Arrogant Husband

Patut Diperjuangkan



Patut Diperjuangkan

0Agam akan mengantar Reva untuk istirahat di dalam kamar. Mereka sudah sama-sama berdiri tegak. Namun, tiba-tiba saja wanita itu merasa mual. Membuat Agam sedikit terkejut.     
0

"Sayang, kau kenapa?" tanya Agam yang terlihat panik.     

Reva langsung berlari ke dalam kamar mandi. Agam hanya diam terpaku di tempat. Ia tak juga menyusul Reva di sana. Namun, beberapa menit kemudian, ia pun melangkah ke kamar mandi untuk memastikan keadaan sang kekasih.     

Wanita itu masih berada di dalam sana. Terdengar suara Reva yang muntah-muntah. Agam hanya diam saja. Ia pun langsung berpikir yang tidak-tidak.     

"Ah, tidak! Mungkin Reva hanya masuk angin saja." Agam menepuk jidatnya cukup keras, agar tak berpikiran macam-macam.     

Setelah beberapa saat, muncullah Reva dari dalam kamar mandi. Wanita itu terlihat sedikit pucat. Agam pun langsung memapah Reva untuk segera ke kamar.     

"Sayang, kau tidak apa-apa?"     

"Iya sayang. Aku tidak apa-apa."     

Dua sejoli itu melangkah bersama menuju ke kamar. Setelah sampai di depan pintu, Agam pun langsung membukanya dan menyuruh Reva istirahat di tempat tidur.     

"Kau terlihat pucat sayang. Kau sungguh tak apa-apa?" tanya Agam memastikan.     

"Iya sayang. Paling ini hanya masuk angin biasa," kilah Reva.     

Agam pun langsung mencari minyak angin yang tersimpan di dalam nakas. Setelah menemukan benda itu, ia langsung memberikannya pada Reva. Wanita itu terlihat menerima apa yang diberi oleh Agam.     

"Pakailah itu, untuk meringankan sakitmu."     

"Terima kasih sayang."     

Agam masih ingin berada di dekat Reva. Pria itu duduk di tepi ranjang. Sedangkan, sang kekasih sudah merebahkan diri sambil menciumi aroma dari minyak angin. Reva merasa sedikit terbantu dengan minyak kayu putih ini.     

"Kau lapar? Kau ingin makan sesuatu?" Agam menawarkan Reva untuk makan sesuatu.     

"Aku tidak lapar."     

Reva hanya ingin ditemani oleh pria itu saja. Dan, itu sudah membuatnya merasa cukup tenang. Agam pun mengerti dengan kemauannya. Pria itu akan berjaga di dalam kamar ini sampai ia tertidur.     

"Kenapa kau tidak mau tidur di atas ranjang saja bersamaku?" Reva ingin tidur bersama dengan sang kekasih.     

"Sayang, maafkan aku. Aku tak bisa kalau seranjang denganmu. Mohon mengerti, ya." Agam langsung mengusap-ngusap rambut panjang milik Reva.     

Reva tak mau egois. Dari dulu sampai sekarang, Agam memang berbeda dari pria kebanyakan. Pria itu sangat menjaganya dan tak mau membuatnya merasa kotor. Orang seperti Agam yang patut ia perjuangkan mati-matian.     

"Baiklah sayang. Tapi, jangan tidur di luar, ya."     

"Lah, kenapa? Aku tak bisa di dalam kamar ini, berduaan denganmu," ucap Agam dengan jujur. "Aku sangat menjagamu sayang. Maka dari itu, aku tak pernah menyentuhmu lebih dari sekadar berciuman."     

Agam memang berbeda. Reva pun mengakui hal itu. Pria yang sekarang berada di depannya, sangat membuat hatinya merasa damai.     

"Apakah kau sebegitu cintanya denganku?"     

"Iya," jawab Agam dengan tegas. "Sudah kukatakan, aku sangat mencintaimu."     

Reva pun langsung tersenyum-senyum sendiri. Ia merasa malu-malu sekarang. Pipinya memanas seketika. Tiba-tiba saja, tangannya digenggam dengan erat oleh Agam. Semakin membuat debaran dalam jantungnya, kian berdetak cepat.     

Perlakuan Agam sungguh romantis malam ini. Pria itu tak segan-segan mencium punggung tangannya. Lantas, sambil mengucapkan kata-kata penuh cinta. Reva sangat terbuai dengannya.     

