Arrogant Husband

Reva Hamil



Reva Hamil

0"Sudah, Gam. Banyak orang-orang yang melihat ke arah kita," ujar Reva yang masih malu-malu.     
0

"Tak usah malu, sayang. Biarkan saja. Mereka juga sudah tahu dengan hubungan kita."     

Reva menatap bola mata Agam yang berwarna kecokelatan itu. Mereka sama-sama tersenyum. Wanita itu memegangi pergelangan lengan sang kekasih. Mereka bercengkerama satu sama lain.     

Akhirnya, Agam melanjutkan bekerja lagi, sedangkan Reva akan segera pulang. Namun, pria itu melarangnya untuk pergi dari sini. Ia masih ingin ditemani oleh Reva.     

"Jangan pulang dulu sayang. Temani aku di sini," rengek Agam.     

"Besok aku akan ke sini lagi ya, sayang. Tak apa kan?"     

Akhirnya, Agam mengangguk. Lantas, Reva berpamitan untuk pulang ke rumah. Besok ia akan datang ke sini lagi menemui sang kekasih. Agam mengantarnya sampai ke halaman bar.     

"Hati-hati di jalan, ya," ucap Agam.     

"Iya sayang. Ya sudah, kau masuk sana. Kembali bekerja."     

Ucapan Reva dipatuhi oleh Agam. Setelah sang kekasih naik ke dalam mobil, maka ia pun segera kembali ke dalam bar.     

***     

Reva sudah sampai di rumahnya. Wanita itu segera turun dari mobil. Ia melangkahkan kaki menuju ke dalam kamarnya sendiri. Hari ini, Reva begitu bahagia karena bisa bersama dengan Agam. Menemani pria itu sambil bekerja melayani para pelanggan.     

Wajahnya masih berseri-seri saat mengingat perlakuan Agam yang selalu menggodanya seperti tadi. Bahkan, teman-teman Agam pun tampak ikut senang dan bersorak melihat kemesraan mereka berdua. Ia tak bisa menampik, bahwa hatinya amat senang.     

Setelah sudah sampai di dalam kamar, Reva langsung duduk di tepi ranjang. Wanita itu tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya saat ini.     

Namun, tiba-tiba saja Reva merasakan kepalanya pusing bukan main. Lalu, ia juga merasa ingin muntah. Sungguh mual rasanya. Ia pun segera bergegas menuju ke kamar mandi untuk memuntahkan segala isi perutnya.     

Tak berselang lama, Reva segera ke luar dari kamar mandi. Ia tertegun sejenak dan langsung meraih ke arah perutnya sendiri. Ia menggeleng kuat dan tatapan matanya terasa hampa.     

"Tidak! Tidak mungkin. Aku harus cek ke dokter," ujar Reva yang terlihat panik.     

Reva segera meraih tas selempang serta kunci mobilnya. Kemudian, ia segera pergi lagi.     

***     

Reva sudah dicek oleh seorang dokter kandungan. Ia pun segera bangkit dari brankar. Dokter itu mempersilakannya untuk duduk di kursi.     

"Dok, bagaimana keadaan saya? Apakah baik-baik saja?" Reva sangat gugup mendengar hasilnya.     

"Ya, ibu dalam keadaan baik-baik saja. Selamat ya, bu. Anda saat ini sedang hamil. Usia kandungan ibu sudah tiga minggu."     

"Apa?" Reva terkejut bukan main. Bukannya senang, ia malah merasa tertekan dengan hal ini. Dan, ini telah terjadi sekarang.     

Reva langsung memegangi kepalanya. Ia tak menyangka, bahwa saat ini ia sedang hamil. Satu nama yang Reva ingat pernah bercinta dengannya, yaitu Joseph.     

"Ba–baik. Terima kasih, dok."     

Ia pun buru-buru pergi dari ruangan dokter. Apakah Reva harus meminta pertanggung jawaban ini pada Joseph? Di saat ia sudah merasa bahagia bersama dengan Agam, merencanakan sebuah pernikahan, kenapa malapetakan ini harus datang.     

Saat ini pun, Joseph masih tak tahu ada di mana. Entah, pria itu masih bernyawa ataukah tidak, Reva sama sekali tak tahu.     

