Arrogant Husband

Melepaskanmu



Melepaskanmu

0Alisa merasa mual dan ingin muntah, ia pun langsung bergegas masuk ke kamar mandi. Saga yang melihatnya, lalu ikut masuk juga ke dalam. Pria itu mengusap pelan punggung belakang sang istri.     
0

"Bagaimana, apa sudah baikan?" tanya Saga yang melihat Alisa sudah tak muntah lagi.     

"I–iya ...."     

Saga melihat wajah Alisa sedikit pucat. Ia langsung membawa sang istri kembali menuju ke tempat tidur. Saga juga menawarkan sesuatu padanya.     

"Kau ingin makan apa sekarang, Sayang?"     

"Aku pengen makan rujak buah."     

"Baiklah, akan aku belikan untukmu." Saga langsung bergegas membelikan rujak sebelum Alisa tertidur.     

***     

Si kecil tiba-tiba menangis dan terbangun. Alisa langsung bangkit dari tempat tidur dan menyusui sang anak dengan pelan. Kemudian, Bu Angel pun masuk ke dalam kamarnya, karena mendengar tangisan sang cucu.     

"Cucu nenek rupanya bangun, ya."     

"Iya, Bu. Dia haus dan lapar." Alisa tersenyum ke arah sang ibu mertua.     

"Hm, ngomong-ngomong, Saga ke mana, Nak?"     

Alisa tampak tersipu malu. "Di–dia lagi membelikan rujak, Bu."     

Bu Angel maklum dengan Alisa yang sedang mengidam. Sang menantu tampak malu-malu sepertinya.     

"Oh, begitu ... maklum aja, kan menantunya ibu lagi mengidam." Bu Angel memegang sebelah bahu Alisa dengan pelan.     

"I–iya, Bu."     

Bu Angel memberi nasihat pada Alisa agar selalu menjaga kandungannya dengan baik. Ia tak mau, kalau hal-hal yang tak diinginkan akan terjadi. Wanita itu takut, kalau kejadian yang dulu, kembali terulang.     

"Pokoknya, jangan sampai capek, ya. Jaga betul-betul janin yang ada dalam kandunganmu itu." Bu Angel memberi Alisa nasihat.     

"Iya, Bu. Pasti aku akan menjaga anakku dengan baik."     

Kemudian, Alisa menyuruh Bu Angel untuk istirahat di kamar. Ia tak ingin kalau ibu mertuanya merasa capek. Akhirnya, muncullah Saga sambil membawa rujak buah untuk Alisa.     

Bu Angel dan Alisa menatap ke arah pria itu. Saga tersenyum ke arah keduanya. Wajah sang istri langsung berseri-seri ketika melihat rujak buah itu.     

"Karena Saga sudah datang, Ibu mau istirahat dulu ya di kamar."     

"Iya, Bu," sahut Saga.     

Bu Angel melangkah ke luar dari kamar, membiarkan Saga dan menantunya berduaan saja. Setelah itu, Saga melihat sang anak yang sudah tidur dalam pangkuan Alisa. Ia menyuruh sang istri untuk meletakkan si kecil di dalam keranjang bayi.     

Saga mulai membuka rujak buah yang terbungkus dalam sebuah wadah styrofoam. Kemudian, ia menyuapi Alisa. Wanita itu tampak malu-malu karena perlakuannya.     

"Enak?" tanya Saga.     

"Iya, Sayang." Alisa membuka mulutnya karena disuapi terus oleh Saga.     

Pria itu terus menyuapinya sampai rujak buah itu habis, tak bersisa lagi. Alisa sangat menyukainya. Saga memang sengaja membeli dalam porsi jumbo untuk sang istri.     

"Kau makan lahap sekali, Sayang," ujar Saga.     

"Benarkah aku selahap itu?"     

"Iya, tapi tak apa-apa. Demi anak kita di dalam sana."     

Alisa tiba-tiba merasa gelisah. "Apa jadinya nanti kalau aku gendut? Apa kau masih sayang padaku?"     

"Tentu saja. Aku sangat menyayangimu. Tak akan pernah melirik wanita lain."     

Ucapan Saga membuat Alisa merasa tenang sekarang. Hati kecilnya tak gelisah lagi. Pria itu selalu membuatnya senang. Alisa percaya kalau sang suami tak akan pernah berbuat macam-macam di belakangnya.     

