Arrogant Husband

Dijaga Ketat



Dijaga Ketat

0"Kenapa ya, Agam masih saja bertahan dengan Reva? Padahal wanita licik itu telah membohongi dirinya."     
0

Saga mengedikkan kedua bahu. Ia juga tak mengerti dengan Agam. Pria itu cinta buta sekali dengan Reva sepertinya. Sampai-sampai tak bisa melepaskan Reva begitu saja.     

"Mereka saling mencintai, Jo. Aku bisa melihat itu semua dari mata mereka. Agam mencintai Reva dan begitupun sebaliknya." Saga meraih gelas yang berisikan jus jeruk. Ia pun meneguk sedikit isinya.     

"Ya, tentu saja. Tapi, kok Agam betah sama Reva? Apa mungkin dia belum tahu yang sebenarnya?"     

"Mungkin Agam tahu, tapi tak sanggup untuk melepaskan Reva begitu saja. Ia akan tutup mata dan telinga, saat orang yang dia cintai dicela oleh orang lain."     

Padahal Joseph berkali-kali berkata bahwa Reva tak sebaik yang Agam pikir. Wanita itu sangat jahat dan licik. Namun, tetap saja Agam tak peduli. Ia hanya tak ingin, kalau pria itu menyesal di kemudian hari.     

"Aku hanya tak mau, kalau Agam menyesal nanti karena sudah memilih Reva."     

"Biarkan saja, Jo. Yang menjalani hubungan itu adalah mereka sendiri. Kalau pun Reva akan bohong lagi nanti, Agam sudah pasti tak akan pernah percaya dengan ucapannya."     

Rasanya dibohongi itu sangat sakit sekali. Apalagi bila didustai oleh orang yang kita cintai dengan sepenuh hati. Joseph mengangguk dan membenarkan ucapan Saga. Pria itu tak bisa berlama-lama di sini karena harus menjaga Alisa di rumah.     

"Jo, mungkin sebaiknya aku pulang saja, ya. Aku ingin menjaga Alisa lebih fokus di rumah."     

"Baiklah, Ga."     

Mereka berdua bangkit dari tempat duduk. Joseph akan mengantar Saga sampai halaman depan. Kemudian, pria itu sudah duduk di kursi kemudi dan bersiap-siap untuk menuju ke rumah.     

"Hati-hati di jalan, Ga."     

"Iya, Jo."     

Sampai mobil yang dikendarai oleh Saga akhirnya menghilang, maka Joseph bergegas menuju ke dalam rumah. Pria itu ingin melanjutkan istirahat lagi di dalam kamarnya.     

***     

Rencana untuk melenyapkan Joseph, akhirnya gagal total. Pria itu semakin merasa curiga padanya sekarang. Reva pun bingung, harus melakukan siasat apalagi.     

"Sial! Bisa-bisanya Joseph selamat gara-gara dibantu oleh Anton. Mereka berdua benar-benar telah membuat emosiku naik!"     

Saat ini, Reva masih belum bisa menentukan strategi. Ia bingung harus melakukan apa lagi agar posisinya aman. Kalau Joseph masih hidup sampai detik ini, bisa saja pria itu akan mengadu lagi pada Agam. Ia tak mau, kalau sang kekasih pergi meninggalkannya karena kembali berbohong.     

"Aku harus apa ya sekarang? Jujur, otakku sekarang masih buntu dan tak bisa berpikir dengan jernih!"     

Semakin lama kalau dibiarkan, maka Agam akan tahu perlahan tentang kebusukannya selama ini. Wanita yang sedang duduk di sofa itu tampak gelisah. Memikirkan sebuah strategi agar posisinya aman. Walaupun sudah tak ada Pak Surya lagi, tapi ancamannya dari Joseph masih ada.     

"Awas saja kalau Jo membongkar rahasiaku pada Agam. Aku tak akan membiarkannya hidup dengan tenang!"     

Reva akan mencari sebuah cara yang jitu untuk membuat Joseph bertekuk lutut padanya. Namun, sampai sekarang, Reva masih belum menemukan caranya.     

"Dulu, saat Joseph masih sangat mencintaiku, aku dengan mudahnya menyuruh bahkan mencuci pikirannya untuk berbuat jahat pada Alisa. Lantas, kenapa sekarang dia berubah cukup drastis?"     

