Arrogant Husband

Bu Angel Kewalahan



Bu Angel Kewalahan

0"Alisa, kau tak apa-apa kan?" Bu Angel langsung masuk ke dalam menemui Alisa.     
0

Bu Angel tampak khawatir dengan menantunya. Saat ini, Alisa dan Bu Angel sedang berada di dalam kamar sambil menjaga Lisa.     

"Iya, bu, aku tak apa-apa. Tenang saja."     

"Maafkan ayahmu ya, nak. Dia masih belum bisa menerimamu dengan baik. Aku langsung ke sini, saat dia mengatakan karena telah berhasil membuatmu menangis."     

"Ibu tak usah khawatir. Aku baik-baik saja dan tak mau ambil pusing karena masalah ini. Aku hanya memikirkan Lisa saja. Sampai kapan pun, aku tak akan menyerah untuk merawatnya."     

Bu Angel tersenyum sekarang. Niat tulus nan baik dari sang menantu patut diacungi jempol. Alisa tak akan pernah menyerah untuk keluarga kecilnya.     

Wanita paruh baya yang saat ini duduk di tepi ranjang, masih menatap ke arah Alisa. Bu Angel menyuruh Alisa untuk duduk di sampingnya.     

"Nak, sini. Ibu mau bicara denganmu." Bu Angel menepuk-nepuk seprai tempat tidur.     

Alisa menurut. Ia menghampiri sang mertua yang duduk di tepi ranjang. Tatapan mata mereka tampak intens. Bu Angel ingin bicara apa dengannya.     

"Ibu mau bicara apa sama Alisa? Bicaralah bu."     

"Ibu bangga sama kau, nak. Tak pernah menyerah untuk terus memperjuangkan Lisa. Ibu berharap, agar kau dan Saga terus membesarkan bayi itu dengan segenap jiwa. Jangan dengarkan ucapan ayahmu, ya. Biarkan saja dia bicara tentang apa saja."     

"Iya bu. Memang itu sudah menjadi prinsipku dan juga Saga. Kami berdua tak akan menyerahkan Lisa kembali ke panti asuhan."     

Bu Angel sangat mendukung keputusan Alisa. Menantunya itu berbuat baik. Ia pun mendukung penuh sang menantu, ketimbang suaminya sendiri. Pak Surya telah membuat hati Bu Angel kecewa.     

Bu Angel langsung memeluk tubuh Alisa. Mereka berpelukan cukup lama. Pesan-pesan positif yang disampaikan oleh wanita paruh baya itu membuat Alisa tampak semangat.     

"Terima kasih bu, karena sudah memberikan dukungan penuh padaku dan juga Saga. Kami berdua sangat beruntung memiliki ibu," ucap Alisa sambil tersenyum.     

"Iya. Ibu akan terus mendukung kalian."     

Tiba-tiba saja, ponsel Bu Angel berdering di dalam tas. Ia segera merogoh dan melihat siapa yang tengah memanggilnya.     

"Surya? Mau apa dia meneleponku sekarang?"     

Bu Angel agak malas untuk mengangkat panggilan dari suaminya. Pasti, pria itu akan marah-marah tak jelas lagi, hingga membuat Bu Angel mematikan ponselnya saja.     

"Bu, kenapa tidak diangkat? Siapa tahu ada hal penting dari ayah."     

"Ibu tidak mau mengangkat teleponnya. Dia hanya bisa marah-marah saja dan tak peduli dengan perasaan ibu."     

Alisa tak mau ikut campur terlalu dalam. Ia membiarkan saja Bu Angel mematikan ponselnya.     

"Apa ibu sudah makan?" tanya Alisa pada mertuanya.     

"Sudah nak di rumah tadi."     

"Syukurlah kalau begitu, bu. Jangan lupa makan dan jaga kesehatan ibu terus di sana."     

"Iya nak. Kau juga ya di sini."     

Bu Angel tak bisa berlama-lama di sini. Terpenting sekarang, ia sudah melihat keadaan Alisa dan juga cucunya. Ia takut, kalau Pak Surya akan semakin marah apabila terlalu lama di rumah Saga.     

"Ibu pulang dulu ya, nak. Takut kalau Surya makin tambah marah nanti," ucap Bu Angel.     

"Baiklah bu. Mari aku antar."     

