Arrogant Husband

Ajakan Bu Angel Pergi ke Rumah Saga



Ajakan Bu Angel Pergi ke Rumah Saga

0"Yah, udah beberapa hari ini ibu tak ke rumah Saga buat nengokin menantu dan cucu di sana," ujar Bu Angel pada sang suami.     
0

Pak Surya masih asyik rebahan di atas tempat tidur. Mendengarkan dengan seksama ucapan sang istri yang masih mengoceh. Ia tahu, pasti Bu Angel ingin menuju ke sana.     

"Terus, kenapa Bu? Pengen pergi ke sana?"     

"Iya, yah. Boleh kan?" Bu Angel meminta izin pada sang suami agar mendatangi menantu dan juga cucunya di sana.     

"Ya sudah, ibu pergi saja ke sana, ya." Pak Surya mengizinkan sang istri untuk pergi ke sana.     

"Tapi, sama ayah ya? Mau kan, yah?" Bu Angel meminta suaminya untuk ikut bersamanya juga. Pria itu langsung menatap ke arahnya.     

Bu Angel ingin pergi ke rumah Saga bersama dengan sang suami. Semoga saja, Pak Surya mau ikut bersamanya untuk pergi menemui Alisa dan juga bayi itu.     

"Tidak bu. Ayah capek, pengen istirahat aja di rumah ya."     

"Jangan gitu, yah. Sebentar aja kok, kita tak lama perginya."     

Gelengan kepala Pak Surya membuat Bu Angel tak puas. Wanita paruh baya itu ingin mengajak pergi sang suami ke sana, agar suaminya bisa sedikit merasa dekat dengan Alisa dan juga si kecil. Tak ada yang lebih membahagiakan daripada ini. Bu Angel ingin melihat keluarganya tampak rukun dan damai.     

"Ibu aja ya yang pergi sendiri ke sana. Ayah di rumah aja nunggu ibu pulang."     

Bu Angel masih berusaha untuk membujuk sang suami untuk pergi bersamanya ke sana. Namun, sepertinya Pak Surya tak mau ikut dan melihat cucunya. Wanita paruh baya itu mulai menarik kedua tangan Pak Surya dengan kuat.     

"Ayo, yah, temani ibu buat pergi ke sana. Sebentar aja kok, tak lama. Ibu sama ayah harus pergi ke sana."     

"Buat apa ayah ke sana bu? Ibu jangan memaksa ayah seperti ini!" Pak Surya mulai meninggikan suaranya pada sang istri. Pria itu tak mau dipaksa seperti ini oleh Bu Angel.     

Melihat ekspresi sang suami yang berubah menjadi agak kesal, maka Bu Angel melepaskan genggaman tangannya pada Pak Surya. Pria itu lalu mengembuskan napas panjang dan menyuruh istrinya untuk pergi sendiri ke sana.     

"Kayak anak kecil aja main tarik-tarikan tangan kayak tadi! Kalau ibu mau pergi ke sana, ya pergi saja! Tak usah ajak-ajak ayah." Pak Surya akhirnya kesal pada sang istri. Rasa kesalnya tak bisa disembunyikan begitu saja.     

"Tapi kan ibu mau pergi berdua sama ayah ke sana. Agar keluarga kita tampak rukun dan ayah tak selalu memusuhi Alisa seperti ini."     

Pak Surya langsung memalingkan wajah dari sang istri. Ia tak mau makin berdebat dengan Bu Angel. Tak ingin menghiraukan segala ucapannya.     

Merasa tak digubris, akhirnya Bu Angel segera melangkah ke lemari pakaian untuk bersiap-siap pergi. Rayuan dan bujukannya pun tak mempan pada Pak Surya. Sang suami masih keras kepala sampai sekarang. Tak tahu lagi, harus dengan cara apa agar Pak Surya bisa menerima Alisa. Wanita sebaik Alisa harus diperlakukan tak layak seperti menantu.     

Perasaan hati yang masih kesal, Bu Angel dengan cepat menutup pintu lemari cukup keras. Hingga Pak Surya memandang tajam ke arah sang istri. Bu Angel bisa melihat tatapan itu.     

