Arrogant Husband

Awal yang Bagus



Awal yang Bagus

0"Benarkah itu, Gam?"     
0

Mata Nina mengerjap-ngerjap, seolah tak percaya dengan ucapan Agam. Ternyata pria itu juga punya rasa yang sama dengannya.     

"Iya, kau berhasil membuatku merasa jatuh cinta lagi."     

Setelah merasa terpuruk dalam beberapa saat, akhirnya Agam sudah berhasil bangkit dari rasa itu. Kehilangan Reva memang tak mudah untuknya, tapi menemukan Nina jauh lebih membuatnya merasa tenteram. Benar apa yang dikatakan oleh Joseph bahwa obat dari patah hati adalah jatuh cinta lagi.     

Nina tersenyum kegirangan karena rasa cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Pria itu menyambut perasaannya dengan penuh sukacita. Kini, Nina ingin sekali menjalin hubungan yang lebih bersama Agam.     

"Waktu itu, aku pernah sangat terpuruk karena telah kehilangan kekasihku. Dia sudah berada jauh di surga."     

Suasana di dalam mobil pun seketika jadi larut dalam keheningan. Nina merasa iba dengan Agam karena kekasihnya telah tiada.     

"Aku turut berdukacita, Gam. Maafkan aku."     

"Kau tak salah apa pun, Nin. Tak usah minta maaf padaku."     

Waktu bergulir begitu cepat dan tak terasa Nina sudah sampai di halaman rumah Agam. Wanita itu turun dari mobil dan dipersilakan masuk ke dalam rumahnya. Nina akhirnya menginjakkan kaki di rumah Agam.     

"Nina, kau duduk dulu ya di sini. Apa kau ingin minum?" tanya Agam.     

"Ah, tak usah, Gam. Jangan repot-repot."     

"Baiklah kalau begitu. Bisakah kau menunggu di sini saja? Karena aku ingin mandi sebentar."     

"Iya, Gam. Silakan saja."     

Nina akan menunggu Agam di ruang tamu. Pria itu ingin mandi sebentar. Nina pun menyibukkan diri sendiri dengan bermain ponsel.     

Alangkah senang hari ini karena Agam juga punya perasaan yang sama dengannya. Cintanya tak bertepuk sebelah tangan.     

***     

"Ton, apa kau tahu? Agam sekarang lagi dekat dengan seorang wanita."     

Saga membeberkan masalah ini pada Anton. Mereka berdua senang karena Agam sudah bisa membuka hati kepada wanita lain.     

"Benarkah? Siapa wanita itu, Ga?"     

"Dia adalah karyawatiku di kantor. Mereka berdua tiba-tiba saling dekat. Mungkin keduanya telah terjadi cinlok."     

"Baguslah kalau begitu. Jadi, sekarang Agam tak sedih lagi, kan?"     

Saga menggeleng pelan. Sekarang Agam sudah menjadi dirinya yang dulu. Tak lagi bersedih hati. Malah saat bekerja di kantornya, Agam selalu memamerkan senyum manisnya.     

"Tidak lagi. Kini, dia bahagia karena sudah menemukan Nina."     

"Oh, jadi namanya Nina?"     

Saga mengangguk lagi ke arah Anton. Kedua pria itu tengah berbincang-bincang di taman belakang. Kehidupan mereka sekarang sudah menjadi aman dan tenteram. Tak ada lagi permusuhan yang terjadi.     

"Kau kapan Ton?"     

"Kapan apanya?" Anton menaikkan sebelah alisnya, bingung mendapat pertanyaan dari Saga.     

"Punya pendamping. Apa kau akan seperti ini terus, tentu tidak kan?"     

Bukannya menjawab pertanyaan dari Saga, Anton justru malah tertawa lebar. Pria itu menyaksikan wajah Saga yang tiba-tiba jadi kecut.     

Anton sekarang masih merasa nyaman dengan kesendiriannya. Masih belum mau menemukan sosok pendamping hidup.     

"Jalani saja apa yang ada, Ga. Aku pun tak mau terburu-buru. Masih nyaman sendiri."     

"Aku yakin, kau juga merasa kesepian," balas Saga dengan lantang.     

Di balik kesendirian Anton saat ini, ia juga terkadang merasakan kesepian. Tak ada wanita yang berada di sampingnya. Namun, itu semua tak menjadikan beban untuknya.     

"Nanti akan tiba saatnya jodohku datang dengan sendirinya, Ga."     

