Arrogant Husband

Reva Mendekam di Penjara



Reva Mendekam di Penjara

0[Lebih baik kau pulang saja dari sini! Aku sudah tak membutuhkan kau lagi! Pergi jauh dari hidupku sekarang juga, dasar pembunuh!]     
0

Begitulah isi pesan chat Whatsapp dari Agam. Reva begitu kesal bukan main karenanya. Bisa-bisanya pria itu cepat melupakannya. Sedangkan, dirinya harus berjuang dulu untuk kembali mendapatkan hati Agam.     

"Kurang ajar sekali! Andai saja aku tak mencintainya, sudah aku lakukan hal yang sama seperti Om Surya!"     

Sayangnya, Reva masih sangat mencintai Agam. Tak mau membuat jarak lebih jauh lagi dengan pria itu. Namun, semakin dirinya berjuang keras, malah Agam semakin jauh dari jangkauannya.     

Akhirnya, Reva memutuskan untuk pulang saja dari rumah Agam. Hari pun sudah menjelang senja. Dengan perasaan yang masih kesal, ia terpaksa pergi dari sini.     

"Awas saja kau, Gam! Aku tak akan pernah menyerah!" Reva kini sudah duduk di kursi kemudi dan siap-siap untuk berlalu dari rumah ini.     

***     

"Ga, bisa kita bertemu lagi malam ini di rumahku? Aku sudah mendapatkan bukti rekaman Reva sekarang, sekalian bicara denganmu."     

Menjelang malam hari, Agam langsung mengabari Saga bahwa dirinya sudah berhasil membuat rekaman suara Reva tersebut. Pria itu menyanggupi untuk datang.     

"Akhirnya, aku merasa lega karena sudah membantumu, Ga."     

***     

Saga sudah datang ke rumah Agam. Ia tampak cemas sedari tadi karena memikirkan masalah ini. Ia pun meminta rekamam suara tersebut. Rekaman itu sudah tersimpan dalam sebuah kartu memori. Agam menyerahkan benda kecil itu padanya.     

"Terima kasih banyak atas bantuanmu, Gam." Saga tersenyum semringah ke arah pria itu. Ia berjanji akan memberikan uang yang setimpal, sebagai jasa-jasa Agam padanya.     

"Sama-sama. Aku senang bisa membantumu, Ga. Semoga Reva cepat dipenjarakan, agar dia bisa mempertanggungjawabkan semua perbuatannya," ujar Agam.     

"Iya, semoga saja. Mohon bantu doa saja, ya."     

Saga menyimpan kartu memori itu di dalam saku jasnya. Ia tak akan lupa untuk mengambilnya nanti. Besok pagi, ia akan ke kantor polisi untuk menyerahkan bukti ini.     

"Gam, sebagai rasa terima kasihku ini, aku akan memberimu–"     

Agam langsung memotong ucapan Saga. "Tak usah, aku membantumu karena ikhlas. Aku tak mengharapkan imbalan apa pun," ujarnya sambil tersenyum ramah.     

"Tapi?"     

"Tak usah, Ga. Aku ikhlas membantumu. Kau adalah teman baikku, maka sudah kewajibanku untuk membantumu."     

Saga tak menyangka akan kebaikan yang Agam berikan padanya. Pria itu tak mau menerima imbalan apa pun darinya. Padahal Saga ingin memberikan sedikit saja sesuatu. Tanpa mengurangi rasa hormat, maka ia mengiyakan permintaan Agam itu.     

"Baiklah, kalau kau tak mau menerima apa pun dariku. Sekali lagi, aku sangat berterima kasih padamu."     

Setelah itu, Saga memutuskan untuk pulang saja ke rumah. Ia tak bisa lama-lama karena harus menjaga Alisa di rumah. Sang istri sedang ingin dimanja-manja dalam keadaan hamil seperti ini. Ia pun bangkit dari duduk dan berpamitan dengan Agam.     

"Aku pulang dulu, Gam. Tak bisa lama-lama soalnya. Istriku lagi minta dimanja-manja di rumah." Saga melebarkan senyumnya dan terkikik geli.     

"Ya, silakan. Kau hati-hati di jalan, ya."     

"Iya, Gam."     

***     

Setelah sudah pulang ke rumah, Saga bergegas menemui Alisa di dalam kamar. Ia ingin menunjukkan hasil rekaman ini pada Alisa. Besok paginya, ia akan menyerahkan bukti ini pada pihak kepolisian.     

