Arrogant Husband

Perasaan yang Mulai Tumbuh



Perasaan yang Mulai Tumbuh

0Akhirnya, Nina dan Agam sudah sampai di kantor. Pria itu tak lupa mengucapkan rasa terima kasih padanya sebelum ke luar dari mobil. Nina tersenyum manis ke arahnya dan mempersilakan Agam untuk pergi.     
0

Ia menatap Agam yang berlari kecil masuk ke kantor. Nina pun segera ke luar dari dalam mobil dan menuju meja kerjanya. Saat ini, ia sangat senang sekali karena bisa pergi bersama dengan Agam.     

Nina melenggang-lenggang dengan wajah yang ceria. Hatinya berbunga-bunga saat ini juga. Beberapa karyawan tengah menatap ke arahnya.     

"Nin, kau kenapa? Kok senyum-senyum sendiri?" ujar salah satu teman kantornya Nina.     

Nina baru saja duduk di kursi dan berucap, "tidak apa-apa. Hanya saja, aku hari ini merasa sangat bahagia." Nina memasang ekspresi wajah centilnya.     

"Cerita dong sama aku. Aku kan pengen tahu."     

"Tidak ada apa-apa. Sungguh!" Nina lantas menyuruh temannya itu untuk kembali bekerja. Rasa bahagia ini akan ia simpan dan tak akan diumbar-umbar dengan yang lain.     

'Agam, aku yakin bisa mendapatkan hatimu seutuhnya nanti.'     

***     

Sebentar lagi, Saga akan berangkat ke kantor. Ia sudah selesai sarapan bersama dengan ibu dan sang istri. Alisa pun mengantarkannya menuju ke halaman sambil membawa tas kerja miliknya.     

Saga tak lupa mencium punggung tangan sang ibu sebelum berangkat ke kantor. "Bu, Saga berangkat dulu, ya."     

"Iya, Nak. Hati-hati di jalan."     

Setelah itu, ia pun beralih kepada istri tercintanya. Tak lupa, ia daratkan bibirnya ke area kening Alisa. Kecupan hangat telah mendarat dengan mulus.     

"Sayang, aku berangkat dulu, ya. Kau dan ibu baik-baik di rumah, ya. Kalau ada perlu apa pun, tinggal bilang saja dengan Anton atau hubungi aku."     

"Siap, Sayang. Kau tak usah khawatir."     

Saga segera masuk ke dalam mobil. Ia melihat Alisa dan Bu Angel melambaikan tangan ke arahnya. Pria itu mulai melajukan mobil dan menjauh dari sini.     

Saat mobil yang dikemudikan oleh Saga sudah tak terlihat lagi, Bu Angel mengajak Alisa untuk masuk ke dalam. Sang menantu menurut dan mengajak Bu Angel masuk ke dalam kamarnya.     

Bu Angel sudah berada di dalam kamar Alisa sekarang. Sang menantu menyuruhnya untuk tetap di sini.     

"Bu, silakan rebahan saja di ranjang, ya, kalau merasa capek."     

"Iya, Nak. Terima kasih, ya."     

Si kecil masih tertidur di dalam keranjang. Alisa tak akan membuat sang anak terganggu dan terbangun di dalam sana.     

"Alisa, jaga selalu kandunganmu dengan sebaik mungkin ya," ujar Bu Angel.     

"Pasti, Bu. Aku akan menjaga kandungan ini dengan baik. Tak akan terulang lagi, kisah kelam yang membuatku keguguran waktu itu."     

Bu Angel mengacungkan dua jempol ke arah Alisa. Ia akan memperhatikan kondisi sang menantu dengan baik.     

Alisa sekarang diperhatikan sekali oleh Bu Angel, seperti anak kandung sendiri. Kasih sayang yang diberikan oleh ibu mertuanya membuat Alisa jadi kagum. Akhirnya, apa yang ia inginkan dulu bisa tercapai di masa sekarang.     

"Sa, kau jangan terlalu capek ya, Nak. Apa pun yang akan kau lakukan, tinggal perintahkan saja pelayan."     

"Iya, Bu. Jangan khawatir."     

Bu Angel merasa takut kalau dirinya akan kehilangan cucu untuk kedua kalinya. Maka dari itu, Bu Angel sangat ketat dan memberi perhatian penuh pada Alisa. Sang menantu tak boleh merasa kelelahan sedikit pun.     

