Arrogant Husband

Persiapan ke Italia Besok



Persiapan ke Italia Besok

0Saat Saga baru saja datang ke kantor, Agam tampak menyambut kedatangannya dengan hangat. Saga berbincang-bincang dengan Agam di sepanjang perjalanan menuju ruang kerja. Bahkan, beberapa staf karyawan yang ada di sana tampak memperhatikan kedekatan antara mereka.     
0

"Gam, apakah kau nyaman bekerja di kantorku?" tanya Saga.     

"Iya, Ga. Aku sangat nyaman bekerja di kantormu. Sekali lagi terima kasih, ya."     

"Iya, sama-sama."     

Saga menyuruh Agam untuk masuk ke dalam ruangannya. Ia ingin berbincang-bincang sebentar dengan pria itu.     

"Silakan duduk, Gam."     

Agam tampak duduk di hadapan Saga. Kedua pria itu beradu pandang. Sepertinya ada hal yang serius ingin dibicarakan oleh Saga.     

"Ada apa, Ga?"     

"Hm, tidak apa-apa, sih. Aku hanya ingin mengobrol denganmu saja saat ini."     

"Lantas, pekerjaanku nanti bagaimana, Ga? Nanti tak selesai dengan tepat waktu."     

"Santai saja. Aku yang menyuruhmu untuk ke sini. Dan, aku bosnya. Kau tinggal menuruti ucapanku saja."     

Agam menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Memang benar apa yang dikatakan oleh Saga. Pria itu menyuruhnya untuk datang ke ruangan ini dan tak akan berani untuk membantah ucapannya.     

"Aku ingin bertanya. Apakah sampai detik ini, kau masih belum juga bisa melupakan Reva?"     

Agam tampak terdiam sejenak. Kemudian, membalas ucapan Saga. "Iya, Ga. Susah sekali untuk bisa melupakan Reva dari hati dan pikiranku."     

"Iya, Gam. Aku mengerti dan itu wajar. Kau jangan terburu-buru untuk melupakan Reva. Terpenting kau bisa bangkit dari rasa keterpurukan itu."     

Agam mengembuskan napas panjang. Ini semua berkat Saga yang telah percaya dengannya untuk bisa melakukan hal ini. Pria itu memberinya pekerjaan, saat bosnya sendiri sudah memecatnya.     

"Aku berjanji tak akan mengecewakanmu, Ga. Aku akan bekerja di sini dengan sebaik mungkin."     

"Bagus kalau begitu. Itulah yang aku inginkan darimu. Semangat terus, ya!"     

"Siap, Bos!"     

Saga memberikan semangat kepada Agam agar tak selalu merasa putus asa. Pria itu harus berusaha bangkit lagi.     

Setelah dirasa sudah cukup obrolan kali ini, maka Saga segera mempersilakan Agam untuk ke luar dari ruangan kerjanya. Ia pun akan kembali untuk mengerjakan tugas kantor.     

"Kalau begitu, kau boleh ke luar Gam dan bekerja," ucap Saga.     

"Baik, terima kasih, Ga."     

Pria itu melangkah ke luar dari ruang kerja Saga. Agam terlihat bersemangat hari ini. Ia yakin, akan bangkit sepenuhnya.     

***     

Hari ini Joseph kembali lagi menemui Melati si rumah Saga. Besok harinya, mereka berdua akan segera berangkat ke Italia, menghabiskan waktu bersama di sana. Pria itu duduk, tak jauh dari Melati.     

"Sayang, besok kita akan berangkat."     

"Iya, Sayang."     

"Apa kau sudah packing barang?" tanya Joseph.     

"Belum sih. Nanti sore saja. Lagian, barang bawaanku pun tak akan banyak, kok."     

"Apa kau yakin, Sayang?" Joseph menaikkan sebelah alisnya.     

"Yakin, Sayang. Barang bawaanku tak akan banyak."     

Dua sejoli itu berbicara membahas kepergian mereka besok. Joseph menyuruh Melati untuk mempersiapkan barang-barang nanti sore. Beberapa hari ke depan, mereka berdua akan berada di Italia.     

Hanya Joseph dan Melati saja yang berada di ruang tamu, sedangkan Bu Angel dan Alisa sedang ada di kamar masing-masing. Saat berduaan seperti ini, membuat Joseph sedikit bernafsu dan ingin mengecup bibir Melati dengan cepat. Namun, ia urungkan niat itu karena ingin menjaga sang kekasih.     

