Arrogant Husband

Kau Mau Berlian?



Kau Mau Berlian?

0Andaikan Nina punya keberanian lebih untuk mengutarakan perasaannya sekarang, maka saat ini juga ia akan menembak Agam untuk menjadi kekasihnya. Namun, sayang ... tak ada keberanian sebesar itu. Lagi pula, pria itu sepertinya tenang-tenang saja. Padahal mereka berdua sudah punya rasa yang sama.     
0

'Haruskah aku yang memberi kode pada Agam?'     

Nina lantas menggeleng-gelengkan kepalanya. Tindakannya tersebut akhirnya dilihat oleh Agam. Pria itu lantas bertanya.     

"Kau kenapa, Nin? Apa ada yang salah?"     

"Ah, tidak apa-apa. Hanya saja tadi kepalaku sedikit pusing."     

"Benarkah? Kalau begitu, kita pulang saja, ya."     

Sontak, Nina menyuruh Agam untuk duduk tenang di tempat. Ia tak mau pulang cepat dan hanya menghabiskan sedikit waktu saja bersama dengan Agam.     

Tercetak jelas di wajah Agam bahwa dirinya khawatir dengan Nina. Wanita itu lantas menyuruhnya untuk melanjutkan makan.     

"Kau sungguh tidak apa-apa?"     

"Iya, Gam. Aku tidak apa-apa kok."     

Agam menyendokkan makanan lagi ke dalam mulut. Ia terlihat fokus saat bersantap makan. Sedangkan, Nina masih terus memikirkan cara agar pria itu bisa mengajaknya pacaran dalam waktu dekat. Nina merasa takut kalau Agam akan dimiliki oleh wanita lain.     

Dua sejoli itu sedang menyantap makanan yang ada di piring masing-masing. Keduanya sudah menjadi sedekat ini sekarang. Nina tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, agar terus berada di dekat Agam.     

Nina menyukai Agam. Ia mencintai pria itu dengan tulus. Maka dari itu, dirinya tak memandang Agam dari segi materi. Bahkan, ia bisa menerima kekurangan Agam tersebut.     

Walaupun Agam miskin harta, tapi dia merupakan sosok yang kaya hati. Nina merasa salut dengannya. Pria itu juga sangat mandiri dan pekerja keras. Tak ada alasan apa pun untuk menolak Agam menjadi pendamping hidupnya nanti dan itu pun kalau mereka berjodoh.     

***     

"Gam, makasih ya untuk makan malamnya," ucap Nina sesaat setelah sampai di rumah Agam.     

"Aku yang berterima kasih karena kau telah mentraktirku makan."     

Agam masih berada di dalam mobil Nina. Seperti ada yang ingin disampaikan olehnya, tapi berasa bimbang untuk menyampaikan. Nina jadi memperhatikan gerak-gerik Agam.     

"Gam kenapa? Kok gelisah gitu sepertinya?"     

"Anu ...." Agam jadi menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.     

"Anu apa, Gam?"     

"Ah, tidak apa-apa. Lupakan saja, ya." Agam pun bergegas ke luar dari mobilnya Nina.     

Sebelum wanita itu menjauh dari halaman rumahnya, Agam mengucapkan hati-hati seraya melambaikan tangan. Merasa diberikan perhatian kecil seperti itu oleh Agam, membuat Nina merasa senang.     

"Aku pulang dulu, ya."     

"Iya."     

Agam menatap kepergian Nina yang sudah mulai menjauh dari halaman rumahnya. Setelah mobil yang dikemudikan oleh wanita itu sudah tak terlihat lagi, maka Agam pun segera masuk ke dalam.     

Malam ini telah menjadi saksi bahwa kedekatan mereka semakin terjalin kuat. Keduanya tak menampik kalau punya perasaan yang sama. Akhirnya, Agam bisa melupakan Reva dan mengikhlaskan sosok wanita itu.     

Agam tak mau kalau semakin terpuruk dan berada di belakang saja. Ia akan maju dan mengikuti arus kehidupan.     

"Aku ingin sekali mengajak Nina untuk pacaran. Tapi, apakah aku pantas bersamanya?"     

***     

Waktu di Indonesia lebih cepat lima jam daripada di Italia. Maka dari itu, Joseph dan juga Melati tampak asyik menikmati panorama matahari yang sebentar lagi akan terbenam.     

"Oh, ya, aku punya koin nih," ujar Joseph.     