Setelah berpamitan dengan cucunya di dalam keranjang bayi, Bu Angel bersama Alisa mulai berjalan ke luar. Mereka berjalan bersisian, menuruni anak tangga. Padahal Bu Angel masih ingin berada di sini dalam waktu yang lama dan masih merasa rindu dengan sang cucu. Namun, apa boleh buat.     

Bu Angel berjanji, akan sering datang ke sini untuk menjenguk Alisa dan cucunya. Tanpa mereka, hidup Bu Angel terasa hampa. Baginya, keluarga adalah prioritas dan nomor satu.     

"Ibu pulang dulu, ya." Bu Angel tampak masuk ke dalam mobil. Alisa melambaikan tangan ke arahnya.     

Mobil pun telah ke luar dari gerbang rumah ini. Alisa memutuskan untuk kembali lagi ke dalam dan menjaga bayinya di sana. Alangkah indahnya, bila saat ini bisa berkumpul juga dengan Pak Surya. Alisa berharap bahwa sang ayah mertua akan bisa menerima kehadirannya dan juga anaknya di tengah-tengah keluarga ini.     

***     

Bu Angel cukup terkejut melihat seisi kamar sudah seperti kapal pecah. Semua bantal dan guling berserakan ke sana kemari. Siapa lagi kalau bukan sang suami pelakunya.     

Pak Surya terlihat duduk di tepi ranjang dengan wajah yang datar menatapnya. Pria itu masih marah padanya.     

"Apa yang ayah lakukan di kamar ini? Kenapa kamar begitu berantakan seperti ini?"     

"Sudah puas kan? Ibu bertemu dengan Alisa dan anak adopsinya itu? Puas kan, sampai-sampai berani mematikan ponsel seperti tadi!" Mata Pak Surya langsung melotot ke arah istrinya.     

"Ibu capek. Tak mau berdebat dengan ayah dulu."     

Bu Angel mulai mengambil bantal dan guling lalu meletakkannya di atas tempat tidur. Ia juga membereskan sisa-sisa sampah yang lain. Pak Surya memang sengaja melakukan hal seperti ini. Setelah selesai membereskannya, Bu Angel naik ke atas ranjang.     

"Ayah juga capek kalau harus ribut terus dengan ibu setiap hari gara-gara Alisa."     

"Nah, padahal yang mulai semua ini kan ayah? Bukan ibu atau Alisa loh."     

Pak Surya hanya terdiam dan tak mau semakin membalas ucapan sang istri. Mending kali ini, ia mengalah saja.     

Bu Angel semakin merasa kesal dengan tingkah suaminya ini. Harus bagaimana lagi sekarang? Agar sang suami bisa menerima Alisa sebagai menantu. Segala cara sudah dilakukan, tapi ujung-ujungnya pertengkaran yang terjadi di antara mereka berdua.     

"Ayah tuh tak habis pikir, kenapa ibu mau menerima Alisa? Padahal dulu, ibu tak menyukainya sama sekali karena beda kasta dengan kita. Ibu selalu merasa kesal ketika melihat wajahnya."     

"Karena ibu sekarang sudah sadar, yah. Apa yang telah ibu lakukan dulu pada Alisa sudah sangat kelewatan. Sedangkan, dia tak membalas sama sekali perlakuan kita."     

"Berarti dia lemah, karena tak bisa membalas perlakuan kita."     

"Bukan dia lemah, yah, tapi dia berbesar hati. Dia wanita yang sangat kuat."     

Pak Surya tak terima kalau Alisa dipuji-puji seperti ini oleh sang istri. Niatnya hanya untuk menjatuhkan Alisa, tapi malah begini.     

"Alah! Ibu selalu saja membela dia. Ayah semakin benci padanya, bu. Pokoknya, itu terserah ibu saja, mau menganggap dia baik atau tidak, bukan urusan ayah sama sekali."     

Sang suami memutuskan untuk tidur saja daripada harus berdebat panjang seperti ini. Bu Angel makin ke sini semakin kewalahan untuk menegur Pak Surya. Pria itu sama sekali tak menerima ucapan darinya.     

'Harus sampai kapan, ayah terus membenci Alisa? Kasihan sekali wanita itu, terus saja dibuat olehmu menangis. Padahal Alisa hanya ingin merasakan kehangatan sebuah keluarga yang utuh.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.