Arrogant Husband

Mulai Terbuka



Mulai Terbuka

0Tok! Tok!     
0

Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Agam pun berdiri dari kursi duduk dan segera membuka pintu. Matanya tak berkedip karena melihat Nina berada di depan pintu.     

"Agam?"     

"Nina? Hmm, mari silakan masuk."     

Setelah Agam mempersilakan Nina untuk masuk ke dalam, ia pun akan segera ke luar dari ruangan kerja Saga. Ia tak enak, kalau menguping pembicaraan mereka berdua.     

"Gam, mau ke mana kau?" tanya Saga yang tiba-tiba saja memanggil Agam lagi.     

"Mau ke luar, Ga. Apakah kau masih ada perlu denganku?"     

"Tidak. Aku hanya ingin menyuruhmu untuk duduk saja, bersebelahan dengan Nina."     

Agam dan Nina pun saling pandang satu sama lain. Pria itu lantas duduk di kursi dan bersebelahan dengan Nina.     

'Entah kenapa, aku merasa bahwa Nina dan Agam saling suka sama suka. Namun, keduanya saling merasa gengsi untuk menyatakan perasaan masing-masing.'     

Saga masih menatap ke arah dua sejoli itu. Ia melihat bahwa Nina memang tipe idaman Agam. Pandangan mata mereka sering kali bertemu.     

"Apa kalian berdua sudah berkenalan?" tanya Saga kepada mereka.     

"Iya, Pak. Baru bertemu kemarin kami. Dan, sudah berkenalan dengan Agam."     

"Baguslah kalau begitu." Saga merasa senang hari ini. Ia mendoakan kalau Agam nanti akan bersama dengan Nina.     

Setelah itu, Agam minta izin untuk ke luar dari ruangan kerja Saga. Pria itu akan kembali lagi ke belakang untuk membuatkan teh maupun kopi untuk para karyawan yang ada di sini.     

Dengan segala hormat, Agam pun melangkah ke luar dari sini. Tatapan mata Nina terus terfokuskan pada pria itu.     

Saga pun memanggil karyawatinya itu. "Nina?"     

"I–iya, Pak?"     

"Kau menyukai Agam, ya?" Pertanyaan Saga membuat Nina tak berkutik. Wanita itu bingung harus menjawab apa.     

"Ti–tidak, Pak. Tidak."     

"Kau yakin, Nin?" Saga tak percaya dengan ucapan Nina. Ia kembali lagi menggoda karyawatinya tersebut.     

Bibir Nina seakan terkunci. Ia tak bisa mengatakan hal apa pun sekarang. Hanya terdiam saja yang bisa dilakukan. Sedangkan, Saga tampak menunggu sebuah jawaban yang hendak ke luar.     

'Kenapa Pak Saga bertanya seperti itu, ya? Apakah gerak-gerikku terlalu frontal?'     

Nina bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ia sudah jatuh cinta pada Agam sekarang, hingga Saga dapat merasakan hal itu.     

Sampai sekarang, Saga tak mendapatkan jawaban apa pun. Wanita yang ada di depannya saat ini hanya diam membisu. Nina tak bersuara sama sekali.     

"Aku bisa melihat dari sorot matamu, yang lagi memandang Agam seolah telah jatuh cinta," ucap Saga dengan jujur.     

Bahkan, Nina masih tak menyangka kalau bosnya itu bisa menebak bahasa tubuhnya. Berat rasanya untuk mengakui bahwa Nina memang menyukai Agam. Apa yang ada di diri pria itu telah membuatnya jatuh cinta.     

Setelah menyerahkan semua berkas-berkas penting kepada Saga, maka Nina pun izin pamit untuk ke luar dari ruangan kerja ini. Ia membungkukkan sedikit badan ke arah Saga.     

"Ya sudah, kau boleh ke luar."     

Tatapan mata memang tak bisa dibohongi. Terlebih lagi saat Agam dan Nina saling bertatapan tadi. Mereka masih terlihat gengsi untuk mengungkapkan perasaan masing-masing     

"Dasar mereka! Aku doakan saja, agar mereka berdua bisa berjodoh dengan Agam."     

***     

Saat jam istirahat tiba, Nina inisiatif untuk mengajak Agam makan bersamanya kali ini. Mau tak mau, Agam harus ikut seperti hari itu.     

