Arrogant Husband

Kecupan



Kecupan

0Saga sengaja menghubungi Joseph untuk menuju ke kantornya. Kini, pria itu sudah berada di depan. Joseph pun bertanya pada Saga, apa alasannya untuk menyuruhnya ke sini.     
0

"Hei, ada apa menyuruhku datang ke sini?" ucap Joseph.     

"Aku sudah tahu bahwa kau melamar Melati. Aku mau mengucapkan selamat saja."     

"Terima kasih, Ga."     

"Aku senang bisa melihat kalian ke jenjang yang lebih serius lagi. Semoga kalian selalu bahagia."     

"Aamiin, sekali lagi terima kasih."     

Tak hanya sampai di situ saja, Saga juga terlihat menggoda Joseph. "Oh, ya, berlianku masih mahal dari pada punyamu. Lihat saja kalung berlian Alisa!" gerutunya pada sang sahabat.     

"Ah, kau ini! Selalu saja begitu, Ga. Yang penting bagiku, Melati sangat menyukainya."     

Saga manggut-manggut sambil menatap ke arah Joseph. Kedua pria itu tampak berbincang-bincang. Mereka berdua tak lagi berselisih paham.     

"Ga?"     

"Iya?"     

"Agam dipecat dari pekerjaannya," ucap Joseph.     

Saga langsung terkejut mendengarnya. "Loh, kenapa bisa? Bukankah dia selalu rajin bekerja?"     

"Ya, seperti itulah. Dia tak fokus bekerja hanya karena mengingat Reva terus. Bosnya pun memanggilnya berkali-kali dan memberi peringatan. Tapi, Agam masih tak bisa fokus."     

Saga paham sekarang. Ia jadi memikirkan kondisi Agam di rumah. "Dia perlu waktu untuk melupakan Reva, Jo. Tak mudah memang baginya, melupakan orang yang disayang."     

Saga berniat akan menemui Agam nanti. Namun, ia tak mau terburu-buru karena pria itu masih butuh waktu untuk menenangkan pikiran sejenak. Mungkin dalam beberapa hari ke depan, ia dan Joseph akan ke sana.     

Joseph merasa kasihan pada Agam. Pria itu sangat baik dan rendah hati. Maka dari itu, ia dan Saga tergerak hati untuk membantu.     

"Nanti kau bantu aku, ya."     

"Bantu apa, Ga?" tanya Joseph.     

"Bujuk Agam agar mau bekerja di kantorku."     

"Kau serius, Ga?" Joseph seakan tak percaya.     

"Iya, aku serius. Kau harus bisa mengajaknya ke sini. Aku kasihan padanya. Kalau Agam tak bekerja, dia mau makan apa?"     

Joseph menganggukkan kepala, mengerti dengan ucapan Saga. Alhasil, Joseph ingin pamit dulu dari kantornya dan akan bertemu dengan Melati sebentar.     

"Ga, aku ke rumahmu ya, mau bertemu dengan Melati."     

"Hm, baiklah kalau begitu. Jangan kau apa-apakan Melati, ya. Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri."     

"Siap, Bos!" Joseph memberikan hormat kepada Saga. Ia pun langsung ke luar dari ruangan kerja ini.     

"Dasar! Ada-ada saja si Joseph!"     

***     

Bu Angel memanggil Melati menuju ke ruang tamu karena ada Joseph. Pria itu datang ke sini hanya untuk bertemu dengan Melati. Wanita itu terlihat salah tingkah dan tersipu malu.     

"Benarkah, Bu?"     

"Iya, cepat sana. Susul dia. Joseph sudah nunggu, loh!"     

Wanita paruh baya itu memberi semangat pada Melati. Melati bergegas menuju ke ruang tamu untuk bertemu dengan sang kekasih. Dua sejoli itu tampak bertatapan sebelum Melati benar-benar duduk di atas sofa.     

Kontak mata pun terjadi antara mereka. Joseph tampak memandang Melati tanpa berkedip. Pria itu melihat sekilas ke arah kalung berlian itu.     

"Kau sangat cantik, Sayang. Ditambah dengan memakai kalung berlian ini."     

"Kau ini bisa aja! Ini kan pemberian darimu." Melati menunjuk ke arah kalung berlian itu.     

"Tapi, tetap saja kau sangat cantik."     

Melati terlihat salah tingkah di depan Joseph. "A–anu, itu diminum ya jusnya."     

