Arrogant Husband

Reva Tak Terkalahkan



Reva Tak Terkalahkan

0Setiap hari, Reva selalu saja datang ke rumahnya untuk meminta balikan lagi. Namun, keputusan Agam sudah bulat. Pria itu tak ingin mengulang jalinan cinta kasih bersama dengan Reva. Ia tak akan mungkin bersanding dengan seorang pembohong besar. Lebih baik sakit hati sekarang daripada kalau sudah menikah nanti.     
0

Agam selalu menyuruh Reva untuk segera pulang. Namun, wanita itu cukup keras kepala dan tak menyerah. Bahkan dengan linangan air mata, mampu Reva tampilkan.     

"Pulanglah, Va! Ini sudah larut malam. Tak baik kalau wanita sepertimu harus berkeliaran di jam seperti ini," ujar Agam menasehati Reva.     

"Aku tak peduli, Gam. Pokoknya aku minta balikan lagi. Kita mulai semuanya dari nol lagi."     

Pria itu menggeleng-geleng pelan. Agam tak akan mau lagi kembali, apa pun bujukan Reva.     

"Sudahlah, jangan kau paksa aku lagi untuk balikan. Kita sudahi saja."     

Tak tega rasanya kalau Agam harus menutup pintu depan, sedangkan Reva masih ada berdiri di hadapannya. Pria itu harus sabar untuk membujuknya segera pergi. Agam terlihat gelisah dan melihat jam di pergelangan tangannya. Ternyata sudah hampir setengah dua belas malam.     

"Aku tak akan pulang sebelum kau mengiyakan kemauanku. Aku ingin kita balikan lagi dan berpacaran seperti dulu."     

Agam sudah tak tahu lagi harus membujuknya seperti apa. Akhirnya, pria itu mendadak menutup pintu depan dan membuat Reva terkejut.     

Reva mengetuk pintu rumah Agam berkali-kali. Ia tak peduli, kalau ketukannya terdengar nyaring saat tengah malam begini dan mengganggu warga sekitar.     

Dari dalam, Agam merasa terganggu karena Reva terus saja berteriak seraya mengetuk pintu dengan keras. Ia takut kalau para tetangga akan merasa terganggu. Akhirnya, ia membukakan pintu dan ke luar dari dalam.     

"Aku tak akan pulang ke rumah! Aku ingin kita balikan." Reva langsung berucap ketika Agam sudah berada di hadapannya.     

"Reva, aku mohon, kau pulanglah. Aku pun juga ingin istirahat sejak tadi. Apa kau tak kasihan padaku?"     

"Tapi–"     

"Besok kita akan bicarakan lagi masalah ini. Tapi, aku mohon kau pulanglah."     

"Alah! Kau selalu saja bicara seperti itu. Tapi, selalu menghindar kalau ketemu denganku." Reva tak mau terbujuk oleh Agam lagi. Ia tak percaya dengan akal bulus pria itu.     

Agam langsung menarik tangan Reva dengan kasar. Membawa wanita itu pergi dari halaman rumahnya. Kalau tak begini, Reva akan tetap berada di rumahnya.     

Wanita itu coba berontak dan berusaha melepaskan tangan Agam dari pergelangannya. Namun, tenaga Agam cukup kuat dan tak mampu dilawan. Reva meringis pelan dan pria itu mulai melepaskan.     

"Kalau kau tak menurut dengan ucapanku, maka tak ada lagi pertemuan antara kita. Akan aku pastikan, kau tak akan melihatku lagi."     

"Gam, jangan bicara seperti itu. Aku mohon padamu, jangan," ujar Reva.     

"Nah, makanya pulang sana! Aku tuh capek kalau harus menegurmu seperti ini."     

Akhirnya, Agam pun berlalu dari hadapan Reva. Membiarkan wanita itu berada di depan mobilnya sendiri.     

Reva terus memandangi kepergian Agam yang masuk ke dalam rumah. Hatinya masih merasa kesal, lalu menghentakkan kedua kaki layaknya anak kecil. Ia segera masuk ke dalam mobil dan bergegas pergi dari sini.     

Dari celah jendela, Agam melihat bahwa Reva sudah pergi dari rumahnya. Kemudian, ia melangkah ke kamar dan ingin istirahat. Malam sudah semakin larut saja.     

