Arrogant Husband

Mengakhiri Hidup



Mengakhiri Hidup

0"Aku akan terus mendukung keputusanmu, Gam. Dengarkan kata hatimu. Apakah akan terus bertahan mencintai Reva atau pelan-pelan meninggalkannya." Joseph bangkit dari tempat duduk dan akan segera pulang. "Aku pulang dulu, Gam. Sudah larut malam dan kau harus istirahat."     
0

"Baiklah, kalau begitu, Jo. Terima kasih karena kau telah berkunjung ke sini."     

Joseph mengangguk dan melangkah menuju ke arah mobil. Agam masih berdiri di tempat sampai mobil yang dikemudikan oleh pria itu sudah tak terlihat lagi di pekarangan rumah. Joseph memang teman yang baik karena sudah perhatian pada hubungannya dan juga Reva.     

Alhasil, mobil Joseph sudah berlalu jauh dari halaman rumah, maka dari itu Agam segera masuk ke dalam. Dengan langkah gontai, ia memasukki kamar. Hati dan pikirannya masih saja tertuju pada Reva. Walau sudah tak ada hubungan asmara lagi, tapi rasanya sulit sekali melepaskan wanita itu. Namun, apa boleh buat, sekarang Reva tak bisa lagi bersamanya.     

"Apa aku dan Reva masih ada harapan lagi bersama atau tidak ada?" tanyanya.     

Atau mungkin saja, perlahan-lahan Agam mampu melupakan Reva dan memilih bersama dengan wanita lain. Masa hukuman yang sangat lama itu, membuat Agam berpikir dua kali. Namun, yang jelas sekarang hatinya masih memilih Reva.     

***     

Reva tampak gelisah dan tak bisa tidur seperti malam-malam biasanya. Wanita yang sedang duduk lesehan itu celingak-celinguk. Kemudian, berteriak sekeras mungkin dan membuat para tahanan yang lain juga ikut merasa terganggu.     

"Hei, bisa diam tak? Teriak-teriak gitu kayak orang gila aja!" bentak salah satu dari mereka. Wanita itu memandang Reva dengan tatapan tajam dan siap untuk menerkam.     

"Memang gila kali! Tak salah lagi," balas yang lain.     

Reva berteriak minta dilepaskan dari sel tahanan ini. Ia sudah tak kuat lagi berada di sini. Semakin hari, dirinya merasa tersiksa. Tak bisa bebas ke mana pun lagi.     

"Tolong keluarkan aku dari tempat ini! Aku tak mau berada di sini lagi!" teriak Reva malam-malam seperti ini.     

Salah satu wanita tampak mendekati Reva. Ia ingin memberikan hukuman karena sudah mengusik kenyamanannya dalam beristirahat.     

"Awww!" pekik Reva saat rambut panjangnya ditarik oleh wanita itu. "Lepaskan rambutku!"     

"Kau ini bisanya cuma teriak-teriak aja! Mending pijitin badanku, pegal semua ini!" Setelah menyuruh Reva, wanita itu langsung melepaskan rambut panjangnya dengan sekali hentak.     

"Aku tak mau disuruh oleh wanita gendut macam kau! Enak saja menyuruh orang lain. Memangnya kau siapa?!" Reva tak peduli sama sekali dengannya.     

Wanita itu naik pitam. Sedari tadi sudah merasa kesal karena Reva berteriak-teriak di malam hari dan sekarang dikata-katai sebagai wanita gendut. Ia menampar wajah Reva dengan kasar hingga meringis.     

"Jangan sembarang kau bicara, ya! Berani sekali kau padaku hah?!"     

Beberapa wanita yang berada di dalam sel tahanan yang sama dengan Reva, tampak memilih diam saja dan tak ingin ikut campur dalam masalah mereka. Wanita yang bertubuh agak sedikit subur itu terus membuat Reva merasa tertekan. Ia juga tak takut untuk terus memberikan bogem mentah.     

Reva tersungkur di lantai dengan darah segar di sudut bibir. Ia tumbang sehabis dipukul berkali-kali oleh wanita itu. Tak ada daya upaya sekarang. Badannya sungguh merasa lemas, pandangannya jadi remang-remang. Reva berkali-kali mengedipkan mata agar pandangannya terasa jelas.     

'Sungguh, dunia ini memang kejam sekarang padaku!'     

