Arrogant Husband

Alisa, Wanita yang Baik



Alisa, Wanita yang Baik

0Bu Angel terlihat bingung untuk memberi hadiah pada Alisa malam ini. Wanita paruh baya itu duduk di kursi rias sembari memoles bedak di wajah. Sementara Pak Surya, sedang menatapnya dari belakang dengan penuh curiga. Sang suami masih duduk santai di atas ranjang.     
0

"Mau ke mana lagi pagi hari ini? Mau menemui menantu kampungan itu lagi?"     

"Ayah jangan ngomong seperti itu, ya. Alisa bukan wanita kampungan."     

"Loh, memang iya. Dia itu kampungan, bu."     

"Taulah, terserah ayah saja. Ibu tak mau berdebat sepagi ini."     

Pak Surya membuang napas dengan kasar. Sang istri pasti akan pergi menemui Alisa lagi di sana. Harus dengan cara apa lagi, agar melarang istrinya pergi.     

Bu Angel tak akan mendengarkan apa kata sang suami lagi, kalau masih saja melarangnya untuk bertemu dengan Alisa dan juga cucunya di sana. Ia tak ingin, permusuhan ini terus terjadi sampai nanti. Bu Angel akan mendamaikan keduanya dengan berbagai cara.     

"Bu, tak usah datang malam ini, ya. Temani ayah aja di rumah."     

"Tak bisa seperti itu dong, yah. Suka-suka ibu dong. Ibu mau ke sana untuk menghadiri pesta itu malam ini." Bu Angel akan tetap keukeuh untuk datang ke sana, walaupun tanpa suaminya.     

Pak Surya mencebik, merasa tak puas dengan jawaban sang istri. Harusnya, Bu Angel menurut dengan ucapannya.     

"Ibu sudah berubah! Berubah jauh sekali hanya karena wanita itu. Apa ibu sudah diguna-guna oleh Alisa? Sehingga ibu terperdaya seperti ini?"     

Bu Angel pun membalikkan badan menatap sang suami. Ia sudah selesai merias diri di cermin.     

"Ayah hati-hati kalau bicara seperti itu, ya. Ibu tak suka sama sekali. Alisa tak pernah berbuat seperti itu pada ibu. Hanya saja, ayah yang terlalu sensitif!"     

Bu Angel langsung meraih tas jinjingnya, serta kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Kemudian, segera meninggalkan Pak Surya yang masih melongo di tempat.     

Pria paruh baya itu sama sekali tak menyangka dengan ucapan istrinya. Bisa-bisanya, Bu Angel membalas jawabannya seperti tadi.     

"Alisa memang sangat berbahaya. Dia telah berhasil mencuci otak istriku. Aku tak akan tinggal diam lagi."     

Bu Angel berjalan menuju ke halaman depan. Ia membiarkan suaminya sendirian di rumah dan tak terlalu peduli lagi.     

"Bisa-bisanya si ayah selalu berpikiran negatif pada Alisa. Kasian dia, tak tahu apa-apa," ujar Bu Angel. Mobil yang dikendarainya mulai melaju, meninggalkan rumah ini.     

Dari atas jendela kamar, Pak Surya bisa melihat kalau sang istri sudah pergi. Pria paruh baya itu terlihat murka sekali, ketika Bu Angel lebih memilih Alisa daripada dirinya.     

"Kurang ajar sekali! Ini yang membuatku makin membenci Alisa. Aku tak akan datang malam ini, lihat saja nanti!"     

Untuk apa Pak Surya datang ke sana, kalau masih membenci Alisa. Ia tak mau, melihat kebahagiaan wanita itu malam ini.     

***     

Anton menyambut baik kedatangan Bu Angel. Pria itu langsung mempersilakan masuk dan akan memanggil Alisa di kamar.     

Tok! Tok!     

Tak berapa lama, muncullah Alisa dari balik pintu. Anton langsung mengabarkan bahwa Bu Angel berada di ruang tamu. Alisa segera turun ke bawah dan meninggalkan bayinya yang masih tidur nyenyak.     

Alisa lebih dulu berjalan daripada Anton. Pria itu mengekor tepat di belakangnya. Alisa bisa melihat bahwa sang ibu mertua sedang duduk di sofa.     

"Ibu," panggil Alisa.     