Ia cukup tergoda dengan bentuk bibir Melati yang mungil. Ingin sekali merasai bibir itu dan mengulumnya.     

Melati yang dipandangi seperti itu oleh Joseph langsung terlihat salah tingkah. Wanita itu merona pipinya. Membuat Joseph semakin merasa gemas dengan sang kekasih.     

"Pipimu memerah lagi, Sayang. Bagaikan kepiting rebus," goda Joseph pada Melati.     

"Kau ini ada-ada saja, Jo! Mana mungkin seperti itu."     

"Memang benar. Tapi, kau yang seperti ini terlihat sangat cantik."     

Tersenyum-senyum sendiri setelah digoda oleh Joseph memang menjadi ciri khas bagi sosok Melati. Wanita itu gampang sekali terlihat salah tingkah di hadapannya. Joseph pun semakin bersemangat untuk terus menggoda sang kekasih.     

Tiba-tiba saja, Joseph langsung mengelus pipi Melati dengan lembut. Membuat wanita itu terkesiap dan terdiam sesaat. Pandangan mata mereka bertemu.     

"Jo?"     

"Iya, Sayang."     

"Jangan seperti ini. Aku jadi semakin gugup."     

Joseph semakin ingin melihat Melati yang salah tingkah. Ia pun dengan sengaja mendekatkan wajahnya ke depan wajah Melati, hingga jarak dari mereka sangatlah dekat. Embusan napas Joseph pun begitu terasa di wajah Melati.     

"Jo–Joseph ... kau mau apa?" tanya Melati yang semakin gugup.     

Namun, bukannya menjawab, Joseph malah diam dan semakin menatap dalam manik mata Melati. Hingga wanita itu begitu salah tingkah.     

"Kau sangat cantik seperti ini." Ingin sekali Joseph mencium bibir itu karena merasa gemas. Namun, pikirannya malah berkata tidak.     

'Tidak, jangan lakukan hal itu, Jo. Kau harus bisa menahannya. Kau harus menjaga Melati dengan baik.'     

Akhirnya, pria itu memundurkan badannya. Tak jadi mencium bibir Melati, karena ingat dengan janjinya sendiri bahwa akan menjaga wanita itu dan tak menyentuhnya sedikit pun. Rasa sayang serta perasaan cinta Joseph untuk Melati semakin dalam.     

"Aku sangat mencintaimu, Mel. Maka dari itu, aku akan menjagamu selalu. Aku tak akan menodaimu sedikit pun, jadi jangan berpikir yang tidak-tidak. Kau mengerti?"     

Melati terlihat manggut-manggut ke arah Joseph. "Iya, aku mengerti, Sayang. Terima kasih, ya."     

Melihat senyum manis Melati saja sudah membuat Joseph merasa bahagia. Apalagi sampai bisa memiliki wanita itu sepenuhnya. Ah, Joseph sudah tak sabar lagi ingin membawa Melati menuju ke pelaminan.     

"Kau senang kan bisa berpacaran denganku?"     

"Bukan senang lagi, tapi aku merasa sangat beruntung bisa memilikimu."     

"Berarti kau wanita yang beruntung, Sayang. Karena tak mudah untuk mendapatkan hatiku ini. Aku cukup setia menjadi seorang kekasih."     

Melati yakin bahwa Joseph bisa membimbingnya ke jalan yang benar. Ia sudah tak sabar lagi ingin segera menikah dengan pria pujaan hatinya. Bersatu dalam ikatan suci pernikahan dan tak ada yang bisa memisahkan mereka berdua, selain hanya maut saja.     

Dua sejoli itu sudah berjanji satu sama lain untuk saling setia sampai nanti. Mereka tak akan berpaling atau menaruh hati kepada orang lain. Bagi Melati, sosok pria seperti Joseph sudah cukup baginya.     

Tuhan mempertemukan mereka dalam pandangan pertama. Dan, akan berencana membawa hubungan ini lebih serius lagi. Bukan Joseph namanya kalau tak bisa menakhlukkan hati seorang wanita.     

"Sayang, aku sudah tak sabar lagi ingin menikah denganmu," ucap Joseph.     

"Sabarlah, Sayang. Tak akan lama lagi, kita akan bersatu selamanya."     

"Iya, kau benar. Cinta kita tak akan ada yang bisa memisahkan. Cinta kita terlalu kuat untuk dihancurkan. Bukan begitu, kan?"     

"Iya sayang, aku mencintaimu, Jo."     

"Aku pun juga mencintaimu, Mel."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.