Arrogant Husband

Rasa yang Sama



Rasa yang Sama

0"Huftt! Untung saja."     
0

Agam telah berhasil menjauh dari Saga yang terus berusaha menanyai tentang hubungannya dan Nina. Jelas saja, Agam tak menjawab apa pun karena memang tak mempunyai hubungan spesial dengan wanita itu. Namun, ia sudah sedikit mempunyai sebuah rasa yang cukup menggelitik di dalam hati.     

Saat ditanya soal Nina tadi, jantung Agam jadi berdebar-debar tak karuan. Berkali-kali memilih diam daripada salah bicara di hadapan Saga. Lantas akhirnya, ia pun berhasil ke luar dari ruang kerja pria itu.     

Agam kembali lagi bekerja, membersihkan meja dan lantai di kantor ini. Tak lupa juga, ia membuatkan minuman untuk para karyawan di sini.     

Pria itu memang sosok yang rajin bekerja. Agam tak pernah mengeluh akan pekerjaannya. Tak peduli, berat atau pun ringan, terpenting baginya adalah mencari uang. Agam juga berjanji pada Saga untuk tak mengecewakannya di sini.     

"Agam," panggil Nina.     

Nina memanggil Agam yang sedang membersihkan lantai kantor. Ia menundukkan kepala, sebagai tanda hormat padanya.     

"Iya, Nin? Ada apa?"     

"Bisa minta dibuatkan kopi hitam? Aku ingin minum kopi soalnya."     

"Oh, tentu bisa. Sebentar ya. Akan kubuatkan dulu."     

"Iya, Gam." Nina mengangguk dan melihat Agam yang berlalu dari hadapannya. "Nanti bawakan ke meja kerjaku."     

Pria itu melangkah ke dapur dan membuatkan minuman untuknya. Nina pun kembali lagi ke meja kerja untuk melanjutkan tugas kantor.     

Ini adalah pertama kalinya Agam membuatkan kopi untuknya. Akan seperti apa rasanya nanti, Nina jadi penasaran sendiri. Wanita yang tak terlalu menyukai kopi itu, ingin merasai kopi buatan Agam.     

Tak perlu menunggu lama, akhirnya Agam sudah datang ke meja kerja Nina sambil membawakan secangkir kopi hitam. Nina menatapnya sekilas dan tak lupa mengucapkan terima kasih.     

"Makasih, ya," ujar Nina.     

"Iya, sama-sama."     

Saat Agam hendak berlalu pergi, Nina memanggil namanya. Pria itu menoleh ke belakang dan bertatapan dengan manik matanya.     

"Ada apa, Nin?" tanya Agam.     

"Nanti aku antar kau pulang lagi, ya. Mau kan?"     

"Tak usah. Aku hanya merepotkanmu saja." Agam menggeleng pelan. Berusaha untuk menolak secara halus.     

"Tidak apa-apa. Aku tak merasa direpotkan sama sekali denganmu," balas Nina lagi.     

Nina tak akan membiarkan Agam pulang sendiri. Pokoknya, ia akan pulang bersama dengan Agam. Di satu sisi, ini adalah kesempatan untuk bisa dekat dengan pria itu.     

"Benarkah aku tak merepotkanmu?" Agam bertanya pada Nina untuk memastikan hal ini.     

Nina melebarkan senyum dan tertawa pada Agam. "Benar, Gam. Kau tak merepotkanku sama sekali."     

Akhirnya, Agam setuju untuk pulang bersama dengan Nina lagi hari ini. Wanita itu bersorak riang dalam hati. Nina bisa mengajak Agam lagi untuk pulang bersamanya.     

'Yes, akhirnya Agam mau pulang bersamaku lagi hari ini.'     

Setelah berbincang-bincang sebentar dengan Nina, akhirnya Agam pun berlalu dari hadapan wanita itu. Agam menundukkan kepala seraya tersenyum kecil. Ia ingin kembali bekerja lagi.     

Tatapan Nina selalu terfokus pada Agam yang melangkah menjauh. Pria itu mampu membuat jantungnya berdebar tak karuan. Hanya dengan Agam, ia bisa merasakan sensasi seperti ini.     

"Baiklah, kita kembali lagi fokus kerja," ujarnya pada diri sendiri.     

***     

Saga lagi-lagi melihat karyawatinya sedang bersama dengan Agam. Keduanya tengah mengobrol bersama dan berjalan berdua menuju ke parkiran. Ternyata, Nina akan mengantar Agam pulang.     

