Arrogant Husband

Lepas Atau Bertahan?



Lepas Atau Bertahan?

0"Saga, Alisa ...." Bu Angel antusias melihat mereka berdua di dalam panggilan video. "Kalian berdua apa kabar, Nak?"     
0

"Kami di sini baik-baik saja, Bu. Kalau kalian di sana bagaimana?" tanya Alisa balik.     

"Kami semua juga baik-baik aja. Eh, coba lihat deh si kecil. Dia sudah bisa merangkak pelan-pelan, loh." Bu Angel memperlihatkan si kecil yang masih berusaha untuk bisa merangkak dengan sempurna.     

Sontak saja, Alisa dan Saga tampak senang. Wajah mereka memancarkan aura kebahagiaan ketika melihat si kecil sudah belajar merangkak. Ini semua berkat Bu Angel dan Melati yang ada di sana.     

Alisa menutup mulut dengan kedua tangan. Ia merasa takjub melihat perkembangan sang anak. Saga juga dibuat terharu olehnya.     

"Aku jadi tak sabar lagi ingin segera pulang," ujar Alisa. "Aku ingin bertemu dengan Lisa."     

Ia ingin sekali memeluk sang anak. Menyusui si kecil dan mengajak bermain. Dalam waktu dua hari lagi, Alisa dan Saga akan segera pulang.     

"Tunggu ibu dan ayah pulang, ya, Nak. Ibu akan segera pulang."     

Melati juga tengah merasakan kebahagiaan ini. Ia turut senang melihat keluarga Alisa selalu bahagia seperti ini. Suasana yang beginilah, yang diidamkan olehnya.     

Saga melingkarkan kedua tangannya ke tubuh Alisa. Bu Angel melihat keromantisan mereka sembari mengingat almarhum suaminya yang sudah tiada. Waktu dulu, ia dan Pak Surya memang merupakan pasangan yang romantis.     

Gelak tawa dari mereka selalu terdengar. Obrolan mereka tak berhenti sampai di sini saja. Selalu saja ada topik pembicaraan.     

"Bu, apakah Joseph sering datang ke rumah?" tanya Saga yang terlihat serius.     

Suasana pun mendadak jadi hening dan penuh keseriusan akibat mendengar pertanyaan dari Saga itu. Melati langsung merasa deg-deg'an dengan ucapan Saga. Ia takut, kalau tak mendapatkan izin untuk membawa Joseph ke sini.     

"Iya, memangnya kenapa? Kau tak memperbolehkannya datang ke sini, ya?" tanya Bu Angel.     

"Siapa yang bilang seperti itu, Bu? Aku hanya memastikan saja. Tentu saja si Joseph sering datang ke rumah karena ada calon istrinya yang cantik jelita." Saga mengedipkan sebelah mata kepada Melati. Alisa pun langsung menyikut lengan Saga dengan sedikit gemas.     

Melati merasa tenang sekarang. Ia sejak tadi takut, kalau-kalau Saga tak memperbolehkannya bertemu dengan Joseph di rumah ini. Namun, semua itu hanya ketakutan semata.     

"Tuh, dimarahin sama Alisa." Bu Angel terkekeh geli melihat tingkah sang anak dan juga menantunya itu.     

Dalam panggilan video seperti ini, mereka semua tampak senang. Alisa dan Saga juga bahagia melihat perkembangan sang anak yang sudah bisa merangkak pelan.     

"Oh, ya, Bu. Aku dan Alisa istirahat dulu ya. Sehat-sehat di sana ya, Bu sama Melati."     

"Iya, Nak. Kau dan Alisa juga, ya. Jaga tuh kandungan istrimu, jangan sampai kenapa-kenapa." Bu Angel memberi nasihat pada sang anak.     

"Siap, Bu. Aku akan menjaga Alisa dengan baik di sini."     

"Bagus kalau begitu. Ibu dan Melati selalu menunggu kedatangan kalian ke sini."     

Akhirnya, Saga menyudahi panggilan video tersebut. Bu Angel meletakkan kembali ponsel di atas nakas dan bermain lagi bersama dengan cucu kesayangannya.     

***     

"Aku sudah tak sabar lagi ingin pulang ke Indonesia dan bertemu dengan anak kita." Alisa merebahkan diri sambil menatap langit-langit kamar.     

