Arrogant Husband

Memikirkan Sebuah Rencana



Memikirkan Sebuah Rencana

0Bu Angel tak mau melepaskan pelukannya dari bayi itu. Ia ingin selalu berada di dekat bayi mungil ini setiap saat. Alisa yang berada di sampingnya hanya bisa tersenyum senang.     
0

"Nak, ibu boleh memotretnya, kan? Buat ibu pandangi terus ketika sudah di rumah."     

"Tentu saja boleh, Bu."     

Sesuai dengan suruhan ibu mertuanya, Alisa pun mengambil beberapa potret Bu Angel bersama dengan bayi perempuannya. Mereka tampak sangat akur sekali. Lisa pun sangat nyaman berada di dekat neneknya.     

Setelah sudah mengambil beberapa potret Bu Angel dan sang anak, Alisa pun meletakkan ponsel itu kembali.     

"Bu, bagaimana keadaan ayah? Apa beliau baik-baik saja?"     

Bu Angel cukup terkejut dengan pertanyaan Alisa. Dalam saat seperti ini, Alisa masih saja memikirkan tentang keadaan orang lain. Membuat wanita paruh baya itu makin bertambah sayang dengan menantunya.     

"Hmm, ayah baik-baik saja di rumah." Bu Angel sambil tersenyum ke arah Alisa.     

"Syukurlah, Bu, kalau begitu. Aku lega mendengarnya."     

"Kenapa kau perhatian dengan ayah? Sedangkan ayah masih bersikap tak baik padamu, Nak?"     

Alisa tersenyum lalu menjawab, "karena beliau adalah ayahku juga. Sama seperti ibu, yang sudah kuanggap seperti ibu kandung sendiri."     

Bu Angel tak menyangka, bahwa Alisa sangat berhati mulia. Hal ini membuatnya makin tambah menyesal karena pernah memusuhi wanita itu dulu. Namun, sekarang mereka sudah sama-sama berbaikan.     

"Hatimu sungguh baik, Nak. Kau tak pernah membenci ibu dan ayah."     

"Iya, Bu. Aku tak ingin membenci siapa pun sekarang."     

Pembicaraan mereka terus saja berlanjut, tanpa henti. Bu Angel pun masih merasa nyaman di sini dan tak mau pulang dulu ke rumah. Ia tak terlalu memedulikan sang suami yang ada di rumah.     

"Ibu jadi betah tinggal di sini lama-lama sambil melihat cucu ibu ini," ujar Bu Angel.     

"Kalau ibu mau bermalam di sini, bisa kok bu. Aku tak melarang ibu untuk bertemu dengan Lisa."     

"Terima kasih, Nak. Tapi, untuk tinggal di sini tak mungkin. Karena Pak Surya juga memerlukan ibu di rumah. Padahal ibu sangat ingin tinggal di sini bersama kalian."     

Alisa mengangguk paham. Ibu mertuanya tak mungkin meninggalkan Pak Surya di rumah sendirian.     

"Iya, ibu benar sekali."     

"Mungkin sebentar lagi, ibu akan pulang ke rumah. Tak apa kan?"     

"Iya bu. Tak apa. Sering-seringlah datang kemari untuk berkunjung ke sini."     

"Pasti, Nak. Ibu akan sering datang ke sini kok."     

Bu Angel menyerahkan bayi itu ke pangkuan Alisa. Wanita cantik itu menyambutnya dengan baik. Sang mertua lalu meminum minuman yang sudah disediakan sejak tadi.     

"Ya sudah, Nak. Ibu mau pulang dulu ke rumah, ya." Bu Angel sambil mengusap-ngusap pelan pipi sang cucu yang terlihat sangat menggemaskan.     

Bu Angel pamitan pada Alisa. Ia pun mengantar sang ibu mertua sampai ke halaman depan.     

"Hati-hati di jalan, Bu."     

"Iya, Nak."     

Beberapa saat kemudian, mobil yang dikendarai oleh Bu Angel mulai ke luar dari area rumahnya. Setelah itu Alisa memutuskan untuk masuk ke dalam bersama dengan sang anak.     

Alisa merasa senang hari ini, karena Bu Angel datang kemari dan meminta maaf padanya atas kejadian yang terjadi beberapa hari lalu. Tentu saja, ia memaafkan semua itu. Bagi Alisa, hal itu tak perlu dibesar-besarkan sama sekali.     

