Arrogant Husband

Yang Terjadi



Yang Terjadi

0Joseph sudah mengantar pulang Melati sampai di rumah. Wanita itu amat senang hari ini. Akhirnya, Melati bisa bertemu dengan Alisa di sana.     
0

"Apakah kau senang hari ini?"     

"Iya sayang. Aku sangat senang." Melati bergelayut manja di pergelangan tangan Joseph.     

Pria itu pun mengelus rambut Melati dengan lembut. Joseph segera menyuruh sang kekasih untuk masuk ke rumah dan istirahat.     

"Oh ya, aku langsung pulang saja ke rumah. Tak apa-apa kan sayang?"     

"Iya sayang. Tidak apa-apa. Terima kasih untuk waktunya hari ini." Melati melepaskan genggamannya dari pergelangan tangan Joseph.     

Pria itu melangkah menuju ke arah mobil. Melati melambaikan tangan dan mengucapkan hati-hati di jalan pada Joseph. Ia juga menyuruhnya untuk tak ngebut di jalan raya.     

Melati menatap kepergian Joseph yang sudah berlalu dari halaman rumah. Sampai mobil yang dikendarai oleh Joseph tak terlihat lagi, barulah Melati segera masuk ke dalam.     

***     

Saga menghampiri istrinya yang duduk di tepi ranjang sambil menggendong si kecil. Saat ini, Alisa sedang menyusui sang anak.     

Mata Alisa dan Saga saling bertatapan. Mereka berdua merasa senang hari ini. Ternyata, yang bernama Melati itu adalah sahabatnya sendiri dan bukan orang lain.     

"Cinta itu memang aneh, ya." Saga mengawali pembicaraan dengan Alisa. Sang istri mengerutkan kening.     

"Loh, kenapa jadi aneh?"     

"Iya, memang aneh. Contohnya saja, pertemuan pertama kita dibumbui dengan intrik-intrik kan? Kau tak langsung menerima cintaku. Tapi, sekarang apa?" Saga lalu mencubi gemas hidung mancung sang istri. "Dan, sekarang kau sudah menjadi milikku selamanya."     

Alisa selalu ingat masa-masa itu. Di mana waktu itu Saga selalu berusaha untuk mendekatinya, tapi dirinya masih belum bisa menerima cinta pria itu. Namun, sekarang Alisa sudah menyerahkan hidup dan matinya untuk Saga.     

"Kau ini memang seperti itu! Kau menyuruh anak buahmu untuk mengejarku waktu pertama kali."     

"Ya, memang. Karena aku tak mau kehilanganmu sayang. Jadi, aku suruh mereka semua untuk bisa mendapatkanmu segera."     

Alisa langsung geleng-geleng kepala. "Tapi, caramu tetap salah sayang waktu itu. Anak buahmu langsung membawaku ke rumah ini."     

"Ah, biarlah sudah. Yang lalu, biar saja berlalu. Terpenting sekarang kau sudah menjadi milikku." Saga pun berhasil mencuri satu kecupan di bibir sang istri. Alisa langsung terkejut dengan aksinya.     

Saga melihat sang anak sudah tertidur. Ia menyuruh Alisa untuk meletakkan si kecil di dalam keranjang. Kini, waktunya mereka untuk berduaan.     

"Sayang, layani aku malam ini, ya."     

"Iya sayang. Baiklah."     

Alisa tak akan pernah bisa menolak keinginan sang suami. Ia ingin mengabdikan seluruh hidupnya hanya pada Saga seorang.     

***     

Agam tak bisa tidur dengan nyenyak. Ia bolak-balik, ke sana kemari di atas tempat tidur dengan gelisah. Pikirannya selalu teringat dengan Reva yang ada di sel tahanan. Wanita itu pasti sangat menderita berada di sana. Namun, Agam pun sangat menyayangkan hal ini.     

"Andai saja, kau bukan seorang pembunuh, mungkin sekarang kita bisa terus bersama, Va." Agam sangat menyayangkan sikap Reva yang sekarang. Wanita itu bersikap tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.     

Hubungannya bersama dengan Reva harus kandas karena masalah ini. Wanita itu sama sekali tak bisa menahan diri dan malah balas dendam pada Pak Surya, yang sudah ikut campur dalam urusan percintaannya dengan Reva. Ia sudah tahu semua akar dari permasalahan ini.     

