

"Tambah lagi," ujar Reva.     

Sang bartender agak ragu untuk menuangkan wiski ke dalam gelas Reva. Wanita itu sudah tertunduk layu di atas meja bar.     

"Lagii!" titah Reva.     

Alhasil, sang bartender pun mulai menuangkan wiski ke dalam gelas. Reva pun meneguk isinya dengan cepat. Kemudian, wanita itu tertunduk lemas lagi. Kepalanya bersentuhan dengan meja bar.     

"Awas kau, Alisa! Kubunuh kau nanti," ucapnya meracau.     

Saat meracau seperti ini, Reva masih saja mengingat Alisa. Istri dari Saga itu, memang benar-benar membuatnya tak bisa lupa, atas apa yang dilakukan oleh Alisa karena sudah merebut Saga dari hidupnya.     

Akhirnya, Reva merasa kepalanya pening dan sakit luar biasa. Wanita itu hanya bisa meracau dan meracau sambil menahan rasa sakit. Sudah cukup Reva minum wiski sekarang.     

"Wanita sialan!" umpatnya sebelum Reva benar-benar hilang kesadaran.     

***     

Hampir jam sepuluh malam, Reva akhirnya mulai sadar. Matanya mulai mengerjap-ngerjap dan menatap ke sekeliling.     

"Aku di mana?" tanya Reva pada diri sendiri.     

Ruangan bernuansa dengan warna krim, begitu menghiasi di dalam tempat ini. Ia pun lekas turun dari ranjang, yang entah siapa pemiliknya.     

Dengan langkah yang masih sempoyongan, Reva berusaha untuk meraih gagang pintu dan membukanya. Wanita itu mulai membukanya perlahan.     

Ia menatap ke sekeliling. Rumah yang terlihat sederhana. Tak banyak perabotan antik nan mewah di sini. Reva berpegangan pada dinding-dinding rumah untuk berjalan, karena keadaannya masih belum sadar sepenuhnya.     

"Nona, ternyata kau sudah sadar juga," ucap seseorang yang tengah memanggil Reva.     

Reva pun berbalik badan dan menatap orang tersebut. Pria itu berbadan tegap, layaknya seorang atletis.     

"Kau? Yang bekerja di bar itu kan?" Pria itu mengangguk ke arah Reva.     

"Iya. Kau tadi tak sadarkan diri di sana cukup lama. Makanya aku bawa ke rumahku agar aman. Maafkan aku, ya."     

Reva memandang pria itu cukup lama. Tutur kata pria itu juga terkesan sopan.     

"Oh ya, ini sudah larut malam. Jadi, kalau kau mau, kau boleh tinggal dulu di rumahku dan tidurlah di kamar. Biar aku yang tidur di ruang tamu."     

"Namamu siapa?" tanya Reva yang penasaran.     

"Agam." Pria itu mulai mengulurkan tangan padanya. "Kau?"     

"Reva." Reva pun membalas uluran tangan itu.     

Embusan napas Reva masih begitu lekat dengan bau alkohol. Namun, pria itu sama sekali tak merasa terganggu. Agam malah mengajaknya untuk masuk ke dalam, agar beristirahat di kamar.     

Agam menuntun Reva berjalan, karena dirinya masih sempoyongan. Walau rasa pening di kepala sudah menghilang, tapi tetap saja kesadarannya masih belum stabil.     

"Nah, istirahatlah ...." Agam menidurkan Reva di kamarnya. Pria itu mulai menaikkan selimut tebal hingga batas dagu. Kemudian, Agam mengambil sebuah bantal yang ada di sebelah tempat Reva rebahan.     

"Kau serius mau tidur di luar?" Pertanyaan itu ke luar begitu saja dari mulut Reva.     

"Iya. Kita tidak mungkin sekamar kan?" Agam tersenyum singkat, lalu ia ke luar dari kamar.     

Sepeninggal pria itu dari kamar, Reva hanya terdiam saja.     

"Aku merepotkan orang lain jadinya."     

Tanpa sadar, ia tersenyum singkat saat ingat wajah Agam. Pria itu baik dan tampan rupawan.     

