Arrogant Husband

Hari Pertama Jadian



Hari Pertama Jadian

0"Ada apa ya Pak memanggil saya ke sini?"     
0

Nina cukup terkejut karena ada Agam juga di ruangan kerja bosnya. Ia menatap bergantian ke arah Agam dan Saga. Masih bingung, apa yang telah terjadi di antara mereka.     

"Hm, Agam ingin bicara denganmu di sini," ujar Saga.     

Saga pun beranjak dari kursi kerjanya dan akan ke luar dari ruangannya sendiri. Nina makin dibuat penasaran sekarang. Ia tak bisa banyak bertanya karena Saga sudah ke luar dengan cepat dari sini.     

Lantas, di dalam ruangan ini hanya ada Agam dan Nina saja. Wanita itu duduk bersebelahan dengan Agam dan akan meminta penjelasan tentang hal ini.     

"Gam, ada apa ini? Kenapa Pak Saga ke luar dari ruangannya sendiri?" tanya Nina.     

"Anu ... hm ...." Agam menggaruk-garuk kepalanya sendiri.     

Saat ini ia merasa gugup bukan main. Berdekatan dengan Nina membuat jantungnya berdetak tak karuan. Bibirnya terasa kelu dan bingung ingin mengatakan awalnya bagaimana.     

"Loh, kau ini kenapa sih? Bicara saja, apa yang terjadi padaku." Nina mendesak Agam agar bicara yang sejujurnya. Sedari tadi ia sungguh penasaran.     

Tiba-tiba, Agam memegang kedua tangan Nina penuh kelembutan. Membuat wanita itu terkejut dan melebarkan kedua matanya. Jantungnya semakin berdetak dengan cepat.     

Agam pun lekas mengucapkan pernyataan cinta pada Nina. Ia mengutarakan perasaannya yang sudah semakin bertumbuh pada wanita itu.     

"Nin, aku mencintaimu. Aku memiliki rasa yang lebih padamu. Mau kah kau menjadi kekasihku sekarang?" ujar Agam tanpa bertele-tele. Kini, perasaannya sudah tersampaikan pada Nina.     

Nina membuka mulutnya dengan lebar. Tak menyangka bahwa Agam telah menyatakan perasaannya saat ini. Setengah sadar dan masih diam saja. Agam pun menunggu jawaban yang akan ke luar dari mulutnya.     

"Bagaimana, Nin? Apakah kau mau menjadi kekasihku?" tanya Agam yang ingin mengetahui jawaban apa kah yang akan diucapkan Nina.     

"I–iya, Gam. Aku mau kok menjadi kekasihmu."     

Akhirnya, perasaan Agam telah terbalaskan dan mereka sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Agam senang bukan main sekarang. Ia dan Nina sama-sama berdiri untuk merayakan rasa bahagia ini.     

Agam tak malu mengangkat tubuh Nina dan berputar-putar bersama sang pujaan hati. Nina merasa senang sekali hari ini.     

"Terima kasih ya, Gam. Kau akhirnya menyatakan perasaanmu juga padaku."     

"Jadi, kau juga menungguku untuk menyatakan perasaan?" tanya Agam kepada Nina.     

Wanita itu tampak malu-malu saat ditanya oleh Agam. "Iya, aku memang menunggumu untuk menyatakan perasaan padaku."     

Kabar bahagia ini akan ia sampaikan nanti kepada Saga yang menunggu di luar. Agam tak menyangka sama sekali akan keajaiban hari ini.     

"Ayo, kita panggil Saga. Dia pasti turut senang melihat kita sudah resmi berpacaran."     

"Ayo."     

Keduanya saling bergenggaman tangan menuju ke luar. Bahkan mereka tak merasa malu saat beberapa pasang mata melihat kebersamaan mereka. Beberapa di antara karyawan ini pun bertanya, apakah mereka telah berpacaran.     

Saga lantas mendekat ke arah mereka berdua dan mengucapkan selamat. "Aku tahu, pasti kalian berdua sudah resmi menjadi sepasang kekasih, kan?"     

"Iya, Ga. Semuanya berkat bantuanmu."     

Agam sangat berterima kasih pada Saga. Pria itu telah membantunya berkali-kali. Nina pun mengucapkan terima kasih pada bosnya itu.     

"Pak Saga, terima kasih ya. Karena Bapak sudah mau membantu di dalam hubungan kami."     