"Tuh kan, mereka jalan berdua lagi. Aku merasa bahwa mereka punya hubungan khusus," ujarnya sambil manggut-manggut.     

Namun, Saga tak ingin mengganggu keduanya dan membiarkan mereka masuk ke dalam mobil. Tampak jelas dari mimik wajah Agam yang terlihat senang bukan main diantar oleh Nina. Saga mengintip mereka berdua dari pintu masuk.     

Lantas, Nina segera melajukan mobilnya untuk segera pergi dari sini. Saga pun tak ingin berlama-lama berada di kantor karena dirinya merasa rindu dengan keluarga kecilnya di rumah.     

***     

Saat berada berdua di dalam mobil, Agam tampak diam saja dan tak ingin bicara. Nina sesekali menoleh ke arah pria itu. Ia ingin sekali mengajak Agam bicara, tapi entah kenapa dirinya jadi malu sendiri.     

'Aku takut, kalau Agam akan menilaiku sebagai wanita yang banyak bicara.'     

Nina memutuskan untuk tetap fokus menatap ke arah jalan. Ia akan mengantar Agam pulang dengan selamat.     

"Nina?" panggil Agam tiba-tiba, hingga membuat wanita itu menoleh ke arahnya.     

Akhirnya, Agam bersuara juga. Nina tak menyangka dengan hal ini. Ia pun segera menyahut ucapan pria itu.     

"Iya, Gam? Ada apa?"     

"Kenapa kau mau mengantarkanku pulang terus, Nin?"     

"Ahh, itu–"     

Agam bertanya dengan tiba-tiba padanya. Dan, pertanyaannya itu membuat jantung Nina berdebar tak karuan. Ia bingung harus menjawab apa.     

'Tak mungkin kan, kalau aku bicara jujur padanya? Karena ingin dekat dengan Agam? Ah, kenapa dia jadi bertanya seperti itu, sih!'     

Mimik wajah Nina berubah drastis dan terlihat sedikit pucat sekarang. Ia berusaha untuk mengalihkan pembicaraan agar Agam tak memikirkan pertanyaannya sendiri.     

"Gam, kapan-kapan kita jalan berdua yuk! Makan bareng ke restoran."     

Agam mengembuskan napas panjang. Sepertinya pria itu agak sedikit kecewa karena tak mendapatkan jawaban yang memuaskan.     

"Kenapa kau tak menjawab pertanyaanku tadi?" Agam ingin mendengar jawaban yang ke luar dari mulut Nina.     

"Anu, Gam ...."     

"Anu apa? Jujur saja."     

'Haruskah aku berkata terus terang pada Agam sekarang juga?'     

Agam terus saja mendesaknya untuk bicara jujur. Akhirnya, Nina pun berkata terus terang padanya.     

"Gam, aku ingin dekat denganmu. Aku berusaha untuk bisa merebut hatimu. Apa aku salah?" tanya Nina sembari menolehkan wajahnya ke samping.     

Agam tercekat. Ia terdiam dan tak bicara. Berusaha untuk menetralkan debaran jantungnya yang semakin menggila. Mendengar ucapan Nina tadi, membuatnya tak menyangka sama sekali.     

"Apa aku salah, Gam? Apa kau melarangku untuk dekat denganmu?" tanya Nina lagi.     

Agam pun menggeleng pelan. "Kau tak salah apa-apa, Nin."     

"Lantas?"     

"Ya, kau tak salah apa pun. Terima kasih karena kau mau dekat dengan pria miskin sepertiku ini." Agam mengulum senyum dan menundukkan kepala.     

"Hei, Gam! Kau bicara apa sih? Bagiku, miskin atau kaya, tak ada masalah. Terpenting adalah kenyamanan bagiku. Dan, aku nyaman bersamamu, Gam." Nina tersenyum manis ke arah Agam. Akhirnya, ia berkata jujur juga dengan pria itu.     

"Apa kau punya perasaan yang lebih padaku, Nin?" tanya Agam pada Nina.     

Sontak saja, Nina mengangguk pelan. Ia jujur bahwa mempunyai perasaan yang lebih pada Agam.     

"Ya, Gam. Aku mulai menyukaimu. Aku suka dengan kepribadian dan kesederhanaanmu ini," ujar Nina.     

Mendengar itu membuat Agam merasa salah tingkah. Jantungnya semakin berdetak tak karuan. Akhirnya, Nina mempunyai rasa yang sama dengannya juga.     

"Nin, aku pun mulai ada sedikit rasa padamu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.