Arrogant Husband

Emosi Labil



Emosi Labil

0Pihak kepolisian masih menyelidiki siapa dalang di balik pembunuhan berencana yang dialami oleh Pak Surya. Saga dan keluarganya tak akan terima begitu saja dengan kejadian ini. Ia akan mencari sampai ketemu pelaku tersebut dan akan membalasnya.     
0

"Kami akan mencari pelakunya sampai ketemu, Pak," ujar salah satu dari pihak kepolisian.     

"Baik, Pak. Kami mengandalkan Anda semua."     

Setelah itu, Saga berlalu dari hadapan mereka. Ia ingin kembali pulang ke rumah, menemui ibu dan juga istrinya. Keluarga kecilnya masih belum bisa menerima semua ini dengan mudah.     

'Aku berjanji, Bu. Akan mencari tahu siapa pelakunya dengan cepat.'     

***     

"Pesan satu gelas wine." Joseph meminta segelas wine pada Agam. Pria itu pun tengah menatapnya cukup lama.     

Setelah itu, Agam segera membuatkan pesanan milik Joseph. Pria itu sengaja kemari hanya untuk bicara dengan Agam. Ia ingin membahas masalah Reva, yang menurutnya masih penuh dengan teka-teki.     

"Ini pesananmu."     

"Terima kasih." Joseph mengangguk sembari tersenyum ke arahnya.     

"Sama-sama."     

Joseph segera meneguk sedikit isinya. Kemudian, meletakkan kembali gelas itu di atas meja. Terlihat Agam yang masih sibuk mengurus pesanan para pelanggannya. Ia pun tak mau mengganggu pria itu dulu.     

Agam sepertinya tahu tentang kedatangan Joseph ke sini. Pasti pria itu ingin berbicara padanya.     

"Ada apa kau ke sini, Jo?" tanya Agam, setelah kerjaannya sudah lumayan renggang.     

"Aku ingin memberitahukan satu hal padamu."     

"Apa itu?" Kening Agam berkerut. Ia bingung apa yang akan diberitahukan oleh Joseph.     

"Pak Surya telah tiada. Jenazahnya ditemukan tengah terbungkus dalam sebuah karung."     

Agam syok mendengarnya. Ia tak menyangka, bahwa ayahnya Saga telah tiada. Baru beberapa hari kemarin, ia sempat bertemu dengannya. Dan, Agam juga tak menyangka bahwa jenazah Pak Surya ditemukan dalam karung.     

"Astaga. Aku turut berdukacita atas meninggalnya Pak Surya." Agam tampak bersedih hati. "Jadi, pembunuhan ini memang sengaja direncanakan?"     

"Iya. Pihak polisi pun masih mengusut tentang kasus ini. Semoga segera ada titik terang. Aku kasihan pada Saga dan juga keluarganya."     

Agam tampak berpikir keras. Merasa kasihan pada Saga dan keluarga. Namun, semua ini menurutnya agak ganjil.     

"Gam?"     

"Ya?"     

"Aku ingin berkata satu hal lagi. Boleh, kan?"     

"Tentu saja."     

"Kau tentu masih ingat kan, kalau Reva pernah bermasalah dengan Pak Surya?" Joseph melihat Agam mengangguk ke arahnya. "Kekasihmu itu tak terima kalau Pak Surya buka suara tentang kebusukannya. Iya kan?"     

"Lalu, apa hubungannya dengan Reva?" Agam tampak tak terima, kalau masalah ini dikaitkan dengan wanita itu.     

"Aku curiga, dia yang telah melakukan semua ini. Reva tak terima kalau rahasianya terbongkar oleh Pak Surya. Maka dari itu, dia nekat untuk melakukan–" Ucapan Joseph berhasil dipotong oleh Agam.     

Agam tak terima sama sekali, kalau Reva lagi-lagi dikaitkan dalam masalah ini. Ia berusaha untuk percaya dengan sang kekasih, walaupun banyak pihak yang ingin membuat hubungannya kembali jadi hancur.     

"Cukup, Jo! Aku tak mau mendengar lagi kalau kau memburukkan Reva lagi di hadapanku."     

"Buka matamu, Gam! Coba buka! Jangan dibutakan oleh cintamu padanya. Pak Surya telah berani membongkar rahasianya terang-terangan di hadapanmu kan? Dan, dia mengaku akhirnya."     