Bu Angel bersiap-siap untuk pergi ke sana. Memoles wajah dengan bedak dan tak lupa memakai lipstik merah merona. Pak Surya hanya bisa memandangi sang istri yang sebentar lagi akan pergi.     

"Yakin nih, ayah tak mau ikut pergi sama ibu?" tanya Bu Angel.     

"Ya yakinlah. Buat apa juga ayah ke sana bu? Lebih baik ayah di rumah saja dan istirahat. Soalnya capek."     

Bu Angel tampak memonyongkan bibir ke arah sang suami. Kemudian, kakinya melangkah ke luar kamar. Menuruni anak tangga dengan sedikit cepat. Ia tak peduli dengan keadaan suaminya di rumah. Terpenting sekarang adalah bisa bertemu dengan menantu dan juga cucunya.     

Setelah sang istri sudah ke luar dari kamar, Pak Surya akhirnya melangkah ke jendela untuk mengintip pergerakan sang istri. Dari jendela kamar atas, ia bisa melihat Bu Angel yang sudah naik ke dalam mobil. Perlahan-lahan, mobil itu segera ke luar dari halaman rumah.     

"Pergi ke sana aja pakai ngajak-ngajak aku segala! Memangnya aku mau, bertemu dengan menantu miskin itu? Ya jelas tidak! Aku bahkan tak mau menatap wajahnya secara langsung." Betapa tak sukanya Pak Surya terhadap Alisa, hingga seperti ini. Bahkan, untuk menemuinya saja enggan.     

Entah sampai kapan, perang dingin antara Pak Surya dan juga Alisa akan seperti ini. Yang jelas, sang menantu harus segera berpisah dengan Saga. Kasta Alisa tak selevel dengan mereka yang keturunan berdarah biru.     

Pak Surya lagi-lagi menyalahkan Saga dalam memilih seorang istri. Kenapa anaknya bisa memilih Alisa sebagai pendamping hidup. Padahal ada Reva yang jauh lebih baik daripada Alisa.     

"Aku tak habis pikir, kenapa dulu Saga begitu tergila-gila pada Alisa. Sedangkan, wanita secantik Reva harus ditinggalkan seperti itu. Memang Saga yang tak waras atau apa?"     

Pria paruh baya itu berkacak pinggang. Ia tak habis pikir dengan anaknya sendiri. Saga bahkan rela sampai membelikan barang-barang mewah untuk Alisa. Pikiran negatif pun mulai muncul kembali.     

"Pasti Alisa yang sudah menyuruh Saga untuk meminta sesuatu yang mahal. Aku tak akan tinggal diam, kalau harta kekayaan anakku akan terkeruk habis oleh wanita kampungan itu!" Rasa tak senangnya makin menjadi-jadi. Sasaran empuknya adalah Alisa.     

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Masih belum ada celah untuk membuat Alisa jadi melemah. Dia merasa kuat, karena anak bayi itu."     

Pak Surya sering sekali berpikiran untuk menculik bayi itu dari tangan Alisa. Namun, sampai sekarang masih tak bisa dilakukan, karena kondisi rumah Saga yang cukup ketat. Alisa pun jarang ke luar rumah sekarang.     

"Aku harus membuat Alisa terpancing ke luar, agar aku bisa merebut bayi itu darinya. Akan aku lakukan segala cara agar memisahkan Alisa dan juga Saga."     

"Apakah aku harus pergi ke sana menemui Alisa? Seolah-olah aku ingin berhubungan dekat dengannya, padahal aku hanya ingin merebut anaknya saja."     

Pergolakan hati serta pikiran, membuat Pak Surya jadi bingung sendiri. Ia ingin ke sana untuk mengelabui Alisa, tapi di sisi lain ia sangat tak menginginkan kalau menatap wajah menyebalkan dari sang menantu. Bagaimana ia bisa menerima kehadiran wanita itu di tengah-tengah hidupnya?     

"Apa aku pergi ke sana saja? Pura-pura ingin melihat bayi kecil itu? Padahal ada maksud tertentu." Pak Surya tengah memukul-mukul dinding rumah dengan tangannya sendiri. Walau pukulan itu tak keras dan melukai tangannya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.