Ia berlari-lari kecil sambil menemukan sosok Agam. Matanya celingak-celinguk untuk menemukan pria itu.     

"Di mana Agam ya? Kok tak ketemu?"     

Lantas, Nina masih terus mencari keberadaan Agam. Jarum jam semakin berdenting. Ia takut, kalau tak sempat makan karena harus mencari pria itu.     

"Ah, itu dia di sana rupanya."     

Nina pun berlari ke arah Agam dan akan mengajaknya makan bersama. Sontak saja, pria itu tampak heran melihat kedatangannya.     

"Nina? Kenapa kau mencariku?" tanya Agam.     

"Gam, aku ingin mengajakmu makan bersama. Ikut yuk!"     

Nina tak sengaja malah meraih pergelangan tangan Agam. Sontak saja ia langsung melepaskan pegangannya dan minta maaf pada pria itu.     

Agam sama sekali tak mempermasalahkan hal itu. Namun, ia tak bisa ikut bersama dengan Nina untuk makan bersama.     

"Maafkan aku, Nin. Aku tak bisa ikut makan bersamamu," ucap Agam dengan sopan.     

"Kenapa, Gam?"     

"Aku akan makan sendiri saja. Tak mau merepotkan orang lain."     

"Aku tak merasa direpotkan kok."     

Nina sama sekali tak merasa direpotkan oleh Agam, malah ia yang menawarkannya tadi. Entah kenapa, pria itu selalu saja menolaknya.     

"Maafkan aku ya, Nina. Kau makan sendiri saja."     

Akhirnya, Agam pun berlalu dari hadapan Nina. Wanita itu hanya bisa pasrah seraya mengembuskan napas panjang. Ternyata untuk dekat dengan Agam saja, susahnya minta ampun. Pria itu kebanyakan menolak daripada menurut.     

"Yah, gagal deh!" Nina menatap kepergian Agam dari hadapannya dengan hati yang hampa.     

Ia tak bisa memaksakan kehendak kepada pria itu. Mungkin saat ini, ia masih belum bisa meraih hatinya Agam. Namun, suatu hari nanti, Nina pasti akan mendapatkannya.     

***     

Karena menolak ajakan Nina tadi untuk makan bersama, jadi membuat Agam kepikiran dengan wanita itu. Pikirannya terus tertuju pada Nina.     

"Aku kenapa, ya? Jadi merasa bersalah kayak gini. Harusnya, tak seperti ini, kan?"     

Agam merasa bahwa ada yang tak beres dalam dirinya. Tiba-tiba, ia merasa bersalah pada Nina tadi dan ingin menemui wanita itu sekarang juga dan meminta maaf. Ia pun bangkit dari duduk dan akan menemukan Nina.     

Ia celingak-celinguk untuk bisa menemukan Nina. Kemudian, akan meminta maaf karena sudah menolak tawaran baik darinya.     

"Harusnya tadi aku terima saja tawarannya agar Nina tak sedih. Aku takut, dia akan sedih dan marah padaku."     

***     

"Nin, maafkan aku, ya, karena menolak ajakanmu tadi."     

Akhirnya, Agam bisa menemukan keberadaan Nina. Wanita itu mengangguk dan sudah memaafkan kesalahannya.     

"Kesalahanmu ini memang tak berat, Gam. Jadi, kenapa kau harus minta maaf padaku?"     

"Karena aku sudah membuatmu sedih tadi, kan?"     

Saat Agam berucap seperti tadi, rasa dalam hati Nina seakan tergelitik. Ia merasa tersentuh dengan ucapan Agam.     

'Agam kenapa ya? Kok jadi seperti ini sekarang? Tadi dia menolak tawaranku.'     

"Iya, tapi ini tak seberapa. Jadi, kau tak perlu minta maaf padaku, Gam."     

"Ya sudah kalau begitu. Kau mau kan makan bersamaku sekarang juga? Aku tadi tak jadi makan dan langsung mencarimu." Agam berkata terus terang pada Nina.     

'Ya Tuhan, Agam sampai seperti itu.'     

"Ba–baiklah kalau begitu, Gam. Ayo!"     

Di dekat sini memang ada rumah makan. Nina dan Agam akan pergi menuju ke sana. Beberapa pasang mata tampak memperhatikan mereka berdua, tak terkecuali Saga.     

"Nah kan, apa kubilang tadi bahwa Agam dan Nina pasti punya hubungan spesial."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.