Arrogant Husband

Bungkam



Bungkam

0Kurang lebih tujuh belas jam menempuh perjalanan di udara, dari Jakarta menuju ke Paris, akhirnya Saga dan Alisa sudah sampai di sebuah hotel mewah di sana. Mereka langsung istirahat karena lelahnya perjalanan.     
0

Mereka berdua baru datang saat sore hari. Sepasang suami istri itu langsung merebahkan diri di atas tempat tidur.     

"Ahh, lelahnya ...," ucap Saga yang berada di samping Alisa.     

Alisa yang merebahkan diri di samping Saga tampak tak sabar lagi ingin jalan-jalan besok pagi. Melihat betapa indahnya pemandangan Kota Paris ini. Namun, sekarang tentu saja mereka sama-sama kelelahan.     

"Sayang, aku sudah tak sabar lagi ingin jalan-jalan besok bersamamu." Alisa bermanja-manja di pundak Saga sambil rebahan.     

"Iya, Sayang. Besok pagi kita akan jalan-jalan. Kau harus menikmati hari esok bersamaku."     

"Bukan hanya bersamamu saja, tapi bersama anak kita juga." Alisa tersenyum sembari mengusap-usap perutnya yang masih belum terlihat menonjol.     

"Oh, iya, ya. Aku baru ingat, Sayang."     

Saga merasa sangat senang karena liburan kali ini mereka ada bertiga. Alisa tengah mengandung lagi hasil buah cintanya itu. Wanita berparas cantik dan berhidung mancung itu tengah bermanja padanya.     

"Sayang, kita liburan kali ini ada bertiga," ujar Saga.     

"Iya, Sayang. Aku senang sekali bisa hamil lagi. Tuhan telah mempercayai kita lagi."     

Saga mengangguk dan tersenyum kecil. Kemudian, pria itu ingin mengajak sang istri untuk tidur bersama. Masih sore hari, tapi keduanya sama-sama merasa lelah.     

"Sayang, tidur, yuk! Aku lelah sekali."     

Alisa pun menurut dengan ucapan Saga. Sepasang suami istri itu tampak memejamkan kedua mata dan tidur. Besok pagi akan menjadi kebahagiaan mereka karena bisa menghabiskan waktu bersama.     

***     

Agam saat ini sedang menemui Reva di kantor polisi. Makin lama, wanita itu semakin terlihat kurus. Agam tak tega melihatnya. Mungkin selama berada di sini, Reva merasa tertekan dan tak nafsu makan.     

"Va, kau terlihat kurus dan juga pucat." Agam memperhatikan Reva dengan detail.     

Wanita itu mengangguk, membenarkan apa kata Agam. Benar saja, selama berada di sini Reva tak nafsu makan. Tidur pun sangat sulit karena merasa tak nyaman. Kantung di bawah mata pun semakin menghitam.     

"Kau tak tidur kah?" tanya Agam.     

"Iya, Gam. Aku di sini tak bisa tidur dengan nyenyak."     

Reva mengembuskan napas panjang. Ia pun mulai berubah dan mengakui semua perbuatannya sekarang. Wanita itu telah sadar dan tak akan berbuat jahat seperti dulu lagi.     

"Mungkin ini karma untukku karena sudah menyakiti hati banyak orang, Gam. Tapi, aku tak apa-apa. Aku ikhlas, kok."     

Agam tak bisa berkata apa pun lagi. Wanita yang sekarang ada di depannya tampak menitikkan air mata. Reva terlihat meminta maaf pada Agam.     

"Aku juga mau minta maaf padamu, Gam, karena sudah berbohong. Sekali lagi maaf, ya."     

"Tak usah kau pikirkan lagi masalah itu, Va. Aku sudah ikhlas memaafkanmu. Dan, mungkin saja yang lain pun sudah memaafkan dirimu juga."     

"Aku tak yakin, Gam. Terlebih kepada Tante Angel. Pasti beliau masih merasa sakit hati padaku karena sudah merencanakan pembunuhan ini."     

"Hm, tapi tak ada salahnya kalau kau meminta maaf sekali lagi, kan? Mungkin saja, Bu Angel sudah memaafkanmu."     

Reva terlihat bingung. Apakah Bu Angel sudah ikhlas memaafkannya atau belum. Wanita paruh baya itu sungguh marah padanya.     