"Lantas, untuk apa koin itu?"     

"Kebanyakan beranggapan, kalau melempar koin ke kolam air mancur Trevi ini, maka akan segera berjodoh dan menikah, lalu kembali lagi ke sini bersama dengan pasangan."     

Melati pun jadi antusias setelah mendengar penuturannya. Ia segera meraih koin itu dan akan melemparkannya ke dalam, bersamaan dengan Joseph.     

"Kau siap?"     

"Siap, Sayang."     

Mereka berdua sudah melemparkan koin itu ke dalam kolam air mancur tersebut. Keduanya juga berdoa, bahwa anggapan orang-orang tentang air mancur ini betul-betul terkabulkan. Joseph akan berjodoh dengan Melati selamanya dan akka kembali lagi ke sini sebagai pasangan suami istri.     

Melati sangat bahagia sekarang. Ia tak menyangkan mendapatkan sosok pria seperti Joseph. Pria yang ramah, pengertian, dan selalu sayang dengannya.     

"Aku sangat mencintaimu, Mel."     

"Aku juga sangat mencintaimu, Jo."     

Sepasang kekasih itu akhirnya berpelukan dengan erat. Mereka tak merasa malu sama sekali karena tak sedikit yang menatap ke arah keduanya. Namun, Joseph masa bodoh dengan hal itu.     

"Sayang, jangan pulang dulu ya. Aku masih ingin berada di tempat ini."     

"Baiklah pacarku yang cantik dan luar biasa. Aku akan menuruti semua keinginanmu."     

Saat berada di Italia ini, Joseph sangat menjaga Melati. Ia tak berniat macam-macam dengan sang kekasih. Ia juga sengaja menyewa dua kamar hotel yang bersebelahan hanya untuk bisa dekat terus dengan Melati.     

Ia tak akan mengotori Melati sekarang. Sampai keduanya sudah sah menjadi sepasang suami istri. Joseph tak ingin memaksakan kehendak seksnya lagi pada wanita.     

'Hal itu cukup terjadi pada Reva saja, Melati jangan.'     

Joseph begitu terpancing gairahnya saat bersama dengan Reva dulu. Ia sengaja melakukan hubungan seks yang kasar karena wanita itu menolak untuk berhubungan dengannya.     

"Aku sangat menyayangimu, Mel. Maka dari itu, aku akan menjaga dirimu terus." Joseph mengusap-usap pelan rambut panjang Melati dengan penuh kasih sayang.     

"Aku juga, Jo. Terima kasih untuk semuanya ya."     

Jari keduanya telah tersemat sebuah cincin berlian. Di leher Melati pun sudah terpasang sebuah kalung berlian juga. Itu semua sebagai bukti rasa cinta dan kasih sayangnya hanya untuk Melati seorang. Tak ada wanita lain yang merasuk dalam hatinya.     

Keduanya tak sabar lagi ingin cepat menikah. Menghidupi sebuah bahtera baru dalam keluarga. Melati akan mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk Joseoh.     

"Kita bulan madunya nanti di Indonesia saja, tak apa-apa kan sayang?" tanya Joseph.     

"Aku tak masalah sama sekali, Sayang. Yang jelas bisa pergi bersama denganmu setiap saat." Melati tersenyum penuh ceria ke arah Joseph. Pria itu lantas tersenyum balik padanya.     

"Lagi-lagi aku merasa terpesona oleh kecantikanmu yang ini," ucap Joseph.     

"Aku memang cantik dari lahir, Sayang. Terima kasih ya karena perhiasan berlian ini yang membuatku semakin bertambah kadar kecantikannya."     

Joseph geleng-geleng kepala mendengar celetukan dari Melati. Ternyata sang kekasih juga bisa bersikap seperti itu.     

"Kenapa? Kau mau lagi dibelikan berlian ya, Sayang?"     

"Kalau boleh, ya jelas aku mau, Sayang," balas Melati yang terdengar seperti nada sedang bercanda.     

"Baiklah kalau begitu. Nanti akan kubelikan lagi kau berlian."     

Melati langsung menggeleng dengan cepat. Ia hanya bercanda saja sedari tadi.     

"Ah, tidak. Aku hanya bercanda saja, Sayang."     

"Tidak apa-apa. Nanti akan kubelikan lagi yang lebih mewah daripada yang kau pakai sekarang."     

"Apa ....?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.