"Sama. Aku pun juga begitu. Akhirnya, si kecil sudah bisa merangkak pelan-pelan. Aku berharap, semoga Lisa selalu berkembang dengan pesat."     

Alisa dan Saga sudah tak sabar lagi ingin bertatap muka dengan si kecil. Membawanya dalam dekapan dan mencium aroma bayi. Berhari-hari berada di Paris, membuatnya merasa amat rindu dengan sang anak.     

"Ya sudah, lebih baik kau istirahat saja, Sayang. Nanti akan kita hubungi ibu lagi di sana."     

"Baiklah, kalau begitu." Alisa mengangguk dan menuruti ucapan Saga. Mereka berdua akan istirahat sejenak dan akan kembali menghubungi Bu Angel nanti.     

***     

Joseph sengaja datang ke rumah Agam untuk membicarakan sesuatu. Ia pun disambut dengan baik oleh pria itu. Merasa sangat dihargai ketika berada di sini.     

"Hm, tumben malam-malam ke sini, ada apa, Jo?"     

"Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu saja."     

"Apa itu?"     

"Tentang Reva ...."     

Agam langsung terdiam ketika disebut nama Reva. Ia ingin mengetahui tentang wanita itu.     

"Kenapa Reva? Apa kau tadi bertemu dengannya di kantor polisi?"     

"Iya, Gam. Tadi aku menemuinya sebentar di sana," ujar Joseph. "Dia bilang, bahwa dia sangat mencintaimu lebih dari dirinya sendiri." Joseph tersenyum tulus saat mengucapkan itu.     

"Be–benarkah itu?" Agam merasa tak percaya. Ia sungguh merasa terharu.     

Joseph bicara dengan terus terang, bahwa Reva memang sangat mencintai Agam dengan sepenuh hati. Ia melihat ekspresi wajah Agam yang tampak terharu. Pria itu menitikkan air mata.     

"Aku tak tega melihatnya berada di dalam sel tahanan itu, Jo. Makin lama, dia semakin kurus saja. Makan dan tidur pun jadi tak teratur."     

Joseph menepuk-nepuk pundak Agam untuk menguatkannya. "Reva wanita yang kuat. Aku yakin, dia bisa melewati itu semua, Gam. Yakinlah. Asal kita berdua terus berada di sisinya."     

Namun, satu yang tak ingin Joseph bicarakan dengan pria itu adalah tentang Reva yang tak percaya bahwa Agam akan selalu berada di sisinya selama berada di dalam penjara. Reva yakin, kalau Agam akan mencari wanita lain dan memlih melanjutkan hidup dengan orang yang baru. Entah kenapa, hatinya mendadak jadi sakit seperti ini. Melihat kemalangan Reva dan juga sahabatnya yang menangis.     

"Aku sangat menyayangi Reva, Jo. Andai saja, ujian ini tak pernah terjadi di antara kami, mungkin kami berdua hidup bahagia dan menikah. Namun, takdir berkata lain."     

"Sabar, Gam. Kau dan Reva pasti akan bersatu terus," ucap Joseph.     

"Entahlah, Jo. Aku tak yakin soal itu."     

"Lah, kenapa memangnya? Kau harus yakin. Kau kan mencintainya?"     

"Iya, memang benar. Tapi, kalau hanya menunggu Reva dalam waktu yang lama, aku takut kalau perasaan ini padanya juga menghilang. Itu yang aku takutkan, Jo."     

"Jadi, kau akan memilih wanita lain untuk mendampingi hidupmu?" Joseph bertanya lagi pada Agam.     

"Aku sungguh tak tahu, Jo. Perasaanku sekarang masih sangat mencintai Reva. Namun, aku tak tahu kalau suatu saat nanti. Apakah perasaan ini hanya untuk Reva saja atau untuk wanita lain."     

Kedua pria itu terdengar mengembuskan napas kasar. Agam semakin bingung dengan perasaannya sendiri. Di sisi lain, mustahil menunggu Reva selama itu. Dan, di satu sisi, ia masih cinta dengan Reva dan masih bertahan sampai sekarang.     

"Aku hanya bisa mendoakanmu dan Reva agar selalu bahagia. Kau tak usah banyak pikiran, Gam. Tenanglah!" ujar Joseph.     

"Iya, Jo. Terima kasih banyak, ya. Sekarang aku sangat bimbang sekali. Apakah bertahan atau lepas saja ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.