Reva masih ingat saat dirinya ditembak oleh Joseph berkali-kali. Namun, setiap kali ditembak, maka ia akan menolak pria itu lantaran tak pernah mencintainya sedikit pun. Cinta Reva hanyalah pada Saga dulu. Tak ada perasaan lebih pada Joseph dan hanya sekadar teman biasa.     

***     

Saga sudah pulang dari rumah Joseph dan langsung bergegas ke kamar. Ia ingin menemui Alisa dan mengecek kondisinya sekarang. Sang istri tak akan luput dari pengawasannya.     

"Sayang?" ujar Alisa yang melihat kedatangan Saga.     

"Aku pulang." Saga langsung duduk di tepi ranjang, bersisian dengan Alisa.     

Sang istri tersenyum lebar saat Saga mengecup bibirnya singkat. Alisa merasakan sebuah kehangatan darinya. Saga terus memberikan perlawanan yang membuat wanita itu menyukai hal ini.     

Kecupan demi kecupan antara Alisa dan Saga, membuat keduanya merasa nyaman. Pria itu selalu memberikan kehangatan seperti ini.     

"Sayang, aku merasa khawatir padamu setiap saat."     

"Jangan seperti itu sayang. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku dan janin ini akan baik-baik saja."     

"Aku berharap sekali, anak ini akan lahir dengan segera." Saga sudah tak sabar lagi ingin melihat dan menatap langsung wajah si kecil nanti.     

"Sabarlah sayang. Masih lama ini."     

"Bagaimana si kecil Lisa? Apa dia terbangun tadi?"     

"Iya. Tapi, hanya sebentar saja, lalu tidur kembali."     

Saga bangkit dari tempat tidur dan mendekat ke keranjang Lisa. Si kecil ternyata masih tidur pulas di tempat. Kebahagiaannya kini terasa lengkap, apalagi bila sang ayah masih hidup. Namun, ia tak bisa menolak takdir ini. Ia hanya bisa pasrah dan berdoa yang terbaik.     

Mulai sekarang, Saga tak akan lengah sedikit pun dalam menjaga Alisa dan anak-anaknya. Ia akan mempertaruhkan segalanya untuk melindungi keluarganya. Siapa pun yang berani menyentuh mereka, maka akan berhadapan dengan Saga.     

"Aku tak akan membiarkan anak-anak kita disakiti oleh orang lain nanti. Aku tak akan tinggal diam."     

Alisa sangat senang mendengarnya. Saga adalah suami sekaligus ayah yang siaga untuk keluarganya. Wanita berparas cantik itu lalu menghampiri Saga.     

"Terima kasih sayang. Aku sangat lega mendengar hal ini."     

"Iya sayang. Aku akan berjanji padamu dan juga anak-anak kita, bahwa ayah mereka akan selalu melindungi ibunya."     

"Iya, iya. Mereka akan senang mendapatkan sosok ayah sepertimu."     

Alisa akan terus berjuang demi anak-anaknya kelak. Ia tak akan pernah menyerah untuk membesarkan mereka. Dengan segenap jiwa, ia akan melakukan apa saja. Sama seperti Saga, pria itu juga akan melakukan yang terbaik untuk keluarganya.     

"Ya sudah, lebih baik kau kembali ke atas ranjang dan istirahat. Biar si Lisa, aku yang menjaganya," ujar Saga dengan yakin.     

"Benarkah? Kau serius sayang?" tanya Alisa.     

"Iya sayang. Aku serius. Lebih baik kau banyak istirahat agar tak terlalu capek. Aku tak ingin melihatmu dan bayi kita, sama-sama lelah. Cepatlah! Menurut saja dengan ucapanku sayang."     

Sang istri akhirnya menurut. Alisa berjalan ke tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di atas. Melihat Alisa seperti ini, membuat hati Saga jadi damai seketika. Seolah-olah inilah yang ia harapkan selama ini, yaitu sebuah ketenangan. Bersama dengan istrinya, ia akan terus merasa bahagia.     

"Aku sangat mencintaimu, Alisa. Aku tak salah memilihmu menjadi istriku."     

Ucapan Saga membuat Alisa tersipu malu. Kedua pipinya kini merah merona. Alisa tak kuasa, kalau suaminya melakukan seperti ini terus.     

"Ah, sayang! Kau selalu bisa membuatku tersipu malu seperti ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.