Arrogant Husband

Sampai Kapan?



Sampai Kapan?

0Kondisi Alisa sudah cukup stabil. Wanita itu kini sudah berada di rumah karena tak betah berlama-lama ada di rumah sakit. Mau tak mau, Saga pun mengizinkannya. Pria itu menuntun sang istri menuju ke dalam kamar.     
0

"Hati-hati, sayang. Pelan-pelan saja." Saga memapah istrinya perlahan. "Aku ingin menggendongmu, tapi kau tak mau."     

"Tidak usah sayang. Aku jalan kaki saja sambil dibantu olehmu." Alisa tak ingin digendong oleh sang suami karena tak mau membuat Saga kelelahan.     

Sepasang suami istri itu menuju ke kamar. Saga dengan sangat hati-hati membantu Alisa berjalan. Kini, mereka berdua sudah berada di depan pintu. Tangan Saga terjulur untuk meraih pegangan pintu.     

Mereka menuju ke atas tempat tidur. Saga ingin menidurkan Alisa di sana. Sang istri tak boleh pergi ke mana-mana dari kamar ini. Apa pun yang Alisa inginkan, para pelayan akan siap melayaninya.     

Saga tak mau kalau hal ini terjadi lagi pada Alisa. Cukup sekali saja sang istri yang terjatuh dari tangga seperti ini karena kakinya terpeleset.     

"Sayang, dengar! Kau jangan pergi ke mana-mana lagi. Kau harus tetap di dalam kamar saja. Mengerti?" Saga memandang sang istri dengan saksama.     

"Tapi–"     

"Tidak ada tapi-tapian, sayang. Ucapanku harus kau turuti. Mengerti?"     

"Iya sayang, aku mengerti." Alisa mengangguk patuh. Wanita itu kini merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan disusul oleh Saga.     

Saga menemani Alisa di ranjang. Sepasang suami istri itu saling bertatapan satu sama lain. Pria itu terus menatapnya tanpa kedip.     

"Aku tak ingin terjadi sesuatu lagi padamu, sayang," ucap Saga yang masih menatap istrinya.     

"Jangan khawatirkan aku. Aku tak apa-apa." Alisa tersenyum ke arah Saga.     

Keadaan Alisa sekarang sudah baik-baik saja. Betapa khawatirnya Saga tadi karena wanita itu tak sadarkan diri.     

"Jelas saja aku sangat mengkhawatirkanmu. Kau tadi tak sadarkan diri sayang. Aku sangat takut." Saga langsung meraih tangan Alisa dan mencium punggung tangan itu dengan mesra.     

"Sekarang aku sudah tidak apa-apa sayang." Alisa mencoba untuk menenangkan sang suami yang masih saja terlihat mencemaskannya.     

Diperhatikan seperti ini jelas saja membuat Alisa merasa bahagia. Wanita mana pun ketika disayang-sayang oleh seorang suami, pasti akan sangat bahagia. Beruntung sekali Alisa memiliki Saga saat ini.     

"Kalau kau merasa ada yang sakit lagi, bilang saja padaku. Jangan diam saja dan membuatku cemas," ujar Saga yang masih khawatir.     

"Iya sayang. Aku pasti akan bilang padamu."     

Tok! Tok!     

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Saga pun dengan cepat membukanya. Alisa yang melihat tingkah sang suami hanya bisa geleng-geleng kepala.     

"Ada apa?" tanya Saga saat sudah membuka pintu. Seorang pelayan ternyata yang berdiri di depan pintu kamar.     

"Ada temannya Tuan di bawah, namanya Joseph," ucapnya.     

"Baik, aku akan segera turun ke bawah. Bilang padanya untuk menungguku sebentar." Pelayan itu mengangguk dan akhirnya berlalu pergi serta menuruni anak tangga perlahan.     

Kemudian, Saga menghampiri Alisa yang sedang istirahat di atas tempat tidur. "Sayang, ada Joseph di bawah. Kau tunggu di sini saja ya, jangan ke mana-mana. Aku akan menghampirinya sebentar saja."     

"Baiklah sayang."     

Setelah minta izin pada Alisa, Saga dengan cepat turun ke bawah. Ia ingin menemui Joseph di sana. Pria itu melangkah dengan langkah panjang, hingga dirinya melihat Joseph sedang duduk di ruang tamu.     

