Arrogant Husband

Sebuah Pendekatan



Sebuah Pendekatan

0Di bawah langit sore, Joseph dan Melati masih bersama menikmati pemandangan. Keduanya masih belum kembali ke hotel. Pria itu begitu menjaganya saat berada di Italia. Mereka tak berada dalam satu kamar, melainkan bersebelahan kamar.     
0

Joseph tak macam-macam dengannya. Hanya mencium kening, pipi, dan juga punggung tangan. Itu pun cukup membuat Melati berdebar-debar. Pria itu begitu sopan dan tak akan menodainya sedikit pun.     

Maka dari itu, Melati sangat beruntung bisa mengenal sosok Joseph. Pria yang dipercayakan oleh Alisa dan Saga untuk menjaganya di sini. Dari penuturan Bu Angel pun, Joseph merupakan pria yang setia dan tak suka berselingkuh. Terbukti saat memperjuangkan cintanya untuk Reva dulu.     

Melati percaya bahwa Joseph bisa menjadi kepala keluarga yang baik untuknya kelak. Tak ada rasa keraguan sedikit pun dengan sang kekasih. Dari awal pertemuan pun, Melati sudah jatuh hati padanya.     

"Sayang, kau ingin pulang kah?" Joseph bertanya pada Melati karena mereka berdua sudah cukup lama berada di luar.     

"Hm, sebentar lagi, ya. Aku masih sangat menikmati suasana di sini, Sayang."     

"Baiklah kalau begitu. Apa pun yang kau inginkan, aku akan melaksanakannya."     

Joseph menurut saja dengan perkataan Melati, yang bagaikan seorang putri raja itu. Tak akan ia buat kecewa hati wanita yang begitu dicintainya. Joseph akan memberi waktu lagi untuk sang kekasih bisa menikmati pemandangan ini lebih lama.     

***     

Agam berdiri di pintu depan sambil menikmati semilir angin malam. Sesekali menatap bintang di langit. Hari ini tadi, ia begitu dekat dengan Nina. Sempat menolak ajakan untuk makan bersama, tapi ia juga merasa bersalah karena sempat menolak. Lantas, pada akhirnya, Agam pun mau.     

"Apa iya, aku jatuh cinta dengan Nina sekarang?" tanyanya pada diri sendiri.     

Ia masih berdiri di depan pintu dan enggan masuk. Tiba-tiba, malah memikirkan Nina yang ada di sana.     

"Kalau pun benar aku telah jatuh cinta dengan Nina, kenapa harus secepat ini, ya?"     

Agam memijit kepalanya yang tak sakit. Namun, ia masih memikirkan tentang perasaannya sendiri. Apakah harus secepat ini dirinya melupakan Reva dan mengganti Nina di dalam hatinya?     

***     

Nina sedang berguling-guling di atas tempat tidur. Ia masih belum bisa tertidur saat ini juga. Masih memikirkan tentang Agam dan terbayang-bayang bagaimana cara pria itu bertutur kata dengan sopan. Memang tak salah pilih kalau Nina merasa jatuh hati pada pria itu.     

Awalnya memang malu-malu, tapi semakin ke sini, Agam semakin terbuka padanya. Pria itu perlahan bicara juga dengannya. Agam pun memberi perhatian kecil saat makan bersama tadi. Hal yang kecil saja sudah membuat Nina merasa senang, apalagi saat hal yang besar terjadi di antara mereka berdua.     

Ia tak pernah merasakan seperti ini sebelumnya. Hanya dengan Agam saja, ia merasa tertarik dengan kepribadian pria itu. Agam yang terlihat sangat sederhana dan juga pekerja keras telah membuat hatinya tertambat.     

"Ya, aku memang suka pada Agam."     

Wanita berparas cantik itu masih saja memikirkan Agam. Mengagumi sosok pria itu tampak sempurna di matanya. Mungkin, Agam memang pria yang tak punya banyak harta, tapi memiliki hati yang kaya. Maka dari itu, Nina mengagumi sosoknya.     

"Apakah aku dan Agam nanti bisa menjadi sepasang kekasih, ya?"     