"Apa kau tak berniat untuk mencarinya?" Saga bertanya lagi pada Anton. Pria itu ternyata sangat santai dalam urusan percintaan.     

"Untuk apa aku susah-susah mencari? Aku yakin, kalau tiba jodohnya pasti akan bertemu. Bertemu di mana saja nanti, maka tak akan aku sia-siakan wanita itu."     

Saga salut dengan Anton. Ia menepuk bahu Anton dengan sedikit keras.     

"Ya, aku akan mendoakan yang terbaik untukmu. Oh, ya, aku masuk ke dalam kamar dulu ya. Kasihan Alisa pasti merasa kesepian."     

Anton memutuskan untuk tetap berada di taman belakang ini. Saga sudah masuk ke dalam untuk menemui Alisa di kamar. Sejenak ia terdiam beberapa saat.     

"Memang benar apa yang dikatakan oleh Saga tadi. Aku merasa kesepian sekarang karena tak ada seorang wanita. Tapi, aku tak mau mencari sosok wanita itu sekarang."     

Terpenting sekarang, Anton akan selalu mengabdi pada keluarga Saga. Karena keluarga Saga adalah keluarganya sendiri. Orang-orang yang ada di rumah ini sangat baik padanya.     

***     

Kini, Agam dan Nina sedang makan malam bersama di sebuah restoran mewah. Wanita itu terus saja mendesak agar dirinya mau diajak ke sini. Mau tak mau, Agam pun akhirnya setuju. Bahkan beberapa kali penolakan tak membuat Nina menyerah.     

"Kau ini memang wanita yang keras kepala, ya."     

"Iya, begitulah Gam. Tapi, tak apa-apa. Karena aku ingin mengajakmu makan malam bersama," ucap Nina yang antusias.     

"Dasar kau ini!"     

"Ya sudah, Gam. Jangan marah-marah seperti itu. Lebih baik kita pesan makanan saja sekarang, ya."     

Nina melambaikan tangan ke arah pelayan. Pelayan pun datang ke meja mereka sambil menyodorkan daftar menu. Keduanya terlihat sedang memilih-milih makanan yang akan disantap.     

Nina dan Agam menyerahkan kembali daftar menu itu setelah memilih makanan. Pelayan itu izin berlalu dari hadapan mereka. Keduanya kini sedang menunggu makanan tersaji di atas meja.     

"Nina, aku janji, nanti pas gajihan akan aku bayar semua hutangku ini," ucap Agam.     

Nina tak mengerti dengan maksud ucapan Agam. "Hutang? Hutang apa yang kau maksud ini, Gam?"     

"Makanan ini. Kau yang membayarnya kan nanti? Nah, anggap saja ini adalah hutangku. Aku tak mau terus merepotkanmu lama-lama."     

Wanita itu perlahan meraih pergelangan tangan Agam, hingga membuatnya sedikit terkejut. Agam membiarkan saja tangannya dipegang oleh Nina.     

"Kau ini lucu, ya? Menurutmu ini adalah hutang? Aku yang meneraktirmu makan, Gam. Sama sekali bukan hutang dan kau tak merepotkanku sama sekali."     

Nina merasa gemas dengan tingkah Agam. Pria itu sangat polos sekali di matanya. Bisa-bisanya Agam akan membayar ini semua nanti pas gajihan.     

"Tapi–"     

"Tak ada tapi-tapian, Gam. Jangan kau pikirkan harganya sekarang. Yang terpenting sekarang, aku dan kau makan berdua malam ini."     

Tak lupa, Nina selalu memamerkan senyum indahnya pada Agam. Pria itu mulai menyukai senyumannya dan merasa terpesona.     

'Nina sangat baik padaku. Tingkahnya yang seperti ini mengingatkanku pada Reva dulu.'     

Beberapa saat kemudian, makanan pun telah tersaji di atas meja mereka. Pelayan membawakan pesanannya dengan sangat apik. Nina mengajak Agam untuk menyantap masakan ini.     

"Ayo, Gam, kita makan. Mumpung masih panas nih."     

"Iya, Nin."     

Agam seperti sedang malu-malu. Pria itu masih tak menyantap makanannya juga. Hingga membuat Nina jadi bertanya-tanya.     

'Agam kenapa lagi, ya? Apa dia masih kepikiran soal harganya?'     

"Kenapa tak dimakan sekarang?"     

"Tunggu sebentar. Soalnya masih panas."     

"Oh, begitu ya? Tak ada yang kau pikirkan kan sekarang?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.