Mata mereka saling bertatapan. Saga menyambut Joseph dengan senyum semringah. Saling menyapa dan duduk berseberangan.     

"Bagaimana keadaanmu, Jo?" tanya Saga saat dirinya sudah duduk.     

"Aku sudah baik-baik saja, Ga. Kedatanganku ke sini ingin membantu mencari anakmu." Joseph hendak membantu Saga dengan hati yang tulus. Anggap saja sebagai balas budi pada pria itu.     

"Terima kasih banyak, Jo. Tapi, aku tak ingin merepotkanmu sama sekali."     

"Aku tak merasa direpotkan sama sekali olehmu. Tenang saja, Ga."     

Sebagai seorang sahabat, sudah tugas Joseph untuk membantu Saga. Pria itu sudah banyak membantunya. Terlebih saat Joseph tak sadarkan diri kemarin.     

"Aku berhutang nyawa padamu, Ga. Kau sangat baik."     

"Biasa saja," balas Saga. Ia tak mau dipuji-puji seperti ini. Sudah kewajibannya untuk membantu sahabatnya sendiri.     

Joseph tetap bersikeras ingin membantu Saga untuk mencari keberadaan bayi itu. Tak mungkin ia biarkan saja pria itu dalam keadaan seperti ini.     

"Hmm, baiklah Jo. Terima kasih banyak karena mau membantuku. Kau memang sahabatku."     

"Iya, Ga. Sama-sama. Aku senang bisa membantumu dan turut andil."     

Saga akhirnya menerima bantuan dari Joseph. Mereka berdua akan bersama-sama untuk mencari bayinya. Semakin banyak yang turut serta untuk membantu, maka semakin cepat proses pencarian.     

***     

"Semoga saja keadaan Alisa sekarang baik-baik saja ya, yah," ucap Bu Angel pada sang suami yang duduk di sebelah.     

Pak Surya hanya berdeham saja, tanpa ingin menjawab ucapan Bu Angel. Ia tak mau mendoakan agar Alisa cepat pulih dari kondisinya sekarang. Pak Surya ingin keadaan Alisa terus memburuk.     

Mendapat kabar bahwa Alisa tak sadarkan diri, membuat Pak Surya merasa senang. Namun, pada akhirnya kondisi wanita itu perlahan pulih dan bisa pulang ke rumah, hingga Pak Surya jadi kesal sendiri.     

"Kok ayah diam saja dari tadi? Jawab dong ucapan ibu barusan."     

"Ayah lagi malas bicara, bu. Ibu saja ya yang ngoceh sendirian." Pak Surya lebih memilih untuk tidur telentang daripada harus mendengarkan Bu Angel bicara.     

Lagi-lagi Bu Angel tak digubris oleh sang suami. Ia tahu, kalau menyangkut tentang Alisa pasti Pak Surya selalu saja menghindar dan tak pernah peduli.     

'Mau sampai kapan ayah akan seperti ini? Terus saja membenci Alisa, padahal wanita itu tak melakukan hal apa pun.'     

Bu Angel menatap suaminya yang sudah lebih dulu memejamkan mata. "Ayah sudah tidur ya?" tanya Bu Angel.     

Pria paruh baya itu tampak terdiam. Bu Angel berpikir bahwa sang suami sudah tidur lebih dulu. Jarum jam sudah menunjukkan angka setengah sepuluh malam. Namun, sampai sekarang ia tak bisa tidur juga.     

"Bu, ayo tidur! Sudah malam. Jangan begadang." Tiba-tiba, Pak Surya terbangun. Melihat ke samping bahwa sang istri masih saja terjaga. Ia pun menyuruh Bu Angel untuk segera tidur saja.     

"Iya yah. Sebentar lagi ibu pasti tidur kok."     

Tanpa sepengetahuan Bu Angel, Pak Surya tampak tersenyum licik dan membelakangi posisi dari sang istri. Ia yakin, kalau istrinya itu masih saja memikirkan tentang keadaan Alisa.     

"Jangan terlalu memikirkan Alisa, bu. Ayah tak mau, kalau ibu sampai memikirkannya secara berlebihan. Dia kan sudah baik-baik saja dan pulang ke rumah."     

"Iya yah, ibu tahu kok." Bu Angel mulai memejamkan kedua matanya. Ia tak mau, kalau sang suami terus-menerus menyalahkan Alisa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.