Wanita itu berjalan menuju ke kamar sambil menimang-nimang sang anak. Beruntung, bayi itu tak rewel sejak tadi.     

Alisa langsung meletakkannya ke dalam keranjang dengan hati-hati. "Tidur yang nyenyak, Nak."     

Setelah itu, Alisa naik ke atas ranjang. Ia merasa bersyukur hari ini, karena sang ibu mertua datang menemuinya dan meminta maaf.     

***     

Akhirnya, sang istri pulang juga ke rumah. Pak Surya langsung memasang wajah kesal ketika Bu Angel sudah masuk ke dalam kamar. Betapa lamanya ia pergi ke sana.     

Melihat ekspresi sang suami sudah seperti itu, membuat Bu Angel hanya diam saja. Ia tak mau berdebat apa-apa setelah ini.     

"Bagus, ya. Ibu perginya lama sekali ke sana. Bilangnya cuma sebentar aja!" gerutu Pak Surya.     

Namun, Bu Angel tak mau menjawab apa-apa. Wanita itu pun akhirnya memilih untuk merebahkan diri di atas ranjang sambil memiringkan tubuh ke kanan, agar tak bertatapan langsung dengan sang suami.     

"Bu, jawab ucapan ayah! Ayah dari tadi ngomong sama ibu."     

"Hmm, ibu capek yah. Perlu istirahat."     

"Makanya kalau ibu capek, tak usah ke sana lagi mulai hari ini. Paham?"     

"Ya, tak bisa begitu dong. Suka-suka ibu lah, mau ke sana atau tidak. Ayah jangan melarang seperti itu. Lagi pula, ibu di sana bertemu Alisa, Saga, dan cucu ibu."     

"Apa, Bu? Cucu? Jadi, sekarang ibu sudah bisa menerima bayi itu di antara keluarga kita?" tanya Pak Surya. Ia tak senang, kalau sang istri dengan mudahnya menerima bayi itu.     

"Ya. Ibu sudah menganggapnya seperti cucu sendiri. Lagian, bayi itu lucu dan menggemaskan kok."     

Pak Surya langsung tak suka mendengar jawaban sang istri. Ingin sekali rasanya, ia membuat bayi itu tiada. Namun, Pak Surya harus bersabar untuk menyusun sebuah rencana yang baik. Ia harus berpikir secara matang.     

"Oh, begitu, ya? Baiklah kalau itu yang ibu katakan. Dia lucu dan menggemaskan!"     

Bu Angel tak mau menoleh ke arah sang suami. Takut kalau kembali terpancing lagi emosinya.     

"Kenapa sih, yah? Ayah tak berdamai saja dengan Alisa dan Saga? Kalau damai kan, kita semua akan senang," ucap Bu Angel akhirnya.     

"Berdamai kata ibu?" Pak Surya langsung tertawa kecil. Ia menertawakan sang istri.     

Merasa ditertawakan seperti itu, membuat Bu Angel tak mau ambil pusing. Ia pun memutuskan untuk tidur saja. Biarkan saja, sang suami mengoceh sendirian.     

Beberapa saat kemudian, Pak Surya masih bicara sendirian, sedangkan Bu Angel mungkin sudah tertidur. Hal ini, makin membuat Pak Surya jadi semakin kesal. Bukannya menurut dengan ucapannya, tapi sang istri malah membuatnya makin emosi. Wanita itu tak mau menurut sama sekali.     

'Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menang di akhir. Aku atau kalian semua.'     

Pak Surya memutuskan akan berjalan seorang diri tanpa sang istri. Kini, mereka berdua sudah berbeda jalan tujuan. Bu Angel sudah berdamai dengan Alisa. Sedangkan, Pak Surya tak mau berdamai sedikit pun dengan wanita itu.     

Pria itu menoleh ke samping sejenak, melihat sang istri yang sudah tertidur. Pak Surya hanya geleng-geleng kepala. Makin hari, suasana rumah di sini makin terasa panas. Ia dan sang istri kebanyakan bertengkar sekarang karena terus saja berbeda pendapat.     

'Ini semua gara-gara Alisa. Wanita itu harus kusingkirkan mulai dari sekarang! Agar dia tahu diri, bahwa untuk menguasai Saga dan juga istriku, tak akan pernah bisa!'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.