"Iya, Sayang, nanti saja. Aku masih ingin melihat wajahmu yang manis ini."     

Sepasang kekasih itu tampak tersenyum senang. Keduanya menunjukkan ekspresi cinta masing-masing dan dengan cara yang berbeda. Joseph menunjukkannya dengan cara blak-blakan, sedangkan Melati tampak malu-malu, tapi juga menunjukkan bahwa dirinya perhatian pada sang kekasih.     

"Jo, jadi kapan kita akan berangkat ke Italia?"     

"Hmm, kau sudah tak sabar lagi sepertinya." Joseph tersenyum ke arah Melati. Ia menggoda kekasihnya itu dan menoel pipinya.     

"Joseph, jawab aku! Kok malah ditoel sih pipiku!" gerutu Melati.     

"Karena aku gemas melihat tingkahmu, Sayang."     

Joseph sudah merencanakan ini semua dengan matang. Dalam beberapa hari ke depan, ia dan Melati akan berlibur ke luar negeri. Mereka berdua akan melangsungkan pernikahan di Indonesia saja, sepulangnya berada di sana.     

"Paling dua hari lagi kita akan ke Italia." Joseph mengedipkan sebelah mata ke arah Melati.     

Wanita itu sangat senang mendengarnya. Hatinya bersorak gembira. Melati tak sabar lagi ingin berlibur bersama dengan Joseph.     

"Kau serius, kan? Tak bercanda, Sayang?" tunjuk Melati ke arah wajah Joseph.     

"Iya, Sayang. Aku serius. Mana mungkin aku bercanda. Kau packing barang saja dari sekarang, ya."     

Di tengah obrolan Joseph dan Melati, Alisa tampak hadir di tengah-tengah mereka. Ia menggendong sang anak dan turun dengan perlahan dari anak tangga. Melati mengajaknya untuk duduk bersama.     

"Apa kehadiranku di sini tak mengganggu kalian berdua?" tanya Alisa.     

"Tentu saja tidak. Ayo, duduk sini, Sa."     

Alisa bersama dengan anaknya tampak duduk di ruang tamu. Joseph merasa gemas sekali dengan bayi perempuan itu. Ia ingin menggendongnya walau hanya sekali.     

"Sa, bolehkah aku menggendong anakmu?"     

"Ya, tentu saja boleh. Anggap saja ini adalah latihan untukmu saat menjadi seorang ayah nanti." Alisa memberikan anaknya pada Joseph. Pria itu senang bisa menggendong sang anak.     

Melati melihat Joseph dan juga anaknya Alisa. Tampak akur dan menurutnya bahwa sang kekasih memang sudah siap untuk menikah.     

"Sepertinya kau tak sabar lagi ingin menjadi seorang ayah, ya Jo?" Alisa merasa iseng dan menanyakan hal ini pada Joseph. Ia menatap pria itu sambil tersenyum.     

Kedua pipi Melati tampak memerah karena mendengar ucapan Alisa. Sang sahabat memang sangat pandai bertanya tentang hal seperti ini.     

"Iya, Sa. Aku memang sudah tak sabar lagi ingin menjadi seorang ayah. Dan, ibunya nanti adalah Melati. Dia akan jadi ibu dari anak-anakku kelak."     

Alisa bertepuk tangan dengan riuh. Hatinya sontak bergembira dan terus saja menggoda sepasang kekasih ini. Ia melihat sekilas ke arah Melati yang terlihat salah tingkah dan juga memerah pipinya.     

"Nah, makanya kau dan Melati cepat-cepat saja menikah agar segera halal. Dan, cepat dapat momongan."     

"Alisa, kau ini bisa saja," ucap Melati.     

"Benar yang dikatakan oleh Alisa. Kita harus cepat-cepat menikah, Mel, agar punya anak yang banyak nanti."     

Keseruan mereka terus saja bergulir. Alisa merasa terhibur karena ocehan Joseph dan Melati. Akhirnya, datanglah Bu Angel ke ruang tamu.     

"Duh, kok rame sekali sih? Ada apa?" Bu Angel duduk bersama mereka di ruang tamu.     

"Bu, ada yang pengen cepat-cepat menikah, supaya bisa punya anak yang banyak." Alisa langsung menoleh ke arah Melati.     

"Oh, begitu ... bagus dong. Cepat-cepat aja deh nikahnya. Jangan kelamaaan." Bu Angel menimpali ucapan Alisa.     