"Ahh, tidak. Tidak mungkin!" Reva menggelengkan kepala. "Aku hanya tertarik pada Saga, bukan pada pria yang lain." Reva pun segera memejamkan mata untuk tidur.     

***     

Pagi hari yang cerah, Reva mulai terbangun dan sadar. Wanita itu mengerjap-ngerjapkan matanya ke sekitar kamar. Ia pun menoleh ke samping, di atas nakas ternyata ada dompet beserta kunci mobilnya.     

"Ya ampun, akhirnya ketemu juga. Tadi malam, tak ada."     

Dengan wajah yang sayu dan rambut acak-acakan, Reva pun segera bangkit dari tempat tidur Agam. Sebelum ke luar dari sini, ia merapikan ranjang ini terlebih dahulu. Bagaimana pun juga, Reva sangat berterima kasih pada pria itu. Kemudian, ia pun menuju ke luar.     

"Astaga!" pekik Reva saat melihat Agam berada tepat di pintu kamar.     

"Ya Tuhan, maafkan aku telah mengagetkanmu. Aku hanya–"     

"Aku harus pulang ke rumah," potong Reva.     

"Hmm, baiklah. Oh, ya, aku telah mengembalikan kunci mobil dan dompetmu. Harusnya malam tadi kuserahkan padamu, tapi aku lupa," ujar Agam yang cengar-cengir.     

"Iya, tidak apa-apa. Terima kasih banyak karena telah membantuku."     

"Sama-sama. Mobilmu ada di halaman rumahku." Senyum Agam terkembang sempurna, membuat Reva seolah terhipnotis.     

Reva izin pamit pada pria bertubuh atletis itu. Ia pun segera menuju ke halaman depan. Agam adalah pria yang baik, yang telah menolongnya.     

Melihat wanita secantik Reva, membuat Agam sedikit merasa malu-malu. Entah kenapa, debaran di jantungnya makin bertalu-talu, tak karuan.     

"Dia sangat cantik. Ya Tuhan, aku memuji makhluk ciptaan-Mu."     

Kemudian, Agam pun masuk ke dalam kamarnya sendiri. Ia ingin membereskan tempat tidur yang semalam ditiduri oleh Reva. Setelah itu, ia akan segera mandi dan kembali bekerja lagi di bar.     

"Semoga kita bertemu lagi di lain waktu, Nona cantik," ujar Agam sambil merapikan tempat tidurnya sendiri.     

***     

Di tengah perjalanan, tiba-tiba Reva jadi teringat wajah Agam. Ternyata rumah pria itu letaknya tak jauh dari bar tersebut. Ia berniat akan ke sana lagi, kalau tak sibuk.     

Sebentar lagi, Reva akan segera sampai di rumahnya sendiri. Wanita itu ingin membersihkan diri karena seharian kemarin tak mandi.     

"Agam sosok pria yang baik. Dia adalah bartender yang tampan."     

Saat hendak masuk ke halaman rumah, Reva melihat ada mobil Joseph tengah terparkir di sana. Pria itu ternyata datang ke sini dan terlihat duduk di atas mobil. Reva pun tak bisa putar balik lagi untuk menghindar.     

"Kenapa Joseph datang ke sini? Menyebalkan sekali!"     

Pria itu lekas menghampirinya di mobil. Mau tak mau, Reva pun ke luar.     

"Sayang, kau ke mana saja semalam? Aku mencarimu ke mana-mana, bahkan sampai ke rumah Saga," ujar Joseph.     

"Buat apa kau ke rumah Saga?" Embusan napas Reva masih tercium aroma alkohol. Joseph pun langsung cemas pada sang kekasih.     

"Reva kau mabuk, ya semalam?" Pria itu memegangi kedua pundaknya.     

"Bukan urusanmu, Jo! Mending kau pergi dari rumahku. Aku mau istirahat saja."     

"Tidak! Jangan paksa aku untuk pulang. Aku masih sangat rindu padamu."     

Namun, Reva tak mau dibantah. Ia tetap mengusir Joseph agar segera pergi dari rumahnya. Ia tak mau bertemu dengan pria itu.     

"Aku mohon, tolong hargai keputusanku ini. Sekarang aku hanya ingin sendiri saja."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.