"Aku harus apa sekarang?" Reva mondar-mandir di depan rumah sakit. Ia tak tahu, harus melakukan apa sekarang. Rasa kagetnya masih menyelimuti penuh.     

Reva terlihat sangat panik mengetahui hal ini. Lantas dengan siapa ia meminta tolong agar bisa menemukan keberadaan Joseph dan ingin bicara dengan pria itu.     

"Saga? A–apa aku harus minta bantuan dengannya?"     

Reva berpikir, mungkin Saga tahu sedikit tentang keberadaan Joseph. Ia pun segera menghubungi pria itu untuk bertemu. Reva merogoh dalam tasnya untuk menemukan benda pipih tersebut dan langsung menghubungi Saga.     

Tak lama kemudian, panggilannya pun sudah tersambung dengan Saga. Ia lekas bicara di telepon dengan pria itu.     

"Baiklah. Aku akan segera datang." Reva langsung memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Kemudian, melangkah menuju ke parkiran mobil.     

***     

Kini, Reva sudah berada di depan kantor Saga, karena pria itu yang memintanya untuk datang kemari. Ia pun langsung menuju ke dalam ruangan kerja Saga. Perasaannya masih sangat panik sekarang.     

Tok! Tok!     

"Masuk," teriak Saga dari dalam ruangan. Reva pun segera masuk.     

Mata mereka saling menatap. Reva sangat sedih dengan hal ini. Namun, Saga seakan bertanya-tanya apa yang telah terjadi. Wanita itu pun duduk di kursi.     

"Va, kau kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Saga yang melihat Reva bersedih. Wanita itu juga menangis.     

"A–aku ... hamil, Ga," ujar Reva sesenggukan.     

"Apa?!" Saga juga terkejut dengan ucapan Reva. "Siapa yang telah menghamilimu?" tanya Saga lagi.     

"Joseph," lirih Reva.     

Tangan Saga langsung terkepal kuat. Kemudian, ia hentakkan ke atas meja. Melihat respons Saga seperti itu, membuat Reva menatap pria di depannya sekarang dengan tajam.     

"Aku ingin bertemu dengan Joseph, Ga. Aku mohon."     

"Kenapa kau memohon padaku? Aku tak tahu dia ada di mana."     

"Aku mohon, Ga. Bantulah aku. Kondisiku sekarang amat sangat terpuruk. Aku tak mau hamil anaknya Joseph," ucap Reva yang membuat Saga marah.     

"Lantas, kau ingin membunuh anak itu? Begitukah?! Sempit sekali pikiranmu!"     

Reva terdiam. Ia juga tak mau meminta pertanggungjawaban dengan Joseph, karena sama sekali tak mencintai pria itu. Dirinya lebih mencintai Agam. Saga pun juga terdiam sama sepertinya.     

"Aku mohon, bantulah aku, Ga. Aku ingin bertemu dengan Joseph untuk membahas masalah ini. Aku yakin, kau bisa membantuku dalam keadaan ini."     

Saga terdiam sejenak. Ia tengah memikirkan sesuatu. Apakah mungkin, ia akan melepaskan Joseph begitu saja dari tempat tersebut, karena mengingat saat ini Reva telah mengandung anak dari Joseph. Cukup lama berpikir, akhirnya Saga akan mempertemukan Reva dengan pria itu.     

"Baiklah. Aku tahu di mana Joseph berada." Saga bangkit berdiri dan siap untuk membawa Reva ke sana.     

"Benarkah yang kau katakan? Kau tak bohong kan?"     

"Aku sama sekali tak berbohong. Mari ikut aku."     

Saga lekas ke luar dari ruangan kerjanya disusul oleh Reva yang mengekor di belakang. Mereka berdua akan menemui Joseph di sana. Saga terpaksa melakukan ini semua demi Reva. Ia tak mau, kalau anak itu lahir tanpa sosok seorang ayah.     

'Kurang ajar! Sekarang dia hendak ke luar dari tempat itu gara-gara masalah ini.'     

Kini, Reva sudah berada di dalam mobil Saga. Pria itu segera menyalakan mesin mobil dan segera menjauhi halaman kantor. Ia akan membawa wanita itu untuk menemui Joseph di sana.     

Reva pun bertanya-tanya dalam hati. Apakah Saga yang telah mengurung Joseph atau bukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.