Arrogant Husband

Permintaan Maaf Reva



Permintaan Maaf Reva

0Joseph melihat sosok Agam sedang berjalan kaki saat malam hari seperti ini. Ia menepikan mobil dan ingin menghampiri pria itu. Mata mereka pun bertemu. Agam tengah memandang ke arahnya.     
0

Joseph turun dari mobil dan menghampiri Agam. "Gam, kau mau ke mana?" tanyanya.     

"Aku hanya ingin menenangkan diri sejenak."     

"Apa ada masalah?"     

"Ya, sedikit."     

Ia meminta Agam untuk ikut bersamanya. Akhirnya, pria itu mau untuk masuk ke dalam mobil.     

"Ceritalah padaku. Mungkin aku bisa membantu masalahmu," ujar Joseph yang telah duduk di kursi kemudi. Ia menatap sekilas ke arah Agam.     

"Yang kau katakan tentang Reva, memang benar. Dia tak sebaik yang aku kira." Agam mengangguk-angguk ke arah Joseph.     

Agam menceritakan tentang Pak Surya yang tiba-tiba datang ke rumahnya. Di saat itu juga telah ada Reva. Pak Surya mengungkapkan bahwa wanita itu telah mencelakai kandungan Alisa hingga mengalami keguguran. Dan, Reva pun mengaku pada akhirnya.     

"Sekarang aku percaya dengan ucapanmu, Jo. Kau dan Saga tak pernah berbohong. Malah Reva yang berbohong padaku selama ini."     

Agam tertunduk lesu. Ia tak menyangka sama sekali bahwa wanita yang begitu dicintai, malah membohonginya. Ia malah percaya dengan Reva. Joseph tahu, ini masih belum terlambat untuk Agam.     

"Tenang saja, Gam. Tuhan sudah menunjukkan siapa dia sebenarnya." Joseph menoleh sekilas ke samping.     

Joseph ingin mengajak Agam menuju ke restoran tempat favoritnya. Barang kali pria di sampingnya saat ini belum makan. "Hm, ngomong-ngomong, apa kau sudah makan?"     

Gelengan kepala dari Agam, menandakan bahwa dirinya belum menyantap makanan. Tak perlu berlama-lama lagi, Joseph pun segera tancap gas ingin menuju ke restoran. Beruntung, restoran tempat favoritnya masih buka di saat jam seperti ini.     

***     

"Kenapa hanya dilihat saja makanannya? Kau tak lapar kah?" Joseph melihat Agam yang masih tak mencicipi makanannya sama sekali. "Nanti keburu dingin loh."     

"Iya, Jo. Aku tak nafsu makan sama sekali," ujar Agam.     

"Ayolah, makan sedikit saja. Jangan pikirkan masalah Reva lagi sekarang."     

Joseph mencoba untuk membujuknya agar mau makan. Ia tak mau kalau Agam hanya memikirkan Reva saja. Pria itu pun akhirnya menyuap sedikit makananya. Joseph tersenyum sekilas dan melanjutkan santapan yang ada di depannya.     

"Percuma bila kau memikirkan Reva, Gam. Nanti pikiranmu jadi terganggu. Kau tak fokus dalam kerjaan."     

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Agam sudah kepikiran tentang Reva sejak kejadian tadi. Ia tak munafik bahwa di dalam hatinya masih ada wanita itu sepenuhnya. Agam masih tak bisa melupakan sang kekasih.     

Agam dan Reva masih menjalin tali asmara. Namun, ia tak yakin kalau menjalani hubungan ini dalam waktu yang lama. Bisa saja, Reva malah semakin membohonginya dan masih banyak rahasia yang dipendamnya.     

"Waktu dulu, aku pun sama sepertimu, Gam. Aku juga sangat mencintainya. Sampai rela melakukan apa saja yang dia suruh dan aku tak tahu lagi, mana yang baik dan buruk."     

Joseph sekarang menyesal karena pernah mencintai Reva. Wanita itu bahkan tak menghargai jerih payahnya sama sekali. Rasa perhatian dan cintanya tak pernah terbalaskan.     

Pria yang sekarang berada di hadapan Joseph tengah berpikir keras. Tampaknya Agam masih memikirkan Reva.     