"Iya, sama-sama. Asalkan kalian berdua bahagia."     

Dua sejoli yang sudah berganti status menjadi sepasang kekasih itu tampak berpisah lantaran urusan kerja masing-masing. Agam akan berada di dapur dan beres-beres kantor, sedangkan Nina akan membuat laporan proposal.     

"Ya sudah kalau begitu. Kalian bekerja kembali pada tugas masing-masing."     

"Iya, Ga."     

"Baik, Pak."     

***     

"Senang rasanya bisa menjadi kekasihmu saat ini, Ga. Semua saja cinta kita akan abadi selamanya, ya," ucap Nina.     

"Iya, Sayang. Aku sudah merasa cocok denganmu dan tak akan ke lain hati."     

Saat ini, Nina akan mengantar Agam pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, mereka berdua saling bergenggaman tangan dan juga berbincang-bincang. Nina sangat bahagia berada di sisi Agam sekarang.     

Agam punya niat baik untuk menikahi Nina nanti. Ia harus punya uang yang banyak dulu untuk kehidupan rumah tangganya kelak bersama dengan Nina. Tak akan ia biarkan sang kekasih hidup susah saat menikah nanti.     

"Aku ingin menjadi seperti Saga, Sayang. Dia sosok pria yang pekerja keras dan tak menyerah dengan apa pun. Apa saja yang ia inginkan, pasti akan didapatkan olehnya."     

"Bagus kalau begitu. Aku selalu mendukungmu, Sayang."     

Roman penuh kemesraan dari dua sejoli yang baru beberapa jam mengikat janji itu, tampak menguar. Agam tak sungkan memberikan perhatian kepada Nina. Wanita itu jelas saja merasa senang karena mendapatkan bentuk perhatian dari sang kekasih.     

Agam menyuruhnya untuk mampir ke rumah sebentar, lalu mengobrol sejenak. Nina pun setuju dengan hal itu. Ia akan ke rumah Agam dulu.     

Akhirnya, Nina sudah sampai di depan rumah Agam. Mereka berdua segera turun dari mobil. Agam tampak merogoh saku celananya untuk mengambil kunci rumah. Ia segera membukanya dan mempersilakan wanita pujaan hatinya untuk masuk ke dalam.     

"Silakan masuk, Sayang," ucap Agam.     

"Terima kasih."     

Pria itu mempersilakannya untuk duduk, sementara Agam akan membuatkan segelas minuman untuknya. Nina merasa seperti diperlakukan sebagai tuan putri. Walaupun rumah Agam terlihat sederhana, tapi tampak bersih dan perabotan rumah tertata dengan rapi. Membuat yang berada di rumah ini menjadi nyaman. Mata Nina celingak-celinguk untuk menatap ke sekitar rumah Agam.     

Tak lama kemudian, muncullah Agam ke ruang tamu sambil membawa dua buah gelas minuman berisi jus jeruk. Pria itu mempersilakannya untuk meneguk isinya.     

"Diminum sayang jusnya," suruh Agam pada Nina.     

"Iya, Sayang. Terima kasih, ya." Nina segera meminum sedikit jus jeruk itu dan meletakkan kembali gelas itu ke atas meja.     

"Iya, sama-sama."     

Keduanya tampak mengobrol lagi. Tak henti-hentinya dan selalu saja ada bahan obrolan untuk diperbincangkan. Membuat Nina lupa waktu dan betah berada di rumah ini.     

Agam yang merupakan sosok pria yang ramah, makin menambah suasana jadi semakin adem. Nina bahkan lebih unggul kalau soal bertanya.     

"Gam, kau mau kan makan malam besok sama aku?"     

"Tentu saja aku mau. Aku kan kekasihmu sekarang."     

"Aku tak menyangka sama sekali, hari ini kau menyatakan perasaan cinta padaku."     

"Ya. Lebih cepat lebih baik, kan? Apalagi saat Saga berucap kalau aku lambat mengutarakan perasaanku padamu, kau akan diambil pria lain. Jelas saja aku tak akan terima itu!" Wajah Agam tampak kusut sekarang karena mengingat ucapan Saga tadi.     

"Ya ampun. Kau dan Pak Saga ada-ada saja. Aku tak akan ke lain hati, Gam. Aku akan bersama denganmu terus."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.