Jari telunjuknya ia ketuk-ketukkan ke arah bibir. Mencoba menerka, apakah dirinya dan Agam nanti akan bisa bersatu dalam ikatan cinta. Namun, kalau memang tak berjodoh pun tak apa. Apa pun yang terjadi nanti, pasti semua sudah direncakan oleh Tuhan.     

"Semoga kita bisa berjodoh, Gam. Aku sangat senang bila kau yang menjadi kekasihku."     

Ia sungguh merasa terpikat setengah mati oleh Agam. Pria itu bahkan telah memberi sedikit harapan padanya. Nina tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk selalu berusaha mendekatinya.     

***     

Nina sengaja menuju ke rumah Agam hanya untuk bisa berangkat bersama ke kantor. Ia bangun lebih awal dari biasanya. Semua ini ia lakukan untuk pria itu, mencoba meraih perhatian lebih besar lagi.     

Saat ini, mobilnya sengaja ia parkirkan tepat di depan rumah Agam. Nina pun ke luar dari mobil dan akan mengetuk pintu rumah itu.     

"Huftt!" Nina mengembuskan napas panjang agar merasa rileks.     

Alhasil, Nina mengetuk pintu rumah Agam dan menunggu pria itu membukakan pintu untuknya. Tak berlangsung lama, akhirnya sosok Agam pun ke luar.     

"Nina?" panggil Agam dan terkejut melihat kedatangan wanita itu ke rumahnya. "Ada apa? Mari masuk ke dalam." Agam mempersilakan Nina untuk masuk ke rumahnya.     

Wanita itu masuk ke dalam rumah Agam karena dipersilakan. Ia senang bukan main, karena pria itu sekarang ramah padanya. Agam mempersilakannya untuk segera duduk.     

"Ada apa, Nin?" tanya Agam.     

"Kedatanganku ke sini hanya ingin mengajakmu untuk berangkat bersama. Kau mau, kan?" Nina menunggu jawaban dari Agam. Ia berharap, kalau pria itu setuju dengannya.     

"Apa tak merepotkan dirimu?" Agam takut, kalau hanya akan merepotkan Nina saja.     

"Tentu saja tidak. Kan aku yang menawarkan tumpangan padamu." Nina tersenyum manis ke arah Agam.     

"Baiklah kalau begitu. Tunggu aku sebentar, ya. Aku akan ke kamar dulu."     

Nina mengangguk dan akan menunggu Agam. Pria itu akhirnya setuju dan mau untuk berangkat bersama dengannya. Nina sangat senang karena dekat lagi dengan Agam.     

Setelah Agam berlalu dari hadapannya, Nina bersorak senang. "Yes, akhirnya Agam mau juga. Kesempatanku makin terbuka lebar sekarang."     

Beberapa saat kemudian, muncullah Agam dengan pakaian office boy. Pria itu tampak rapi karena baju yang sudah disetrika.     

"Bisa kita berangkat sekarang, Nin?"     

"Ya, bisa, bisa." Nina berdiri dan berjalan bersisian dengan Agam.     

Tak lupa, Agam mengunci pintu terlebih dahulu sebelum berangkat kerja. Nina sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. Agam pun menyusul wanita itu dan duduk di sebelahnya sekarang.     

Setelah melihat Agam sudah duduk di sampingnya, Nina bergegas menyalakan mesin mobil. Ia tancap gas agar segera sampai di kantor.     

Saat di tengah perjalanan pun, Nina ingin mengajak Agam untuk mengobrol. "Gam, apakah kau sudah sarapan tadi?" tanyanya kemudian.     

"Sudah tadi. Kalau kau, bagaimana?" tanya Agam balik.     

"Sudah juga kok."     

Setelah itu, Nina pun jadi terdiam. Ia mencoba memikirkan bahan obrolan yang akan diucapkan nanti. Agam merupakan pria yang jarang membuka obrolan pertama kali.     

"Oh, ya, nanti makan siang, kita sama-sama lagi, ya." Nina menoleh ke samping sekilas. Semoga saja, Agam mau makan bersamanya nanti.     

"Baiklah kalau begitu. Terserah kau saja."     

Perlahan-lahan, Nina mulai bisa meraih perhatian dari Agam. Ia pun tak akan pernah menyerah untuk mendapatkan hati pria itu seutuhnya.     

'Akhirnya, aku bisa dekat juga denganmu, Gam.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.