Bagi Joseph, Reva memang wanita jahat sekaligus licik. Namun, perasaan Agam padanya sangatlah besar. Pria yang ada di hadapannya sekarang sudah cinta buta pada Reva.     

"Iya, aku tahu itu. Tapi, dia sudah mengaku bahwa itu salah. Reva pun berjanji padaku untuk tak mengulangi hal itu lagi." Agam tetap percaya dengan kekasihnya itu.     

Joseph sulit sekali membuat Agam percaya dengan ucapannya. Pria itu masih saja mempertahankan Reva sampai sekarang dan tak berniat untuk meninggalkannya. Entah sampai kapan, Agam akan bertahan seperti ini.     

"Wanita seperti itu, tak akan mungkin bisa berubah dengan cepat, Gam. Percayalah dengan ucapanku ini. Reva berbeda dari wanita lain." Joseph meraih gelas wine-nya dan meneguk isinya sedikit.     

Agam hanya bisa mengembuskan napas panjang. Tak ada habis-habisnya bicara dengan Joseph tentang ini. Ia pun menawarkan kembali, apakah pria itu ingin menambah minumannya atau tidak.     

"Ingat, kata-kataku, Gam. Reva tak sebaik yang kau kira. Dia hanya terlihat baik dari depan saja." Setelah itu, Joseph segera meneguk habis minumannya. Ia pun segera membuka dompet dan mengambil beberapa lembar uang kertas berwarna merah dan langsung menyerahkannya pada Agam.     

Agam hanya berdiam diri di tempat dan memandang kepergian Joseph dari sini. Ia tak bisa percaya seratus persen dengan Reva. Namun, ia juga harus menyelidiki hal yang diucapkan oleh Joseph tadi.     

"Aku takut kalau ucapan Joseph itu benar dan Reva yang salah. Dia sudah pernah membohongiku sebelumnya. Aku harus lebih berhati-hati agar tak sakit hati."     

Namun, di satu sisi, ia berbelasungkawa atas kepergian Pak Surya yang kematiannya terasa ganjil oleh Agam. "Semoga saja, pelakunya cepat tertangkap."     

***     

"Mantra apa yang telah diberikan Reva pada Agam, hingga dia selalu percaya saja dengan ucapan Reva!" Joseph memukul stir kemudi dengan kasar. Ia kesal karena hal ini.     

Agam selalu percaya dengan Reva, padahal wanita itu bahkan sampai berani berbohong padanya. Namun, Agam sepertinya tak jera sama sekal. Ucapan Joseph tadi hanya dibalas dengan ketidakpercayaan Agam.     

"Agam masih tak percaya. Apa yang harus aku lakukan?"     

***     

Alisa berusaha untuk terlihat tenang di hadapan Bu Angel. Ia tak mau, membuat sang ibu mertua jadi tambah sedih kalau dirinya sedang menangis tadi. Di tangannya sudah ada sebuah piring. Ia akan memberi makan pada Bu Angel.     

"Bu, makan dulu ya. Biar Alisa yang suapin."     

"Ibu tak mau makan, Nak. Ibu tak lapar sama sekali." Bu Angel menolak untuk makan.     

"Sedikit saja ya, Bu. Ibu harus makan. Aku tak mau kalau ibu sampai sakit."     

Ia terus membujuk Bu Angel untuk mau makan. Alisa tak ingin kalau sang mertua jadi jatuh sakit.     

"Bu, sedikit saja ya. Aku dan Saga tak mau kalau ibu jatuh sakit."     

"Ibu bilang tidak, ya tidak!" Bu Angel mendorong tangan Alisa, hingga piring yang dibawanya terjatuh ke lantai dan pecah. "Jangan dipaksa seperti ini, paham kau?!" Mata Bu Angel tampak melotot padanya.     

Alisa langsung menangis karena harus menerima perlakuan seperti ini. Bukan ini yang diharapkan olehnya.     

"Kenapa ibu jadi seperti ini padaku? Aku kan hanya merasa khawatir saja dengan kesehatannya ibu."     

"Lebih baik kau ke luar, Alisa. Ibu pengen sendiri saja di sini. Cepat, bersihkan serpihan-serpihan kaca itu!" Emosi Bu Angel mendadak ke luar. Ia langsung memarahi Alisa dan menyuruhnya ke luar dari kamar.     

Setelah membersihkan serpihan kaca yang berserakan, Alisa segera ke luar dan meninggalkan Bu Angel sendirian di sini. Sambil menahan isak tangis, ia kembali bersedih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.