"Kapan Tante Angel akan datang ke sini lagi, ya?"     

"Aku tak tahu, Va. Tapi, nanti akan aku coba untuk mengajaknya datang ke sini."     

"Iya, Gam. Semoga saja Tante Angel mau ke sini. Aku ingin minta maaf padanya dengan tulus."     

Tak ada yang bisa Reva lakukan selain meminta maaf pada keluarga Saga atas perbuatannya. Apa yang sudah diperbuat dirinya memang sangat keterlaluan.     

Reva pun menangis sesenggukan. Agam yang ada di depan tampak menenangkannya. Pria itu kemudian beralih duduk dan berada di sampingnya. Agam meletakkan kepala Reva agar bersandar di pundaknya.     

"Sudahlah, Va, jangan menangis terus seperti ini. Semua manusia adalah pendosa dan tak luput dari itu. Kau kan sekarang sudah mulai berubah juga."     

Kemudian, Reva mencoba menegakkan kepala dan berucap pada Agam. "Tapi, kan, aku sudah menghabisi nyawa Om Surya dan menyuruh anak buahku untuk menghabisinya. Aku sudah melakukan dosa besar. Apakah Tuhan akan memaafkanku?"     

Agam terdiam sejenak. Pria itu menyuruh Reva untuk tak membahas ini lagi. Tak terasa sudah tiga puluh menit, waktu untuk membesuk tahanan pun akan segera habis.     

"Oh, ya, waktu besukku sebentar lagi mau habis, Va."     

"Iya, Gam."     

"Berjanjilah, Va. Jangan memikirkan hal itu lagi. Kau pikirkan saja agar terus berusaha untuk menjadi orang baik."     

Reva mengangguk ke arah Agam. "Baiklah, Gam. Terima kasih ya sudah membesukku di sini."     

Karena waktu untuk membesuk tahanan sudah habis, maka Agam pun segera pulang. Ia juga menyuruh Reva untuk istirahat dan tidur. Agar wanita itu tak terlalu memikirkan masalah ini.     

"Baiklah, aku pulang dulu, Va." Agam bangkit dari duduk dan melambaikan tangan ke arah Reva. Wanita itu tersenyum manis dan kembali digiring oleh polisi untuk masuk ke dalam sel tahanan.     

Agam menoleh lagi ke belakang, menatap Reva yang sudah kembali masuk ke dalam sel tahanan. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat kondisi Reva sekarang. Baru beberapa hari tak berkunjung ke sini, wanita itu sudah terlihat kurus saja.     

"Kasihan sekali Reva. Dia pasti sangat stres di sini."     

***     

Joseph sedang bicara berduaan dengan Melati di ruang tamu. Wanita berwajah cantik itu mempersilakannya untuk meminum minuman yang sudah dipersiapkan sejak tadi.     

"Jo, ayo diminum dulu minumannya," ucap Melati.     

"Baiklah, Mel. Makasih banyak, ya." Joseph segera meraih gelas yang berisi minuman itu lalu meneguk isinya sedikit. Gelas itu pun kembali diletakkannya di atas meja.     

"Iya, sama-sama."     

Dua sejoli itu tak bosan-bosan berbincang seperti ini. Mereka berdua lagi dimabuk asmara. Joseph pun sering datang ke sini untuk menengok Melati, sang kekasih. Wanita itu merasa senang karena dikunjungi terus seperti ini.     

"Mana Bu Angel?" Joseph bertanya pada Melati, di mana keberadaan wanita paruh baya itu.     

"Beliau lagi ada di kamar bersama dengan si kecil."     

"Sayang, apa kau senang tinggal di sini?"     

"Ya. Kenapa tidak? Orang-orang di rumah ini sangat baik dan ramah padaku, Jo."     

"Syukurlah kalau begitu."     

Joseph terlihat ingin membicarakan sesuatu yang cukup serius pada Melati. Semakin ke sini, rasa cintanya semakin besar saja pada sang kekasih. Ia merasa yakin akan melabuhkan cintanya pada Melati untuk yang terakhir kali.     

Joseph ingin membangun bahtera rumah tangga bersama dengan Melati. "Mel?" panggilnya pada sang kekasih.     

"Iya, Jo?"     

Keduanya saling bertatapan. Joseph merasa tak karuan dan aliran darahnya tampak berdesir hebat. Joseph masih terlihat bungkam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.