"Nak?"     

Tiba-tiba, Bu Angel memanggil Saga. Pria itu lalu menghampiri sang ibu dan menuruni anak tangga.     

"Iya, Bu? Ada apa?"     

"Kau dari mana tadi?" tanya Bu Angel.     

"Aku dari rumah teman, Bu. Tapi, hanya sebentar saja. Karena aku khawatir dengan keadaan ibu dan juga Alisa."     

Bu Angel mengusap-usap pundak sang anak dengan pelan seraya tersenyum. "Baiklah kalau begitu. Sana gih, temui Alisa di kamar."     

"Iya, Bu. Sebaiknya ibu tidur ya. Sudah malam soalnya."     

Anak dan ibu itu saling tersenyum. Sebelum menaiki anak tangga, Saga terlebih dahulu mencium kening sang ibu. Bu Angel senang karena diperhatikan seperti ini.     

Setelah itu, Saga bergegas naik ke atas dan bertemu dengan Alisa. Pria itu disambut dengan hangat oleh sang istri. Senyuman manis yang Alisa pancarkan, membuat hatinya menghangat.     

"Kau belum tidur sayang?"     

Alisa menggeleng pelan. "Belum sayang. Aku menunggu kau pulang dulu, baru bisa tidur."     

Sama seperti malam-malam sebelumnya, Alisa ingin dimanja dulu sebelum tidur. Maka Saga akan mematuhi ucapan sang istri.     

"Aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu, sayang."     

"Apa itu?"     

Saga langsung mengambil kartu memori dalam saku jasnya. Kening Alisa jadi berkerut, ia bingung dengan benda kecil tersebut.     

"Ada apa dengan kartu memori itu?"     

"Agam memberikanku ini, karena di dalamnya ada rekaman suara Reva yang mengakui bahwa sudah membunuh ayahku."     

Alisa merasa lega mendengarnya. Akhirnya, sebentar lagi Reva dijebloskan ke dalam penjara. Sang suami duduk lebih mendekat lagi padanya.     

"Dengan bukti ini, Reva akan mendekam di penjara. Aku ingin dia bertanggung jawab atas semua yang sudah dilakukannya," ujar Saga dengan mantap.     

Sang istri terus memberikan semangat padanya. "Iya sayang. Aku akan mendukungmu terus. Besok aku ikut, ya."     

"Untuk apa? Sebaiknya kau di rumah saja. Biar aku yang menyelesaikan masalah ini."     

Pria itu meminta pada Alisa untuk tetap merahasiakan hal ini pada Bu Angel. Ia tak mau kalau sang ibu memikirkan masalah ini. Setelah keduanya saling bicara, Saga dan Alisa memutuskan untuk istirahat.     

***     

Saga sudah menyerahkan hasil rekaman itu pada pihak kepolisian. Ia minta untuk diusut dengan segera agar pelakunya bisa mendekam di penjara. Ia tak peduli lagi dengan Reva.     

"Pak, tolong agar pelakunya segera ditangkap. Saya sudah menyerahkan bukti itu pada Anda. Saya akan beri alamat rumahnya."     

Saga sudah membuat laporan tentang penangkapan Reva, atas tuduhan pembunuhan berencana. Pihak kepolisian pun menyanggupi permintaannya. Sebentar lagi, mereka akan bergerak ke tempat kejadian perkara.     

Akhirnya, Saga bisa bernapas lega. Ia sudah tak sabar melihat Reva dijebloskan ke dalam penjara. Berkali-kali wanita itu melakukan kejahatan, bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang.     

***     

Sirine polisi memang sengaja tak dibunyikan. Saga memang sengaja menyuruh pihak polisi, agar Reva tak berpikiran untuk melarikan diri dari sini. Pihak kepolisian segera turun dan bergerak maju.     

Salah satu dari anggota kepolisian itu tampak mengetuk pintu rumah Reva. Berkali-kali mereka mengetuk pintu, akhirnya wanita itu muncul juga.     

Reva begitu terkejut dengan kedatangan polisi ke rumahnya. Saga juga terlihat hadir di antara mereka. Pria itu lalu tersenyum sinis ke arahnya.     

"A–ada apa ini?" Reva sangat gugup sekarang. Ia tak bisa kabur ke mana-mana.     

