Arrogant Husband

Kecewa dan Khawatir Campur Jadi Satu



Kecewa dan Khawatir Campur Jadi Satu

0Agam menangis sepanjang perjalanan pulang. Ia masih teringat dengan wajah Reva yang bersedih hingga membuatnya tak tega. Padahal, Agam masih mencintai wanita itu. Di dalam hati kecilnya masih ada nama Reva. Namun, kejadian nahas ini malah membuat mereka jadi berpisah.     
0

Dengan langkah gontai, Agam masih terus berjalan seorang diri di pinggir jalan. Tak ada siapa pun lagi yang lewat karena jalanan sudah sepi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar.     

"Kenapa aku begitu dingin padanya tadi? Kenapa juga aku mengatakan bahwa Reva kuanggap sebagai teman biasa? Padahal aku masih mencintainya."     

Memang tak mudah bagi Agam untuk melupakan Reva begitu saja. Wanita itu sungguh berjasa dalam hidupnya. Reva sering kali membantu dalam hal keuangan. Wanita itu juga yang memberinya cinta dan kasih sayang.     

Sebagai seorang mantan, Agam tak pernah sekalipun diduakan oleh Reva. Wanita itu termasuk orang yang setia terhadap pasangan. Namun, karena Reva sudah berbohong padanya dan membunuh Pak Surya, maka Agam langsung membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan ini. Padahal mereka sudah sama-sama merencakan sebuah pernikahan.     

Agam seperti merasa bersalah pada Reva. Tak tega melihat wanita itu mengeluarkan air mata seperti tadi.     

"Maafkan aku, Va. Aku sengaja mengatakan hal itu, agar dirimu tak berharap lebih padaku. Aku tak ingin, diriku kecewa lagi karenamu."     

Ia terus berjalan seorang diri dan sebentar lagi akan sampai di rumah. Perjalanan yang cukup panjang dan harus ditempuh dengan berjalan kaki, hanya untuk menengok Reva di sel tahanan. Itu membuktikan bahwa dirinya masih sayang dengan Reva.     

Beberapa saat kemudian, Agam sudah datang ke rumah. Pria itu segera masuk ke dalam dan istirahat di kamar. Agam langsung menghempaskan tubuhnya ketika sudah berada di samping kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya.     

Pikirannya masih tertuju dengan Reva. Agam bingung sekarang dengan perasaan hatinya. Ia memang kecewa dengan sikap wanita itu, tapi di satu sisi juga masih mencintainya.     

"Ya Tuhan, aku mohon berilah petunjuk yang benar padaku. Apakah aku harus melupakan Reva dengan sungguh-sungguh atau memberikannya satu kali kesempatan terakhir." Agam lalu memejamkan kedua matanya. Ia merasa sangat lelah dan ingin tidur saja.     

***     

Di dalam sel tahanan, Reva tak bisa tidur dengan nyenyak. Ia masih memikirkan tentang Agam di sana. Wajah pria itu begitu lekat dalam pikiran. Saat ke sini tadi pun, pandangan Reva tak bisa berpaling darinya.     

"Gam, apakah kau sungguh-sungguh sudah bisa melupakan aku?" tanya Reva seorang diri.     

Sekarang ia berada di sebuah tempat yang kecil dan tak beralaskan apa pun, hingga dinginnya lantai keramik benar-benar begitu terasa di kulit. Reva menekuk kedua lututnya sambil menangis. Tatanan rambutnya pun sudah amburadul.     

"Di sinilah sekarang tempatku berada," ujarnya pelan. "Tanpa bisa merasakan cinta dari Agam lagi."     

Karena kebodohannya sendiri, Reva berada di sini. Ia nekat mencelakai nyawa orang dan membuat orang itu tiada. Namun, penyesalan selalu saja datang di akhir.     

"Aku menyesal sudah membunuh Pak Surya. Andai saja, aku bisa berpikir jernih saat itu, maka kejadian ini tak akan mungkin terjadi."     

Andai saja Reva bisa sedikit menahan diri, maka semua ini tak akan terjadi. Dan, mungkin juga Pak Surya masih hidup sampai sekarang. Apa yang diucapkan oleh Bu Angel dan Saga kemarin menyadarkannya, bahwa bertobatlah segera kepada Tuhan atas segala perbuatannya.     