"Baiklah, Nak. Ibu percaya denganmu."     

"Hmm, nanti kita berkunjung ke makam ayah, ya, Bu. Sudah lama kita tak ke sana," ucap Alisa.     

"Iya, Nak. Memang itu yang ibu mau."     

Andai saja Pak Surya masih hidup sampai sekarang, mungkin Bu Angel tak merasa kesepian saat ini. Hanya bersama dengan sang suami, ia jauh merasa lebih tenang.     

'Yah, Ibu kangen sama ayah. Nanti ibu akan mampir ke makamnya ayah bersama dengan yang lainnya juga.'     

***     

Agam membuatkan secangkir kopi panas untuk Saga. Saat ini dirinya berada di ruang kerja sang bos besar. Mata Saga penuh selidik terhadapnya. Merasa ditatap seperti itu olehnya, membuat Agam jadi salah tingkah dan hendak bertanya.     

"Ga, ada apa? Kenapa menatapku sampai seperti itu?"     

"Aku melihat ada rona-rona penuh cinta di matamu, Gam," balas Saga yang membuat Agam tampak melongo seketika.     

"Apa? Rona penuh cinta di mataku?"     

"Iya. Kau saat ini sedang jatuh cinta. Iya kan?"     

Entah kenapa, tebakan Saga memang benar adanya. Mungkinkah ia merasa jatuh cinta pada Nina sekarang?     

Tak membalas dan hanya diam saja sudah menjadi ciri khas Agam kalau sedang gugup dan salah tingkah. Saga tahu akan hal itu. Maka dari itu, ia selalu menggoda sahabatnya yang satu ini.     

"Benarkan? Apa yang kubilang tadi? Kau sedang jatuh cinta terhadap seseorang."     

"Kenapa begitu, Ga?"     

"Aku bisa melihat dengan jelas, di matamu ada rona penuh cinta."     

Agam hanya diam dan tak membalas ucapan Saga. Jantungnya pun tiba-tiba jadi berdetak cepat, entah apa penyebabnya.     

"Gam, apakah kau telah jatuh cinta pada Nina?" tanya Saga yang penasaran dengan hubungan keduanya.     

Agam sontak melebarkan matanya ketika ditanya seperti itu oleh Saga. "Kau ini bercanda, ya? Kami hanya sebatas teman saja."     

Saga sepertinya tak percaya dengan ucapan Agam. Ia mencoba untuk terus menginterogasinya. Gelengan kepala menandakan bahwa Saga ingin pria itu berkata jujur dan tak bohong.     

"Aku tak percaya denganmu, Gam! Ayo, jujur saja dengan bosmu ini."     

Agam ingin lari saja saat ini juga. Ia bingung harus menjawab apa. Saat disinggung tentang Nina, jantungnya makin berdebar tak karuan. Tak bisa berkata jujur sekarang pada Saga soal perasaannya. Mungkin saja, memang benar bahwa dirinya jatuh cinta dengan wanita itu.     

Keduanya masih mengobrol di ruang kerja. Saga tak memperbolehkan Agam untuk ke luar dari sini sebelum berkata jujur. Mau tak mau, Agam harus berdiam diri di sini lebih lama lagi.     

"Kau tak akan bisa ke luar dari sini sebelum berkata jujur. Kalau kau jujur, bahwa mulai memiliki rasa pada Nina, aku bisa membantumu, Gam."     

"Saga, aku tak memiliki perasaan apa pun pada Nina. Sungguh!"     

Namun, Saga tetap saja tak percaya. Pria itu terus mendesaknya untuk berkata terus terang. Saga siap membantu kalau Agam punya perasaan yang lebih, karena Nina merupakan karyawati terbaiknya di sini.     

"Hm, baiklah kalau begitu. Kau bisa ke luar dari ruanganku sekarang juga dan lanjut bekerja lagi," ucap Saga yang akhirnya pasrah.     

"Baiklah, Ga. Terima kasih." Agam bangkit dari kursi dan bergegas ke luar dari ruang kerja ini sebelum ditanya-tanya lagi.     

Saga hanya menggeleng kepala. Masih gagal untuk mengorek informasi tentang hubungan Agam dan Nina. Namun, Saga tak akan menyerah untuk membantu sahabatnya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.