Polisi itu memperlihatkan sebuah surat untuk penangkapan dirinya. Reva akhirnya berontak, tapi berhasil diamankan pihak polisi. Kedua tangannya sudah berhasil diborgol.     

"Rasakan! Akhirnya, kau mendekam juga di penjara karena terbukti sudah membunuh ayahku!"     

Reva akhirnya membela diri dan berpura-pura tak melakukan hal itu. Ia menggeleng-geleng, seolah tak bersalah sama sekali.     

"Kau tak mau mengaku juga ternyata?" tanya Saga. "Pak, cepat bawa dia ke penjara! Orang jahat seperti ini, jangan diberi ampun."     

Wanita itu akhirnya dibawa ke dalam mobil polisi. Reva akan ditangkap dan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Linangan air mata pun keluar dari pelupuk mata Reva. Saga sama sekali tak peduli dengannya.     

Setelah Reva masuk ke dalam mobil bersama dengan pihak kepolisian, Saga kemudian mengambil ponselnya di dalam saku. Ia menghubungi Joseph dan juga Anton, agar segera menyusulnya ke kantor polisi.     

***     

Saga, Joseph, dan juga Anton tampak senang melihat Reva sudah berada dalam penjara. Setelah semua bukti mengarah padanya, wanita itu tak bisa lagi membela diri. Reva terlihat sangat marah di dalam sel tahanan.     

"Kau dengar sendiri kan tadi, saat dirimu bicara dengan Agam kemarin?"     

"Kurang ajar! Ternyata kalian berdua telah sekongkol untuk menghancurkan aku!"     

Ketiga pria itu tampak tertawa lebar. Menertawakan kemalangan Reva sekarang. Saga sangat puas, karena sudah membuat wanita itu berada di sini.     

"Kau sangat layak berada di sini, Va. Ini memang tempatmu," ujar Saga. "Aku harap, kau bisa mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu dan kau akan sadar dengan perlahan."     

"Alah! Awas saja nanti, setelah aku ke luar dari penjara ini, aku akan membalas kalian bertiga!"     

"Kau sekarang berada di dalam penjara. Dan, masih saja sok-sok'an ingin membalas dendam?" sindir Anton.     

Reva mencebik melihat ketiga pria itu. Ia sama sekali tak menyangka bahwa sekarang berada di dalam penjara. Sel tahanan yang kecil dan berlantai dingin, membuat Reva tak betah berada di sini. Wanita itu berteriak-teriak untuk minta dilepaskan.     

Saga dan yang lain tampak memperhatikan Reva. Wanita itu menurut mereka sudah hampir gila. Terkadang, Reva menangis, lalu kemudian tertawa.     

"Akan aku balas kalian bertiga," ujar Reva sambil tertawa.     

"Kenapa dia tertawa? Apa otaknya sudah bergeser sedikit?" ujar Saga.     

"Aku tak tahu, Ga. Yang jelas sekarang, dia sudah ada dalam sel tahanan ini. Kita semua akan aman."     

"Iya, kau benar."     

Mereka bertiga memutuskan untuk segera pulang saja dari sini. Hati mereka sudah lega sekarang, karena biang dari semua masalah sudah tertangkap.     

"Hei, lepaskan aku dari sini! Aku mau ke luar. Dasar pria gila!" teriak Reva dengan nyaring. Sedetik kemudian, ia tertawa.     

Mereka bertiga yakin, kalau Reva sudah tak waras. Saga dan yang lain akhirnya memutuskan untuk menjauhi Reva. Wanita itu terus saja berteriak agar segera dilepaskan.     

Saat mereka bertiga sudah berada di halaman, ketiga pria itu akan berpencar. Anton akan menuju ke rumah, Saga kembali ke kantor, sedangkan Joseph akan pergi menemui Agam dan mengatakan hal ini padanya.     

"Jo, tolong sampaikan rasa terima kasihku ini pada Agam, ya. Tolong jangan lupa."     

"Siap, Ga. Akan aku sampaikan nanti dengan Agam."     

Ketiga pria itu saling melambaikan tangan. Mereka sudah masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. Tak perlu berlama-lama lagi, Saga dan dua pria itu telah melaju kencang berlalu pergi dari kantor polisi ini.     

"Akhirnya, pelaku pembunuhan ayahku sudah tertangkap juga. Walaupun aku tak bisa memberinya pelajaran, tapi berkat Tuhan, semuanya akan terass indah. Reva sudah mendapatkan hukuman yang setimpal."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.