Reva masih bisa mendengar suara wanita itu memaki-makinya. Namun, ia sama sekali tak bisa bangkit karena saking lemasnya. Hingga pada akhirnya, Reva pun jadi tak sadarkan diri.     

***     

Reva langsung dibawa ke rumah sakit terdekat setelah mengalami pingsan tadi. Bau obat-obatan begitu menguar di dalam ruangan ini. Ia sama sekali tak suka dengan aromanya. Kepalanya masih terasa sakit. Di hidungnya telah terpasang selang oksigen.     

Wajahnya pucat dan tak bertenaga. Masih terasa perih di area sudut bibir karena mengalami luka bekas tamparan wanita itu. Sekarang pun tak ada yang menengoknya di sini, lantaran masih dini hari.     

"Ya Tuhan, kenapa aku harus mengalami hal seperti ini? Aku sudah tak kuat lagi," lirih Reva.     

Ia ingin menyerah saja dari kerasnya hidup. Sekarang Reva semakin tertekan, ditambah lagi karena masa tahanan itu yang cukup lama.     

Matanya menatap ke sana kemari tampak ingin mencari sesuatu. Reva lalu melepaskan selang oksigen yang ada di hidungnya. Kemudian, perlahan-lahan bangkit dari atas brankar. Walaupun dengan langkah yang tertatih, Reva tetap berusaha. Ia ingin pergi menuju ke toilet. Setelah masuk ke dalam toilet, niat Reva yang awalnya ingin numpang buang air kecil saja, tiba-tiba ingin meracuni diri sendiri sesaat setelah melihat sebotol pembersih lantai.     

"Ini yang aku butuhkan," ucapnya sambil mengambil botol pembersih lantai itu dan ingin meneguk isinya.     

Reva meminum larutan cairan itu. Ia sudah habis pikir sekarang. Tak ada lagi yang bisa dilakukan untuk bisa bebas. Maka dengan cara seperti ini saja yang harus dilakukan.     

"Aku ingin bertemu denganmu, Tuhan."     

Wanita itu meminum hampir setengah botol pembersih lantai itu. Masih belum ada reaksi apa pun yang dirasakan oleh Reva. Setelah itu ia meletakkan botol tersebut di atas lantai.     

Tak berselang lama, Reva merasakan dadanya menjadi sesak, mulut panas seperti terbakar, hingga gejala yang lainnya. Sehabis meneguk cairan pembersih lantai itu, ia sungguh merasa tak nyaman. Gelisah dan terduduk lemas di atas lantai toilet.     

Matanya mengerjap-ngerjap menatap ke sekitar. Mulutnya tak bisa mengeluarkan suara dengan jelas. Napasnya makin terasa sesak saja. Reva ngos-ngosan dan oksigen dalam tubuhnya seakan berkurang.     

"A–aku a–akan tiada ...," ucapnya sambil tersenyum kecut.     

Reva nekat melakukan hal ini karena ingin menghabisi nyawanya sendiri. Ia sudah merasa sangat terpuruk dengan keadaan ini. Tak ada lagi yang bisa dilakukan. Orang-orang di sini bahkan tak ada yang mau berteman dengannya. Mungkin ini semua memang sudah karmanya.     

Akhirnya, Reva merasakan mati rasa di sekujur tubuh. Napas yang semakin pendek dan dada seperti terbakar hebat. Ia tergelepar begitu saja di atas lantai toilet rumah sakit. Tak lama kemudian, mulutnya mengeluarkan busa yang banyak. Reva keracunan akibat mengonsumsi cairan pembersih tersebut. Perlahan-lahan, kedua matanya tertutup sempurna. Tangannya pun tak bergerak sama sekali.     

Kini, Reva sudah mengembuskan napas yang terakhir. Wanita itu terlihat begitu mengenaskan dalam keadaan seperti ini. Ia mengakhiri hidupnya dengan meminum sebuah racun yang terdapat di dalam cairan pembersih tersebut. Mulunya semakin mengeluarkan busa yang banyak.     

Masih belum ada yang mengetahui tentang kondisi Reva sekarang. Wanita itu sudah menjadi mayat. Tak ada yang menolong jasadnya sekarang. Tuntas sudah hidup Reva sekarang dan dirinya tak ada beban lagi yang dipikul.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.