Joseph masih menggendong anaknya Alisa. Ia terlihat salah tingkah di hadapan Bu Angel. Melati pun juga demikian. Wanita itu berkali-kali menundukkan kepalanya ke bawah.     

Bu Angel menangkap rona kebahagiaan yang terpancar dari wajah Joseph dan juga Melati. Dua sejoli itu tampak malu-malu. Ia sudah tak sabar ingin melihat keduanya berada dalam pelaminan.     

"Jo, apa kau mau mengajak Melati jalan-jalan?" tanya Bu Angel.     

Melati hanya bisa melongo di tempat. Baru tadi malam, ia dan Joseph pergi bersama.     

"Kalau Bu Angel mengizinkan, aku akan mengajak Melati untuk jalan-jalan sekarang juga."     

"Nah, tunggu apa lagi? Cepat kalian jalan-jalan sana. Nikmati waktu kalian berdua," suruh Bu Angel pada mereka.     

"Apa tidak apa-apa, Bu?" Melati merasa tak enak kalau jalan-jalan terus setiap hari.     

"Tentu saja tidak apa-apa. Jangan khawatir. Lebih baik kau dan Joseph jalan-jalan sana."     

"Baiklah kalau begitu, Bu."     

Joseph mengembalikan bayi itu ke dalam pangkuan Alisa. Ia dan juga Melati akan jalan-jalan sebentar. Rayuan Bu Angel berhasil membuat sang kekasih mau untuk diajak pergi bersama.     

Joseph dan Melati tampak berpamitan dengan Bu Angel dan Alisa. Sepasang kekasih itu bergegas masuk ke dalam mobil.     

Bu Angel dan Alisa hanya berdiam diri di ruang tamu. Mereka berdua tak mengantar kepergia dua sejoli itu jalan-jalan..     

"Sa, biarkan saja mereka pergi bersama. Ibu sangat senang melihat mereka seperti itu."     

"Iya, Bu. Aku juga begitu. Mudah-mudahan mereka berdua selalu rukun dan romantis seperti ini."     

"Iya, Aamiin ya."     

***     

"Jo, kita akan pergi ke mana?" tanya Melati pada Joseph.     

"Ke suatu tempat. Pokoknya kau akan merasa sangat senang."     

"Bukan ke mall lagi, kan?"     

Joseph menggeleng dengan cepat. "Tentu saja bukan. Ada satu tempat yang menurutku sangat bagus untuk kita kunjungi."     

Melati hanya mengangguk dan pasrah ketika dibawa pergi oleh Joseph. Ia hanya bisa menunggu, akan ada keajaiban apa lagi yang akan diberikan oleh sang kekasih.     

'Bu Angel bisa saja tadi. Menyuruh Joseph jalan bersamaku seperti ini.'     

Dari dalam lubuk hati terdalam, Melati sangat berterima kasih kepada Bu Angel. Wanita paruh baya itu menyuruh Joseph untuk jalan-jalan bersama dengan dirinya.     

"Kau sedang memikirkan apa?" tanya Joseph melihat Melati yang senyum-senyum sendiri.     

"Aku sedang memikirkan Bu Angel. Dia sangat baik dengan kita, Sayang. Perhatiannya sangat luar biasa.*     

"Ya, Bu Angel memang sangat baik. Aku tak menyangka, bahwa Bu Angel tadi menyuruhku untuk jalan-jalan bersamamu."     

"Tapi, kau senang kan, Jo?" tanya Melati.     

"Tentu saja aku senang. Bisa jalan berdua bersama dengan wanita yang aku cintai."     

Ucapan Joseph membuat hati Melati menghangat. Pria itu selalu saja membuatnya seperti ini. Bahagia luar biasa karena mendapatkan cinta seindah ini.     

"Aku sangat beruntung memiliki wanita seperti dirimu, Sayang. Sangat beruntung sekali." Joseph secara tiba-tiba mengecup punggung tangan Melati. "I love you so much."     

Aksi yang mengejutkan dari Joseph berhasil membuat jantung Melati berdebar-debar tak karuan. Ingin rasanya ia membalas perlakuan pria itu dengan ciuman, tapi rasanya malu sekali. Melati pun mengurungkan niatnya.     

"Sayang, kau nakal sekali ya! Mending fokus dulu ke arah jalan," tegur Melati. "Jangan seperti itu lagi. Aku jadi kaget sendiri."     

"Tapi, kau senang kan aku cium?"     

Melati mengangguk perlahan dan tersenyum ke arah sang kekasih "I–iya ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.