Tiba-tiba saja, Agam kepikiran tentang Saga dan juga keluarganya. Ingin sekali berkata jujur bahwa Reva yang sudah menyebabkan Pak Surya meninggal. Namun, di sisi lain, ia juga merasa kasihan dengan wanita itu. Apabila rahasia ini terbongkar, maka dapat dipastikan Reva akan mendekam di penjara.     

"Apa aku harus jujur dengan Saga, ya, masalah ini?" tanya Agam pada diri sendiri. Pria itu masih bingung sampai detik ini.     

Apa yang telah dilakukan oleh Reva memang keterlaluan. Hingga membuat Agam geleng-geleng kepala dan memutuskan hubungan dengannya. Kalau tak seperti ini, ia akan terus bersama dengan seorang pembunuh.     

Keputusan ini memang yang terbaik baginya. Tak akan mungkin bisa hidup bersama dengan seorang wanita yang jahat. Ia baru tahu sepenuhnya tentang Reva. Berkali-kali Joseph memberitahunya tentang kebusukan wanita itu, tetap saja Agam tak percaya.     

"Lebih baik aku mengetahuinya sekarang daripada nanti ketika sudah menikah."     

***     

Reva ingin menemui Agam lagi di rumah, seperti dengan janji pria itu malam tadi. Ia segera turun dari mobil dan berhadapan langsung dengan Agam.     

"Sepertinya kau sudah menunggu kedatanganku, ya, sayang?" ujar Reva sambil mencolek pipi Agam.     

"Jauhkan tanganmu dariku!"     

"Jangan seperti itu. Aku tahu, kau pasti merindukanku sekarang." Reva mengedipkan sebelah mata dan mencoba menggoda Agam lagi.     

Namun, sepertinya Agam sudah berasa hambar dengan Reva. Biar bagaimanapun, wanita itu melakukan segala cara untuk meluluhkan hatinya lagi, tetap saja Agam tak akan pernah kembali.     

"Aku sudah memikirkan hal ini dengan matang, Va, tak akan pernah kembali lagi padamu. Kita sudahi saja jalinan asmara ini."     

Mendengar ucapan Agam, Reva langsung merasa tak suka. Wajahnya berubah drastis jadi marah.     

"Apa kau bilang? Kau ingin menyudahi hubungan ini? Tak akan! Aku datang ke sini untuk mengajakmu balikan."     

Agam tak peduli dengan ucapan Reva. "Va, sadarlah. Kita sudah putus dan aku tak mau kembali lagi padamu. Kita sudahi sampai di sini saja."     

Pria itu berjalan menjauh dari Reva, meninggalkannya yang hanya berdiam diri layaknya sebuah patung. Wanita berparas cantik itu masih merasa sakit hati. Keinginannya tak tergapai, setelah Agam membuat keputusan bahwa tak akan pernah kembali lagi di hidupnya.     

Ia melihat Agam yang sudah berjalan jauh dari halaman rumah. Reva hanya bisa diam dan masih berdiri di tempat.     

"Apa yang harus kulakukan untuk menakhlukkan hatimu lagi?"     

***     

Saat ini, Reva berada di rumah Joseph. Ia ingin menemui pria itu. Berkali-kali hendak berniat membunuhnya, tapi Joseph selalu saja bisa lolos.     

Reva membunyikan bel rumah Joseph berkali-kali. Ia ingin membuat pria itu segera ke luar. Tak berselang lama, maka muncullah Joseph dari dalam rumah.     

"Eh, hai cantik. Untuk apa kau kemari? Apa ingin mencoba membunuhku lagi? Mana orang-orang suruhanmu?" tanya Joseph sambil mengejek Reva.     

"Jangan ge-er kau! Aku ke sini hanya memberi peringatan saja padamu."     

Joseph langsung menganga, seolah meledek Reva. "Benarkah? Peringatan apa itu? Aku pasti akan mendengarkannya. Bicara saja," ucapnya.     

"Jangan pernah sekali lagi kau mencoba untuk mencampuri urusanku dengan Agam lagi. Pergilah kau jauh-jauh dari hubungan kami. Atau tidak–"     

"Atau tidak apa?" tanya Joseph.     

"Aku akan membuat orang-orang yang kau sayang akan tiada satu per satu. Ingat itu, Jo. Kali ini, ucapanku tak main-main."     

Setelah mengucapkan hal itu, Reva segera berlalu pergi. Ia tak mau lama-lama berada di rumah Joseph.     

"Dasar wanita sialan! Dia tak mau kalah sampai sekarang," umpat Joseph.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.