Arrogant Husband

Apa Kau Takut Kehilanganku?



Apa Kau Takut Kehilanganku?

0Menempuh perjalanan yang sangat jauh dari Paris menuju ke Indonesia, kini Saga dan Alisa tiba pada malam hari. Mereka berdua tengah berbincang-bincang dengan Bu Angel dan yang lain. Ada Joseph dan Agam juga di rumahnya Saga.     
0

Mereka semua masih larut dalam dukacita atas kepergian Reva. Walaupun wanita itu pernah menggoreskan luka, tapi tetap saja Reva punya tempat di hati mereka. Terlebih pada Joseph dan Agam, dua pria itu pernah mencintainya dengan tulus.     

"Malang sekali nasib Reva," ucap Alisa. "Aku tak tega mendengar hal ini, dia nekat mengakhiri hidupnya seperti itu."     

Di samping Alisa ada Melati yang selalu menenangkannya. Sang sahabat begitu perhatian dan ikut berbelasungkawa atas meninggalnya Reva.     

Tak jauh dari posisi Alisa berada, ada Agam yang masih terdiam. Pria itu terpukul dengan kepergian wanita yang dicintainya. Saga, Anton, dan Joseph berusaha ada di samping Agam dan menyabarkan hatinya.     

Walaupun tak mudah diterima oleh Agam, tapi ia hanya bisa pasrah dengan kenyataan ini. Ia harus kehilangan Reva selama-lamanya. Mungkin saatnya, Agam harus melanjutkan hidup dan memikirkan masa depan yang cerah.     

"Kau harus kuat, Gam. Kita semua ada di sini bersamamu," ucap Saga. "Aku pun sangat sedih sekali mendengarnya."     

"Ya, Ga. Aku berusaha untuk kuat. Ini semua memang sudah takdirnya." Pria yang baru-baru saja mengenal Reva dan merasa jatuh cinta itu, hanya bisa mengelus dada.     

"Ibu juga merasa bersalah dengan Reva," ucap Bu Angel.     

"Loh, kenapa, Bu?" Saga bertanya pada ibunya.     

"Ibu dulu menemui Reva di kantor polisi dan tidak minta izin dulu padamu sebelumnya untuk pergi." Bu Angel mulai menjelaskan apa yang terjadi. "Reva meminta maaf pada ibu, tapi ibu tak mau memaafkannya karena sudah terlanjur kecewa."     

Bu Angel masih merasa bersalah karena tak memberi maaf pada Reva. Saga mengusap-usap punggung belakang sang ibu. Wanita paruh baya itu terlihat menitikkan air mata.     

"Harusnya, waktu itu Ibu bisa memaafkannya, bukan malah menolak. Hingga Reva tiada seperti ini. Ibu yakin, dia pasti tertekan dan memikirkan ini terus."     

"Sudahlah, Bu. Jangan menangis lagi. Kita semua jadi tambah sedih kalau Ibu seperti ini." Saga menyuruh ibunya untuk tak menangis lagi.     

Melati yang sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Bu Angel, terlihat begitu dekat dengannya. Wanita berwajah cantik itu tiba-tiba menyeka air mata Bu Angel. Alisa tampak takjub melihatnya.     

"Sudah, ya, Bu. Jangan menangis lagi. Lebih baik Ibu istirahat aja ya di kamar." Melati mengajak Bu Angel untuk istirahat di kamar.     

"Baiklah, Nak. Temani Ibu, ya," ucap Bu Angel.     

"Iya, Bu."     

Bu Angel bersama dengan Melati melangkah menuju ke kamar tamu. Mereka berdua akan istirahat, sedangkan Alisa dan Saga akan tidur ke kamarnya yang ada di atas.     

"Gam," panggil Joseph. "Ayo, kuantar kau pulang."     

"Baiklah, Jo."     

Agam perlahan bangkit dari tempat duduk dan akan diantar oleh Joseph pulang. Saga menyuruh Alisa untuk lebih dulu naik ke kamar, sedangkan dirinya akan mengantar Joseph dan Agam ke halaman depan.     

"Kalian berdua hati-hati, ya, di jalan." Saga memperingatkan pada dua sahabatnya.     

"Iya, Ga. Kita pamit pulang dulu."     

"Iya, Jo."     

Dengan langkah gontai, Agam terus melangkah ke dalam mobil Joseph. Pria itu tersenyum tipis ke arah Saga.     

"Aku pulang dulu," ucap Agam.     

"Iya, Gam."     