Reva merenungi nasibnya sekarang di dalam sel tahanan. Tak ada sanak keluarga di sini. Tak ada yang peduli lagi dengannya.     

***     

Keesokan paginya, setelah Saga sudah berangkat kerja, Bu Angel ingin menemui Reva lagi di kantor polisi. Ia merasa benar-benar ingin membalas rasa sakit dalam hatinya. Wanita licik itu harus mendapatkan ganjaran yang setimpal.     

Tanpa memberitahukan niatnya ini pada Alisa, Bu Angel tampak meminta Anton untuk menemaninya ke sana. Ia menyuruh pria itu agar tutup mulut dan tak membocorkan hal ini pada Alisa dan Saga.     

"Bu Angel, ada apa?"     

"Temani aku ya, ke kantor polisi. Aku ingin menemui wanita licik itu di sana."     

Anton paham dengan ucapan Bu Angel. Wanita itu pasti ingin bertemu dengan Reva. Bu Angel terus mendesaknya.     

"Ayo, cepat! Supaya Alisa tak tahu. Dia masih di kamar."     

"Ba–baik, Bu."     

Tanpa pikir panjang, Anton segera membawa Bu Angel menuju ke kantor polisi. Aksi mereka tak diketahui oleh Alisa yang masih berada di dalam kamar. Bu Angel akhirnya bisa bertemu lagi dengan Reva sebentar lagi.     

"Aku ingin memberi dia pelajaran lagi! Aku masih sakit hati karena Surya sudah tiada karena kelakuan dia."     

Anton tampak melirik Bu Angel dari kaca spion mobil. Wanita itu geram dengan Reva dan ingin memberinya pelajaran. Anton sangat mendukung Bu Angel sekarang.     

***     

Alisa mencari-cari keberadaan Bu Angel di dalam kamarnya, tapi tak ada. "Ibu ke mana, ya?"     

Ia pun mencoba untuk bertanya pada para pelayan, kalau ada yang melihat keberadaan sang ibu mertua. Ia melangkah dengan pelan dan tak mau buru-buru. Kini, Alisa sudah berada di dapur dan beberapa pelayan tampak menghadapnya.     

"Ada apa, Nyonya?" tanya salah satu dari mereka.     

"Apa kalian ada melihat ibu? Beliau ada di mana?"     

"Saya tak tahu, Nyonya."     

Hampir semua pelayan rumah tak ada yang tahu tentang keberadaan Bu Angel. Alisa pun melangkah ke luar lagi dan bertanya dengan para penjaga di sana. Namun, ia melihat bahwa Anton juga tak ada di rumah.     

"Anton ke mana, ya? Apa jangan-jangan dia pergi sama ibu?" Alisa langsung kepikiran tentang Reva. Ia menduga bahwa Bu Angel dan Anton pergi ke kantor polisi.     

Alisa kini berdiri di ambang pintu masuk. Ia mulai bertanya pada para penjaga di luar.     

"Apa kalian melihat Anton?" tanya Alisa.     

"Oh, dia tadi pergi bersama dengan Bu Angel, Nyonya."     

'Sudah kuduga. Pasti ibu akan pergi menemui Reva.'     

"Baiklah, terima kasih."     

Alisa langsung melangkah ke dalam kamar. Ia ingin menghubungi sang ibu di sana. Tentu saja, ia sangat mencemaskan Bu Angel.     

"Aku takut, kalau ibu menjadi khilaf ketika bertemu dengan Reva. Aku tak mau terjadi apa-apa pada Ibu."     

Ia berjalan dengan pelan menaiki anak tangga. Sekarang Alisa begitu memperhatikan kondisi kehamilannya dan mengurangi stresnya sendiri. Saat sudah berada di dalam kamar, wanita itu langsung menggapai ponsel di atas nakas.     

Alisa mencoba menghubungi Bu Angel dan berharap agar panggilannya dapat terhubung. "Ayo, Bu, diangkat teleponnya," ujar Alisa.     

Namun, berkali-kali panggilannya tak dijawab sama sekali. Alisa makin merasa resah jadinya. Ia begitu mencemaskan sang ibu mertua. Ia coba lagi memanggil Bu Angel di sana.     

"Kenapa ibu tak mengangkat panggilanku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.