Arrogant Husband

Mengikhlaskan Kepergiaannya



Mengikhlaskan Kepergiaannya

0Pukul setengah enam pagi, jasad Reva ditemukan oleh para perawat dan juga dokter di rumah sakit itu. Mereka berhasil menemukannya tergeletak di dalam toilet dan sudah tak bernyawa lagi. Wanita yang bernasib malang itu harus mengakhiri hidup dengan cara seperti ini.     
0

"Kita harus menghubungi keluarganya dengan segera," ucap sang dokter.     

"Baik, Dok."     

Pihak rumah sakit akan berkoordinasi pada pihak kepolisian untuk menghubungi salah satu keluarga Reva. Mereka akan mengurus jenazah Reva dengan layak.     

***     

Saat bangun tidur, Joseph langsung mendengar ponselnya berdering berkali-kali. Pria itu mengucek kedua matanya dengan pelan, lalu meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas.     

"Siapa yang menghubungi sepagi ini?" tanyanya sambil melihat nomor telepon yang tak ada nama. Ia pun mengangkat panggilan tersebut karena mungkin ada sesuatu yang penting.     

"Hallo?" sapa Joseph.     

"Kami dari pihak kepolisian mengabarkan bahwa Reva sudah tiada. Jenazahnya masih berada di rumah sakit."     

"A–apa?" Joseph terkejut bukan main.     

Ia pun langsung menuju ke rumah sakit yang dekat dengan kantor polisi. Joseph tak sempat mandi dan hanya memakai parfum saja. Ia lekas meraih kunci mobil yang ada di atas nakas, juga mengambil jaket kulit yang tersampir di belakang pintu.     

"Kenapa jadi seperti ini!" Joseph berlari menuruni anak tangga dan menuju ke mobilnya. Ia pun juga akan mengabarkan yang lain, tentunya pada Agam juga.     

***     

"Hallo, Jo, ada apa?"     

"Ton, Reva sudah meninggal. Mayatnya sekarang berada di rumah sakit yang dekat dengan kantor polisi. Aku sekarang di sini. Kau ke sini ya, sama yang lain."     

Joseph mengabarkan pada Anton bahwa Reva sudah tiada. Pria itu begitu terkejut dengan kabar ini.     

"Baiklah, aku akan segera ke sana." Anton buru-buru memutuskan sambungannya secara sepihak.     

Anton segera memanggil Bu Angel dan juga Melati yang masih berada di dalam kamar. Ia ingin mengajak mereka untuk menuju ke rumah sakit. Dengan langkah yang buru-buru, Anton kini sudah sampai di depan pintu kamar.     

Tok! Tok!     

"Bu Angel, Bu Angel," teriak Anton.     

Tak berapa lama, pintu pun terbuka dan menampilkan sosok Bu Angel. Wanita paruh baya itu tampak bingung melihat Anton yang ngos-ngosan.     

"Anton, ada apa? Kenapa kau seperti ini?" tanya Bu Angel.     

"Bu, Reva telah meninggal dunia. Saat ini jenazahnya masih ada di rumah sakit."     

Bu Angel sangat syok mendengarnya. "Apa? Bagaimana bisa?"     

"Aku tak tahu, Bu. Untuk lebih jelasnya, kita ke rumah sakit saja, ya."     

"Iya, iya, tunggu sebentar." Bu Angel menyuruh Melati untuk menjaga si kecil dulu di rumah. "Mel, tungguin Lisa dulu, ya."     

Melati mengangguk dan akan menjaga si kecil dengan baik. "Iya, Bu. Hati-hati di jalan."     

Wanita paruh baya itu tampak tergesa-gesa berjalan ke arah mobil. Ia masih syok mendengar kabar ini dari Anton.     

"Ton, kau mendapatkan kabar ini dari siapa?" tanya Bu Angel yang sudah duduk di kursi belakang.     

"Dari Joseph, Bu. Dia yang mengabariku."     

"Baiklah, kalau begitu. Kita segera ke sana saja."     

Tanpa membuang waktu lagi, Anton segera tancap gas dan akan menuju ke rumah sakit. Bu Angel tampak gelisah dan merasa bersalah karena waktu itu Reva sempat meminta maaf, tapi tak dimaafkan.     

'Ya Tuhan, aku merasa bersalah sekali padanya.'     