"Kalau seperti ini, aku jadi ragu pada Reva. Aku akan berpikir kembali untuk melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius."     

Mereka berdua sepertinya tak nafsu makan lagi. Agam dan Joseph tak menghabiskan makanan di atas piring.     

"Aku sudah kenyang, Jo," ucap Agam.     

"A–aku juga."     

Akhirnya, mereka berdua bangkit dari duduk. Joseph akan membayar terlebih dahulu ke kasir. Setelah itu, ia akan mengantar pulang Agam ke rumah.     

"Jo, makasih traktirannya." Agam tersenyum manis ke arah Joseph.     

"Iya, Gam. Sama-sama. Senang bisa bicara dengan kau malam ini."     

***     

Mobil baru yang entah siapa pemiliknya itu telah terparkir di halaman rumah Agam. Joseph dan pria itu melihat dengan saksama. Tiba-tiba, pemilik mobil itu pun turun dan ke luar. Agam begitu terkejut melihat siapa orang tersebut.     

"Reva? Mau apa dia datang ke sini malam-malam?" Agam pun langsung ke luar dari mobil Joseph.     

Joseph masih berada di dalam mobil dan tak berniat untuk ke luar. Ia membiarkan saja mereka berdua untuk bicara. Ia pun memundurkan mobilnya dan segera pergi dari rumah Agam.     

"Gam, jangan seperti ini padaku." Reva langsung meraih pergelangan tangan Agam.     

"Maaf, Va. Jangan sentuh aku lagi." Agam melepaskan genggaman Reva dari pergelangan tangannya.     

Pria itu akhirnya berlalu begitu saja. Namun, Reva sama sekali tak menyerah dan tetap mengejar sang kekasih. Langkah Agam pun terhenti.     

"Lebih baik kau pulang saja. Ini sudah malam. Tak baik kalau wanita ke luar rumah selarut ini."     

"Tapi, aku terus memikirkanmu, Gam. Pikiranku tentangmu tak bisa berhenti begitu saja. Aku mohon, maafkan kesalahanku."     

Agam pun terdiam sejenak. Ia masih merasa kecewa dengan wanita itu dan belum bisa memaafkan kesalahannya. Reva menangis dan memohon maaf.     

"Aku sudah terlanjur kecewa padamu, Va. Aku tak suka ada orang yang berbohong padaku."     

Reva berjanji tak akan pernah membohongi Agam lagi. Namun, pria itu masih tak percaya dengan mudah. Selama ini, Reva tak mau berkata terus terang padanya. Tak ingin lebih banyak bicara lagi, Agam pun memutuskan untuk masuk saja ke dalam.     

Dengan linangan air mata, Reva mengetuk pintu rumah Agam berkali-kali, berharap sang kekasih merasa iba padanya dan membuka pintu.     

Dari balik pintu, Agam mendengar dengan jelas suara Reva yang menangis. Ia tak tega jadinya. Di satu sisi, hatinya terlanjur kecewa dengan kebohongan ini. Namun, di sisi lain, ia masih sangat mencintai Reva.     

"Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus memaafkan kesalahanmu?"     

Bagi Agam, jikalau ada seseorang yang berbohong padanya, ia tak akan segan-segan untuk menjauhi orang tersebut. Namun, di saat Reva yang menjadi orang itu, ia malah sulit sekali untuk menjauh.     

Akhirnya, Agam membuka pintu dan melihat sosok Reva dengan jelas. Wajah sang kekasih langsung semringah. Wanita itu menyeka air mata yang terus membasahi pipi.     

"Agam?" panggil Reva dengan lembut.     

"Kau pulanglah dulu ke rumah. Besok kita akan bertemu lagi di sini," ujar Agam. Ia melakukan ini agar Reva cepat pulang.     

"Kenapa tidak sekarang saja kita membahas masalah ini? Kenapa harus besok?"     

"Aku ingin memikirkannya dengan matang dan tak mau salah lagi. Kau pikir, perkara ini mudah? Saat dibohongi oleh orang terkasih, bagaimana rasanya? Tentu saja sakit!"     

Reva mengerti dengan ucapan Agam, sekaligus menghargainya. Ia pun akhirnya memutuskan untuk pulang saja dari sini. Membiarkan pria itu untuk berpikir jernih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.