Mereka berdua lantas berpelukan satu sama lain. Alisa mempersilakan kembali Bu Angel untuk duduk. Minuman jus jeruk telah tersaji di atas meja.     

"Nak, ibu ikut bahagia untuk anniversary kalian yang pertama. Semoga kau dan Saga selalu hidup rukun dan damai." Bu Angel mendoakan yang terbaik untuk anak dan menantunya.     

"Aamiin. Terima kasih banyak atas doanya, bu."     

"Iya, nak. Sama-sama."     

Alhasil, Bu Angel langsung menanyakan di mana Lisa saat ini. Alisa pun menjawab bahwa bayinya sedang tidur di dalam kamar.     

"Lisa baik-baik saja kan, nak?" tanya Bu Angel.     

"Iya bu. Dia baik-baik saja. Tak perlu khawatir."     

Bu Angel merasa lega karena sudah mengetahui kondisi cucunya. Mereka berdua tampak saling bicara. Alisa tak merasa sungkan lagi pada ibu mertuanya saat ini. Apa pun akan ia bicarakan secara terbuka, karena Bu Angel sudah dianggap seperti ibu kandung sendiri.     

Hubungan yang biasa terjadi, antara ibu dan anak memang seperti ini. Alisa tertawa bersama dengan Bu Angel saat membahas obrolan yang lucu. Kemudian, mereka membahas masalah yang lebih serius, seperti misalnya Pak Surya.     

"Ibu masih tak bisa membuat ayahnya Saga menerimamu. Segala cara sudah ibu lakukan. Namun, belum berhasil juga."     

"Tidak apa-apa, bu. Jangan khawatirkan hal itu. Aku sama sekali tak ingin membuat ibu dan ayah bertengkar terus."     

"Tapi, cara dia memperlakukanmu yang membuat ibu jadi tak suka. Dia selalu seperti itu padamu," ujar Bu Angel.     

"Ibu tenang saja. Aku akan selalu sabar untuk menunggu restu ayah untukku."     

"Kenapa kau baik sekali, nak? Hatimu bagaikan malaikat. Kau tak pernah membenci ayah?"     

"Tidak bu. Untuk apa aku membencinya? Aku akan menunggu keajaiban itu datang sendiri."     

Bu Angel melihat wajah Alisa yang sedikit muram. Namun, wanitu itu akhirnya tersenyum kembali. Alisa sangat kuat sebagai seorang wanita.     

"Bu, silakan diminum jus jeruknya." Alisa mempersilakan ibu mertuanya untuk minum. Kemudian, Bu Angel menurut dan meraih gelas di atas meja, serta meneguk isinya sedikit.     

"Jangan pernah goyah untuk mempertahankan rumah tangga kalian, nak. Ibu akan selalu mendukungmu, apa pun yang terjadi nanti."     

"Terima kasih banyak, bu, atas semangatnya. Aku benar-benar berterima kasih karena ibu sudah peduli padaku."     

Bu Angel duduk lebih dekat lagi dengan Alisa. Kemudian, memeluk tubuh sang menantu dengan erat. Ia bisa merasakan beban yang dipikul Alisa memang tak mudah. Sedari awal, wanita itu tak diharapkan kehadirannya di sini. Selalu saja dihina dan direndahkan.     

"Maafkan ibu sewaktu dulu, ya, karena selalu marah-marah padamu. Ibu sekarang sadar, bahwa harta dan takhta tak sepenuhnya jadi jaminan untuk menentukan sebuah keluarga. Maafkan juga, karena ibu dulunya begitu keukeuh untuk memilih Reva bukan dirimu."     

"Yang lalu, biarlah berlalu bu. Jangan diambil pusing. Jangan dipikirkan lagi. Aku dan ibu sudah sama-sama menerima. Kita sudah seperti ibu dan anak."     

Anggukkan kepala dari Bu Angel mengisyaratkan bahwa perkataan Alisa memang benar. Ia berjanji tak akan pernah berbuat jahat lagi pada sang menantu. Perlahan-lahan, Bu Angel akan terus membujuk suaminya untuk bisa menerima Alisa dan memperlakukannya sebagai menantu.     

"Kau memang wanita yang baik. Saga tak salah pilih istri seperti dirimu. Dia sangat beruntung. Andai bila dia memilih Reva, akan jadi apa nanti."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.