Pria itu masih saja gelisah di tempat. Agam tak bisa menutup kedua matanya dan istirahat. Padahal besok pagi, ia harus segera berangkat kerja. Tak ada Reva lagi di sampingnya kini. Ia pun tak bisa setiap hari mengunjungi wanita itu di sana.     

Namun, semuanya harus dipertanggungjawabkan oleh Reva. Agam pun hanya bisa pasrah melihat orang yang ia cintai harus mendekam di dalam sel tahanan dalam waktu yang cukup lama. Ia jadi goyah, apakah dirinya bisa mempertahankan cinta ini dan menunggu Reva kembali ke dalam pangkuannya? Ataukah perlahan-lahan, Agam akan menemukan seseorang yang bisa melengkapi sebagian hidupnya?     

"Reva, aku sangat mencintaimu."     

***     

Tanpa diduga-duga, yang menemui Reva sekarang adalah Joseph, bukan Agam. Pria itu datang ke sini malam hari seperti ini.     

"Joseph, kau kenapa ada di sini?"     

"Aku ingin mengunjungimu. Apa salah?"     

"Ti–tidak ...."     

Reva sekarang perlahan-lahan jadi sadar diri atas apa yang telah ia perbuat pada semua orang. Ia telah menyakiti hati orang-orang terdekatnya. Malah sudah membuat nyawa Pak Surya tiada.     

"Jo, maafkan aku ya," ucap Reva sambil menundukkan kepala.     

Melihat tingkah Reva yang seperti ini, membuat Joseph jadi tak tega. Ia pun segera memberikan maafnya untuk Reva.     

"Baiklah, Va. Aku sudah memaafkanmu."     

Reva menangis terisak dan masih menundukkan kepalanya. Merasa sangat terhina ketika berada dalam keadaan seperti ini. Tak ada sanak keluarga dan semuanya berada dalam jarak yang jauh.     

Perlahan-lahan, Joseph mengelus pergelangan tangan Reva agar tak menangis lagi. Wanita itu pun mendongakkan kepala dan menatap ke arah manik mata Joseph.     

"Sudahlah, jangan menangis. Aku sudah memaafkan kesalahanmu, Va."     

"Maafkan aku juga, Jo, karena dulu pernah menolak cintamu berkali-kali." Reva baru merasa bersalah sekarang.     

Joseph tak mau mengungkit hal itu lagi. Baginya, semua itu sudah menjadi masa lalu. Lagian sekarang pun, dirinya tak mencintai Reva lagi. Sekarang perasaan cintanya hanya untuk Melati seorang.     

"Lupakan saja, Va. Aku sudah memaafkanmu ka?"     

"I–iya ...," lirih Reva.     

"Aku juga sudah mendapatkan sosok pujaan hati yang baru."     

Reva senang mendengar hal baik ini dari mulut Joseph sendiri. Akhirnya, pria itu sudah menemukan tambatan hati.     

"Syukurlah kalau begitu, Jo."     

"Berkat kau, aku mengerti apa itu artinya berjuang keras untuk mendapatkan hati seseorang. Mengerti dengan sebuah kesabaran untuk bisa memilikimu dulu. Itu semua aku jadikan pelajaran yang berharga, Va."     

Reva merasa terharu dengan sikap Joseph. Pria itu sekarang berangsur-angsur menjadi lebih dewasa. Joseph sama sekali tak dendam padanya.     

"Aku kira, kau akan memusuhi aku selamanya dan akan dendam padaku."     

"Tidak. Aku tak akan dendam padamu, Va."     

Akhirnya, mereka berdua sama-sama saling tersenyum. Reva merasa terenyuh dengan ucapan Joseph. Pria itu sama sekali tak ingin berniat untuk membalas perlakuannya dulu.     

"Aku turut sedih, karena mendengar vonis hukumanmu, Va." Joseph tak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Reva.     

"Tidak apa-apa, Jo. Ini memang konsekuensi yang harus aku terima sekarang." Reva mencoba tegar dan tersenyum lebar ke arah Joseph.     

Tak lama lagi, jam besuk Joseph akan segera habis. Reva terlihat lebih tegar sekarang dan tak bersikap seperti kekanak-kanakan lagi. Wanita itu juga lebih sering tersenyum manis ke arahnya.     

"Va, sebentar lagi jam besukku akan segera habis. Kau setelah ini langsung tidur saja, ya."     

"Baiklah, Jo. Jangan khawatir."     