Setelah sudah menyantap rujak buah itu, Saga lekas menyuruh Alisa untuk segera tidur. Hari sudah menjelang larut malam. Wanita itu tampak menurut dengan ucapannya.     

***     

Saat ini Agam tengah berada di kantor polisi untuk menemui Reva. Wanita itu menangis ketika melihatnya. Ia sungguh menyesal karena sudah membuat Agam kecewa.     

"Makasih, Gam, karena kau sudah mau datang ke sini untuk menjengukku."     

Pria itu hanya diam dan menatap Reva dengan ekspresi datar. "Di dalam hati kecilku, aku masih sedikit peduli dengan keadaanmu."     

Reva sukses dibuat tercengang oleh ucapan Agam. Ia berharap akan ada sebuah keajaiban untuk hubungannya bersama dengan pria itu ke depan, agar Agam bisa menerimanya kembali.     

Titik air mata Reva terus saja turun membasahi pipi. Andai saja, ia tak melakukan hal ini, mungkin sekarang masih bisa berada di samping Agam. Ia melihat pria itu juga sama sakit sepertinya.     

"Selain rasa pedulimu padaku, apakah kau juga masih mencintaiku, Gam?" tanya Reva perlahan. Ia berharap sekali kalau pria itu masih membenamkan rasa cinta di dalam hati.     

Agam tersenyum singkat dan tak mau membahas masalah ini lagi. Rasa kecewanya terhadap Reva sudah mampu mengubah perasaan dalam hati. Namun, hanya ada rasa peduli yang tersisa sedikit.     

"Maafkan aku, Va. Aku tak mencintaimu lagi. Kau sudah kuanggap seperti teman biasa saja," ucap Agam sambil menggeleng pelan.     

Reva merasa sangat sakit hati sekarang. Perasaan cintanya pada Agam tak terbalas. Pria itu sudah tak mencintainya lagi.     

"Gam, aku mohon, tolong maafkan aku. Aku berjanji, tak akan mengulangi hal itu lagi."     

"Iya, aku sudah memaafkanmu. Tapi, maafkan aku juga, karena sudah tak bisa mencintaimu lagi seperti dulu."     

Bagi Agam, Reva bukanlah wanita terbaik dalam hidupnya. Namun, wanita itu pernah singgah di hati dan mewarnai hari-harinya. Reva berhasil membuatnya takhluk.     

Reva pun mencoba untuk menerima keputusan Agam. Walau ia masih menangis dan terisak. Sekarang tak ada lagi yang bisa dilakukan selain pasrah.     

"Baik, aku akan menerima keputusanmu dan tak akan mengganggumu lagi mulai sekarang, Gam." Reva menahan rasa sakit hatinya dan tak mau kesakitan ini terus berlanjut.     

"Tapi, aku akan lebih sering ke sini untuk mengunjungimu sebagai seorang teman," ujar Agam pelan.     

Mendengar kata teman, Reva merasa hatinya kembali sakit. Ia tak ingin menjadi seorang teman bagi Agam, tapi ingin menjadi kekasihnya. Namun, pria itu sudah berubah pikiran.     

Saat ini, Reva tak sanggup kalau menatap kedua mata Agam. Mata pria itu kembali mengingatkannya pada kenangan masa lalu, yang di mana mereka sangat bahagia menjalani hari-hari sebagai sepasang kekasih. Namun, semuanya telah sirna dan tak akan pernah ia gapai kembali.     

"Ya sudah kalau begitu. Aku pulang dulu, ya, sudah malam soalnya." Agam bangkit dari kursi dan berpamitan pada Reva.     

Reva memasang wajah sedihnya ketika hendak ditinggalkan oleh Agam. "I–iya, kau hati-hati di jalan, ya."     

"Iya, Va. Aku pulang, ya, kau istirahat saja langsung. Jangan memikirkan apa pun."     

Biar bagaimanapun, Reva berterima kasih pada Agam karena masih memberinya bentuk perhatian dan juga berkunjung ke sini. Pria itu lalu tersenyum ke arahnya sebelum pergi. Reva masih menatap kepergian Agam dengan hati yang bergetar hebat. Ia tak bisa lagi bersisian dengan pria itu.     

"Maafkan aku, Gam. Aku memang wanita yang tak pantas untuk bersanding denganmu! Kau layak mencari wanita yang lebih baik lagi daripada aku di luaran sana."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.