"Kau memang bidadariku yang paling cantik." Mata Agam memandang lurus ke depan. Membuat Reva makin merasa tak kuasa menahan senyuman manisnya. Pipi wanita itu pun bersemu merah. Ia telah berhasil membuat Reva salah tingkah.     

"Tak ada wanita lain dalam hatiku kini. Hanya kau saja seorang, Va."     

Agam selalu memuji kecantikannya. Membuat Reva sama sekali tak berkutik. Ia tak sanggup untuk membalas ucapan Agam, karena masih merasa sangat gugup.     

Reva hanya diam saja, mendengarkan Agam yang masih berbicara tentangnya. Pria itu tak pernah merasa bosan untuk memujinya. Bahkan sudah berkali-kali menyebutnya cantik. Namun, tetap saja hal itu membuat Reva senang bukan main.     

Dari sang kekasih, Reva banyak belajar tentang suatu hal. Ia harus pandai bersyukur dengan keadaannya sekarang yang jauh lebih baik daripada Agam. Dan, juga harus berusaha pantang mundur. Sama seperti Agam, yang rela bekerja setiap hari, bahkan harus rela lembur untuk mencari rezeki agar tetap bisa bertahan hidup.     

"Aku sungguh menyayangimu, Gam. Jangan pernah tinggalkan aku, ya. Hanya kau lah yang aku cintai."     

Reva tiba-tiba memeluk sang kekasih. Ia menitikkan air mata dan hal itu langsung diketahui oleh sang kekasih. Agam pun bertanya, kenapa dirinya menangis. Reva langsung menjawab bahwa tak ada yang lebih tulus mencintainya selain Agam.     

Agam pun makin mengeratkan pelukannya pada Reva. Membuat wanita itu merasa sangat diperlakukan istimewa.     

"Ya sudah sayang. Sudah malam, beristirahatlah. Jangan memikirkan hal yang macam-macam." Setelah itu, Agam langsung melepaskan pelukannya. "Aku tidur di luar, ya."     

Reva menganggukkan kepala. Ia pun langsung mengambilkan bantal serta selimut untuk Agam. Setelah itu, Agam berjalan menuju ke luar kamar. Pria itu segera ke luar dari sana meninggalkannya sendirian.     

Setelah kepergian Agam, Reva masih tak bisa untuk tidur. Ia malah memikirkan tentang kehamilannya ini. Sampai kapankah ia harus membohongi Agam seperti ini.     

"Kenapa kau hadir di saat sekarang?" Reva meletakkan tangannya ke area perut. Ia tak menginginkan bayi itu tumbuh dalam rahimnya.     

Andai saja, anak yang dikandungnya ini adalah benih cinta antara dirinya dan Agam, maka Reva akan senang. Ini malah Joseph, pria yang sama sekali tak ia cintai. Lantas, harus bagaimana sekarang?     

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Untung saja, tadi Agam tak curiga padaku. Kalau saja dia curiga padaku, bisa-bisa semua rahasia akan terbongkar."     

Reva tengah membayangkan Agam kalau saja tahu tentang hal ini. Pria itu akan sangat marah sekali padanya. Apalagi Agam pernah berucap bahwa tak suka dibohongi oleh siapa pun. Makin membuat Reva menjadi semakin takut.     

Malam pun semakin larut saja. Namun, Reva masih tak bisa untuk memejamkan kedua matanya. Ia masih memikirkan tentang masalah ini. Sekarang membuatnya semakin merasa tertekan.     

"Ini semua gara-gara Joseph! Dia telah menghamiliku! Aku tak akan sudi meminta pertanggung jawaban darinya!" ujar Reva.     

Sudah beberapa kali, Reva berhubungan badan dengan Joseph. Ia selalu menolak, tapi pria itu yang memaksanya. Membuat Reva tak bisa berbuat apa-apa.     

"Jangan sampai Agam tahu dengan masalah ini. Aku tak mau membuatnya sakit hati. Pria seperti Agam sangat jarang kutemui."     

Semoga saja, Agam tak akan pernah tahu tentang rahasia besar ini. Karena, Reva tak mau membuat pria itu jauh dari sisinya. Agam telah berhasil membuatnya melupakan Saga seutuhnya, karena cinta dari sang kekasih tulus untuknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.