Anton dan Saga melambaikan tangan ke arah mereka berdua. Mobil Joseph perlahan pergi dari halaman rumah. Pandangan mata Anton terus menatap mobil itu sampai menghilang.     

"Kasihan Agam." Saga berbicara pada Anton sekarang.     

"Iya, Ga. Aku juga merasa kasihan dengannya. Tapi, apa boleh buat."     

Kemudian, Saga berlalu dari hadapan Anton karena ingin menemui Alisa yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar. Ia ingin menemani sang istri sekaligus beristirahat. Rasa lelahnya begitu menghantui. Besok pagi, Saga bersama dengan istrinya akan ke tempat pemakaman Reva.     

***     

Hari ini, Saga dan Alisa akan menuju ke pemakaman Reva. Mereka akan berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir wanita itu.     

"Ayo, Sayang. Pelan-pelan saja." Saga menuntun sang istri menuju ke dalam mobil. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi kandungan Alisa.     

"Iya, Sayang. Aku baik-baik saja."     

Kini, Alisa sudah duduk di kursi, sedangkan Saga berada di balik kemudi. Pria itu segera melajukan mobilnya dari rumah. Mereka hanya pergi berdua saja. Di rumah ada Bu Angel, Melati, dan juga Anton.     

Di tengah perjalanan menuju ke pemakaman Reva, Alisa selalu saja merasa sedih. Ia tak menyangka dengan akhir hidup Reva yang seperti ini. Saga menoleh ke samping, memperhatikan sang istri yang berwajah murung.     

"Sayang, kau kenapa?"     

"Malam tadi, aku begitu memperhatikan wajah Agam. Dia sangat sedih kehilangan Reva."     

"Tentu saja. Dia sangat mencintai Reva, kan?"     

"Sayang, kalau aku nanti meninggal, apakah kau akan merasa kehilangan aku juga, sama sedihnya seperti Agam?" Alisa bertanya seperti itu hingga membuat Saga mendadak mengerem mobilnya. Pria itu langsung menoleh ke samping.     

"Kau ini bicara apa, Sayang? Kenapa kau mengatakan hal itu?" Saga terlihat sedikit kesal karena ucapan Alisa tadi. Namun, sedetik kemudian, ia kembali menggas mobilnya menuju ke pemakaman Reva.     

"Maafkan aku, Sayang. Hanya saja aku–"     

"Sudahlah, jangan bahas itu lagi. Aku merasa kesal sekarang karena ucapanmu itu!" Saga tak ingin mendengarkan ucapan sang istri lagi. Ia fokus menyetir ke depan agar tak oleng.     

Ucapan Alisa tadi terdengar begitu tiba-tiba. Namun, membuatnya begitu kepikiran.     

"Jangan pikirkan yang aneh-aneh lagi. Kau akan selalu bersamaku. Mengerti?!" ucap Saga yang sedikit tinggi.     

Alisa mengangguk pelan dan merasa takut dengan Saga sekarang. Karena ucapannya tadi, membuat sang suami jadi merasa bad mood. Terlihat dari wajah pria itu yang suntuk.     

"Sayang, maafkan ucapanku tadi, ya. Aku tak sengaja membuatmu kepikiran seperti ini." Alisa memegang pergelangan suaminya untuk memohon maaf. Namun, Saga tetap diam saja dan fokus menatap jalan di depan.     

"Sayang?" panggil Alisa lagi.     

"Iya, kenapa?"     

"Maafkan aku tadi, ya?"     

"Kalau aku tak mau memaafkanmu, kau bisa apa?" Saga terus menatap ke arah jalan tanpa menoleh ke samping. Sang istri tampak berpikir untuk terus membujuknya.     

"Yah, jangan seperti itu. Apa kau tak kasihan denganku dan anak kita ini?" tanya Alisa lagi. "Kalau aku kepikiran terus karena tak kau maafkan, bagaimana? Apa kau mau–"     

"Sudahlah, sudah. Jangan banyak bicara lagi, Sayang. Aku sudah memaafkanmu. Jadi, berhenti berucap yang aneh-aneh. Oke?" Saga menoleh sekilas ke arah Alisa.     

"Iya, Sayang. Terima kasih, ya. Aku sangat menyayangi suamiku ini." Alisa menyandarkan kepalanya sejenak di pundak kekar Saga.     

Kini, mereka berdua tampak tersenyum bahagia. Alisa tahu kalau suaminya sangat mencintainya, maka dari itu Saga tak mau membahas masalah tadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.