***     

Saat ini, mereka sudah berkumpul di rumah sakit. Bu Angel, Joseph, dan Anton telah mengetahui penyebab kematian Reva bahwa wanita itu memang sengaja meminum cairan dari pembersih lantai. Mereka tak menduganya sama sekali.     

"Reva juga sempat dilarikan di rumah sakit tadi karena dipukuli oleh tahanan yang lain," ucap salah seorang polisi."     

"Apa?" Bu Angel kaget mendengarnya. "Kasihan sekali Reva," lirihnya.     

Saat ini, jenazah Reva masih berada di kamar mayat. Mereka bertiga tak tega mendengar hal ini. Saga dan Alisa masih belum mengetahui hal ini.     

"Apa Agam kita beritahu saja?" tanya Anton.     

Joseph pun bingung. Apakah Agam diberitahu tentang hal ini. Ia takut, akan membuat pria itu semakin terpuruk.     

"Lebih baik diberitahukan saja. Jangan ditutupi, kasihan dia juga," balas Bu Angel.     

Joseph agak sedikit ragu untuk mengatakan hal ini pada Agam. "Ba–baiklah kalau begitu." Ia merogoh saku dan menemukan ponselnya. Dengan segera Joseph memanggil Agam.     

***     

Ponsel Agam bergetar hebat di dalam saku celana. Ia pun segera merogoh saku dan mendapatkan bahwa Joseph yang memanggil.     

Agam segera mengangkat panggilan tersebut. "Hallo, Jo?"     

"Hallo, Gam. Ada berita duka," ucap Joseph.     

"Berita duka apa, Jo?" tanya Agam.     

"Reva telah tiada, Gam. Bisa kau datang ke rumah sakit yang dekat dengan kantor polisi?"     

Mendengar hal itu membuat Agam tampak tak karuan. Ia syok dan ponselnya terjatuh begitu saja di atas lantai. Tangannya jadi mati rasa.     

"Apa? Reva tiada?" Agam geleng-geleng kepala. Seakan tak percaya kalau Reva sudah tiada.     

Ia pun buru-buru dan minta izin untuk pulang kepada bosnya. Agam hendak mendatangi ke rumah sakit, di mana jenazah Reva ada di sana.     

Pria itu berlari sekencang mungkin dan menunggu taksi atau ojek yang lewat. Ia hendak segera tiba di sana dan melihat wajah Reva untuk yang terakhir kalinya.     

***     

Kini, jenazah Reva sudah siap untuk dipulangkan ke rumah. Agam pun baru saja datang dengan menggunakan ojek. Pria itu menangis deras mendapatkan kabar buruk ini.     

"Reva," lirihnya.     

Joseph dan Anton tak tega melihat Agam seperti ini. Bu Angel pun tampak menangis, karena masih merasa bersalah karena tak memaafkan Reva waktu itu.     

"Maafkan aku, Va," ucap Agam.     

Mereka semua masih berada di kamar mayat. Semuanya sudah tahu tentang kematian Reva, kecuali Saga dan Alisa. Agam menangis deras dan berusaha ditenangkan oleh Joseph serta Anton. Ketiga pria itu terpukul dengan kepergiaan Reva.     

Kedua orang tua Reva yang masih berada di luar negeri pun tak tahu juga tentang hal ini. Joseph dan Bu Angel tak tahu keadaan mereka di sana karena sudah lama tak berhubungan.     

"Gam, tenanglah."     

"Bagaimana aku bisa tenang, Jo? Reva sudah tiada sekarang. Aku semakin sakit melihatnya seperti ini."     

Agam sudah tahu bahwa Reva keracunan dan sengaja bunuh diri. Ia mengetahui hal ini dari Joseph. Pria itu sudah mengatakan semuanya. Saat ini, Agam begitu terpuruk. Hatinya patah.     

"Kenapa ini semua terjadi pada Reva?" tanya Agam.     

Namun, apalah daya. Mereka semua sekarang hanya bisa menangisi kepergian Reva. Biar bagaimanapun, wanita itu masih punya tempat di hati mereka.     

"Ikhlaskan Reva, Gam. Dia sudah tenang di sana," ucap Joseph.     

"Berat, Jo, berat. Aku masih sangat mencintainya." Air mata terus saja membasahi pipi Agam. Pria itu sangat bersedih dengan kepergiaan Reva. "Aku masih ada perasaan dengannya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.