Joseph pun pamit pada Reva dan segera pulang dari sini. Ia menyuruh wanita itu untuk istirahat. Biar bagaimanapun, Joseph tak ingin membenci Reva, karena wanita itu dulu begitu ia cintai setulus hati.     

Reva pun semakin merasa bersalah jadinya melihat Joseph seperti tadi. Betapa bodohnya dia sewaktu dulu, karena sudah menyia-nyiakan cinta dari pria itu. Sekarang Joseph sudah dimiliki oleh wanita lain.     

"Semoga kau bahagia dengan pilihanmu, Jo."     

***     

Di pagi hari yang cerah, Alisa dan Saga sama-sama sudah terbangun dari tidur nyenyak mereka. Keduanya saling mengucapkan selamat pagi.     

"Selamat pagi, Sayang," ucap Saga.     

"Selamat pagi juga, Sayang."     

"Kau sangat cantik bangun tidur seperti ini." Saga menggoda sang istri. Biar bagaimanapun keadaan Alisa sekarang, masih saja terlihat cantik di mata Saga.     

"Kau ini bisa saja. Aku kan baru bangun tidur."     

"Iya, memang benar. Kau sangat cantik saat bangun tidur seperti ini."     

Alisa pun duduk dan meregangkan otot-ototnya. Kemudian, ia bangkit dari ranjang dan menghampiri si kecil yang masih tidur dalam keranjang. Tak berapa lama, Saga juga akan bersiap-siap untuk pergi ke kantor.     

"Aku akan segera siapkan pakaianmu sayang."     

Selagi Alisa menyiapkan ini dan itu, tak berapa lama setelahnya, Saga pun sudah selesai mandi. Pria itu tak ingin berlama-lama. Sang istri sudah mempersiapkan baju kerja untuknya.     

Saga mengeringkan rambutnya yang basah dengan sebuah handuk kecil. Sedangkan, tubuhnya juga masih terlilit dengan handuk.     

"Sayang," panggil Alisa yang mendekat pada Saga. Wanita itu terlihat ingin bermanja-manja sepertinya.     

Saga pun tersenyum jahil ke arah Alisa. "Kenapa sayang? Apakah kau ingin minta jatah sekarang?"     

Alisa pun langsung cemberut, karena bukan itu yang ia inginkan. "Bukan itu, tapi ...."     

"Tapi apa?"     

Tanpa aba-aba, Alisa langsung mencium pipi Saga sebelah kiri. Membuat pria itu langsung terdiam di tempat. Debaran jantung Saga begitu berdetak cepat.     

"Kau nakal ya, Sayang. Bisa sekali kau menciumku seperti tadi."     

"Memangnya kenapa? Apa tak boleh?" tanya Alisa sambil menjulurkan lidahnya ke arah Saga.     

Pria itu jadi gemas sendiri karena tingkah Alisa. Saga ingin sekali membuat sang istri berada dalam dekapannya sekarang juga.     

"Tentu saja boleh, Sayang." Saga membuka kedua tangannya selebar mungkin, agar Alisa bisa memeluk tubuhnya dengan erat.     

Dan, benar saja, Alisa langsung memeluk tubuh Saga dengan erat. Mereka berdua saling berpelukan. Saat ini, Saga masih tak mengenakan pakaian dan masih terlilit dengan handuk. Namun, Alisa masih merasa nyaman dalam dekapannya sekarang.     

"Ahh, iya. Sebaiknya kau pakai baju dulu, Sayang." Alisa menyuruh Saga memakai baju dan melepaskan pelukannya begitu saja. Pria itu mengangguk dan segera memakai pakaian yang sudah Alisa persiapkan sedari tadi.     

"Sayang, apa kau mau sarapan terlebih dahulu, atau membawa bekal saja dari rumah?"     

"Aku sarapan saja sayang. Temani aku ya. Kau harus makan juga nanti."     

"Hm, baiklah sayang."     

Saga sudah selesai berpakaian dan saat ini Alisa tengah merapikan dasi kerja miliknya. Sebentar lagi, ia akan segera berangkat. Namun, sebelum menuju ke ruang makan, Saga terlebih dulu ingin menatap wajah sang anak yang masih tidur.     

"Putri kecilku masih tidur. Ya sudah, tidur yang nyenyak ya, Sayang. Ayah mau pergi ke kantor dulu." Setelah berpamitan dengan si kecil, Alisa dan Saga pun segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.